Catatan 46

1305 Words
Badanku justru terasa lelah dan pikiranku berjalan semakin lambat setelah memejamkan mata sekitar beberapa menit… atau mungkin dua jam di apartemen milik Jacob ini. Ketika bangun, aku merasa panik karena seharusnya saat ini memang bukan waktunya untuk bersantai di mana aku harus berpacu waktu dengan Mr.Fantastic yang mungkin bisa datang kapan saja dan aku kehilangan kesempatan untuk melakukan sesuatu yang menyenangkan kepada si penyiar yang sedang disekap. Tapi, apakah ia benar-benar disekap? Aku segera bangkit dan keluar dari kamar. Aku melihat Sheera sedang bercengkrama sambil tertawa bersama dengan Jacob di sofa. Entah apa yang mereka bicarakan, namun guru dan murid itu terlihat sangat dekat seperti dua orang yang sedang melepas rindu. Aku melihat ke sekeliling karena menyadari jika seseorang telah menghilang dari tempat ini. “Di mana Alea?” tanyaku sambil melangkah mendekat ke arah Jacob dan Sheera sambil mengedarkan pandanganku. “Oh hai, Madame, kau sudah bangun?” sapa Sheera sambil tersenyum manis ke arahku. “Nona Alea sedang tertidur di kamar Tuan Jacob,” ucap Sheera setelahnya. “Oh dia sedang tidur di kamar Ja… tunggu! Apa kau bilang?!” sahutku terkejut karena mendengar sesuatu yang salah di sini. “Iya, dia tidur di kamarku. Apapun yang kau pikirkan, itu adalah benar, Madame,” jawab Jacob datar. Aku menepuk dahi, tidak percaya jika orang baru yang kubawa ke tempat ini telah dinikmati oleh pria tua mes*m yang sedang bercengkrama dengan gadis polos di depanku ini. Aku menghela nafas dan memutar bola mataku kesal. Jacob yang menyadari kekesalanku justru terkekeh sambil mengeluarkan kalimat, “ayolah, Madame, kau tidak pernah melarangku untuk bermain dengan wanita itu. Sheera juga memperbolehkanku mencicipinya.” Aku melirik ke arah Sheera, gadis itu hanya tertawa kecil dan melirik ke kanan dan kiri sambil mengangkat bahu seakan tidak mau bertanggung jawab dengan apa yang telah ia perbuat. Saat ini aku benar-benar merasa seperti seorang pengasuh yang buruk. Meski hatiku sedang kesal, tapi aku harus tetap melanjutkan rencanaku untuk mencari tahu tentang si penyiar. Mengabaikan Alea yang sedang tertidur pulas yang mungkin karena kelelahan setelah bermain dengan pria ganas di depanku ini, aku segera meminta Jacob untuk menghubungi seseorang yang dapat aku andalkan untuk mencari informasi. Tanpa basa-basi, Jacob segera mengajakku dan Sheera ke ruang kerja miliknya. Sheera memang salah satu orang terpilih yang bisa masuk secara bebas ke tempat ini karena ia adalah murid dari Jacob secara langsung sehingga Jacob memberikan akses yang sama sepertiku. Di tengah perjalanan singkat menuju ruang kerjanya, Jacob sempat berkata, “ternyata kau masih tetap seperti ini ya, Madame Lilia. Datang ke tempat seseorang ketika membutuhkan sesuatu. Kau tidak pernah berubah.” Aku justru menjawab kalimat itu dengan ejekan, “karena Madame Lilia tidak pernah datang dengan tangan kosong bukan?” Jacob tertawa dengan jawabanku. Di ruang kerjanya, Jacob segera menghidupkan komputer dan melakukan panggilan suara dengan seseorang di luar sana. Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya panggilan lintas negara dari komputer milik Jacob terhubung. “Selamat sore, Tuan Jacob. Ada pekerjaan untukku?” Suara seorang lelaki remaja terdengar nyaring dari seberang panggilan. “Hai Z, ini aku,” sahutku menyela perkataan Z. Lagi, perbincanganku dengan Z yang menggunakan bahasa asing selalu kuterjemahkan ke dalam bahasa yang mudah dimengerti. “Ah, Madame Lilia-ku yang cantik! Apa kabar, Madame Sayang? Apa yang kau butuhkan dari Kakanda Z yang tersayang ini?” Aku mengerutkan dahi terkejut dengan cara Z menjawabku. “Sejak kapan bocah ini berbicara menggelikan kepadaku? Apakah Z sudah lupa dengan siapa ia berbicara?” batinku. “Aku tidak ingin basa basi denganmu, Z. Aku ingin kau mencari seseorang!” Aku menggunakan nada yang sedikit tinggi kepada Z untuk menunjukkan jika aku tidak suka dengan cara berbicaranya yang terdengar menjijikkan, dibuat-buat, dan tidak sesuai dengan usianya. “Ah, Madame sedang tidak ingin bercanda rupanya,” jawab Z dengan nada bicara yang terdengar lesu. Apakah bocah ini merajuk? Ah tidak, biarkan saja. Aku tidak seharusnya peduli dengan suasana hati Z, asal ia masih tetap mau bekerja untukku. “Baiklah, siapa yang ingin kau cari, Madame?” Suara Z terdengar semakin lirih. Hal itu membuatku merasa kasihan pada bocah ini, namun aku tidak selamanya dapat mentolerir lelucon yang ia keluarkan jika lelucon itu terdengar merendahkan posisiku. “Aku ingin mencari lokasi seorang penyiar di internet,” jawabku singkat. “Oh, itu bukan perkara sulit, Madame. Orang seperti apa yang ingin kau cari?” Jawaban dari Z masih terdengar lesu, bocah ini tampak terpaksa mengiyakan pekerjaan dariku. Namun memang tidak selamanya aku harus memikirkan perasaan orang lain di saat orang lain itu tidak memikirkan perasaan dan posisiku ketika bercanda. Aku merentangkan tangan ke arah Sheera yang berdiri di belakangku. Sheera yang tidak mengerti pembicaraanku dengan Z hanya melongo, tidak tahu apa yang aku minta. Aku lagi-lagi harus menghela nafas kesal, lalu aku berkata jika aku memerlukan tautan halaman profil dari si penyiar, barulah Sheera paham dengan apa yang aku inginkan. Setelah mengutak-atik ponselnya sebentar, Sheera memberikan ponselnya kepadaku. Layar ponsel milik Sheera kini sedang menampilkan profil seorang penyiar bernama Jasmine yang menggunakan bendera negara yang sedang aku tempati saat ini. "Aku sudah mengirimkan tautan yang bisa kau gunakan di ruang obrolan kita, masukkan tautan profil penyiar itu ke sana," ujar Z datar. Bocah ini sepertinya masih sulit untuk menerima jika aku tidak menyukai lelucon miliknya. Tidak lama setelah Z mengatakan itu, aku segera memeriksa ruang obrolan di layar komputer dan menemukan tautan yang dimaksud oleh Z. “Aku sudah menerimanya, Madame. Wah, sepertinya gadis ini cukup cantik. Berwajah asia dan berbadan cukup seksi. Kau punya selera yang bagus rupanya, Madame. Baiklah tunggu sebentar, memeriksa hal seperti ini tidak membutuhkan banyak waktu.” Sambungan panggilan tiba-tiba terputus setelah Z menyelesaikan kalimatnya. Tidak seperti biasanya yang ceria, kali ini bocah itu tampak tidak ingin berlama-lama berbincang denganku. Sepertinya aku membuat suasana hati Z benar-benar kacau. Jacob yang berdiri di samping Sheera sepertinya peka dengan suasana canggung yang tercipta antara aku dan Z. “Kerja bagus, Madame,” sindir Jacob sambil berlalu di belakangku sambil menepuk bahu kananku beberapa kali. Aku tahu apa yang dimaksud oleh Jacob, kalimat darinya dapat aku artikan bahwa aku telah melakukan sesuatu yang buruk terhadap Z. Sheera yang tidak mengerti dengan apa yang terjadi hanya menoleh ke kanan dan kiri, lalu mengikuti langkah Jacob keluar dari ruang kerjanya meninggalkanku termenung sendirian di ruangan ini menunggu jawaban dari Z terkait informasi yang aku inginkan. Ketika kita menunggu sesuatu, waktu pasti akan terasa lebih lambat dari biasanya. Detik demi detik benar-benar dapat dirasakan. Namun sayangnya waktu yang dibutuhkan Z untuk mencari informasi si penyiar memang cukup lama. Mulai dari matahari masih terlihat di balik awan, hingga langit menjadi gelap dihiasi bintang-bintang, informasi lanjutan dari Z belum juga aku dapatkan. Selama itu pula aku termenung dalam kesendirian. Sesekali muncul dalam pikiranku, “apakah sebesar itu salahku terhadap Z? Apakah aku salah jika merasa tersinggung dengan leluconnya?” Posisiku sekarang terasa seperti “siapa yang salah, siapa yang marah.” Aku sudah mulai pesimis terhadap Z. Benar kalimat sindiran Jacob tentang “kerja bagus” yang ia lontarkan kepadaku setelah sambungan telepon dengan Z terputus. Mungkin memang aku yang terlalu egois, merasa selama ini selalu berusaha mengerti orang lain sehingga muncul perasaan ingin dimengerti. Padahal selama ini hubunganku dan Z dapat baik seperti ini karena aku selalu menanggapi lelucon Z sesuai dengan keinginannya. Lalu sekarang, aku merasa ini adalah terakhir kali aku berhubungan dengan Z. Aku menghela nafas kecewa, lalu beranjak dari tempatku duduk, meninggalkan komputer Jacob dalam kondisi menyala. Aku yakin Jacob akan mematikan komputer itu nanti ketika memasuki ruangan ini. Namun baru satu langkah aku berjalan meninggalkan meja kerja Jacob, bias cahaya yang terpantul di tembok yang berasal dari layar komputer milik Jacob tiba-tiba berubah cerah pertanda terjadi sesuatu pada komputer itu. Rasa penasaran membuatku menengok ke belakang dan aku melihat Z sedang mencoba melakukan panggilan kepada Jacob. “Akhirnya!” gumamku sambil duduk di meja kerja Jacob dengan tergesa-gesa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD