Catatan 11

1906 Words
Mobil city car berwarna putih milik Isac melaju dengan tidak santai pagi ini dari Kota Nelayan menuju pusat kota. Dua orang agen berbeda generasi ada di dalam mobil dalam diam, tidak ada perbincangan serius antara aku dan Isac selama perjalanan karena aku dan agen junior di sebelahku sedikit berselisih paham sebelum berangkat. Bukan masalah besar, hanya berebut tentang siapa yang berada di belakang roda kemudi. Jika aku menceritakan lagi, rasanya seperti konyol sekali ketika diingat. Pagi tadi saat berada di garasi mobil, aku melemparkan kunci kepada Isac dan memintanya untuk mengemudi, namun pria lugu itu memutar bola matanya kesal ketika menerima kunci dariku. Tatapan matanya seketika berubah lesu dan bibirnya sedikit maju. “Hei, kenapa kau terlihat kesal, Isac? Apakah kau tidak ingin mengemudi?” tanyaku kala membuka pintu sebelah kiri mobil city car miliknya. “Tidak apa-apa, Madame. Aku hanya sudah lama tidak mengemudi, karena mobil ini hanya bertengger di dalam garasi sebelum kau datang, aku tidak pernah menggunakan mobil ini sebelumnya.” sahutnya lesu dengan tetap membiarkan pintu sebelah kanan tertutup. “Serius? Lalu untuk apa kau diberikan mobil oleh The Barista?” Aku meletakkan tangan kananku di atap mobil dan tetap memerhatikan Isac yang masih tetap tidak bersemangat. “Aku rasa mobil ini hanya fasilitas formalitas dari The Barista, karena kenyataannya selama ini aku terpenjara di dalam Seaside Bar. Hanya beberapa kali aku keluar dari tempat itu, Madame.” “Baiklah, sekarang kau yang mengemudi untuk melatih mentalmu di luar. Ayo!” seruku kepada Isac sambil masuk ke dalam mobil. Ketika aku telah duduk di dalam, aku lihat Isac masih tetap termenung di luar dan itu membuatku kesal. “Cih, dasar anak muda!” gerutuku pelan sambil kembali keluar dari mobil dan berjalan menuju ke arah Isac berdiri. “Berikan kunci mobilmu kepadaku! Duduklah di kursi penumpang! Aku yang mengemudi, Cepat!” Dahiku berkerut ketika teriakanku meluncur yang langsung disambut dengan air mata yang mulai tergenang pada kedua bola mata Isac. “Astaga, kenapa dua hari ini kau terlihat cengeng, Isac?” Aku membuka pintu sebelah kanan, dan roda bergulir dalam keheningan. Rasa kesal, suasana hati yang buruk, serta Isac yang manja di sebelahku membuat laju mobil yang kukendarai menjadi sangat kencang. Pemandangan hutan tepi laut yang indah dan memanjakan mata tidak dapat kunikmati karena aku tidak ingin membuang nyawa di tempat ini sehingga fokus pada mataku harus tetap terjaga pada jalanan. Ketika memasuki pedesaan yang menjadi tanda jika Pusat Kota tidak jauh dari tempat ini, suara sirine polisi terdengar sayup-sayup dari belakang mobil dan semakin lama suara sirine itu terdengar semakin kencang yang berarti mobil polisi itu semakin dekat dengan mobilku. Sengaja aku pelankan laju kendaraan untuk mempersilakan mobil polisi itu mendahuluiku, tetapi mobil polisi itu justru mengurangi kecepatannya ketika berada tepat di depanku dan memberikan instruksi agar aku menepi. Hamparan ladang gandum yang luas serta beberapa kincir angin yang ada di tempat ini menjadi saksi dua orang agen intelijen yang mungkin akan ditilang oleh petugas. Aku masih belum mengetahui penyebab yang membuat polisi itu menghentikan mobilku. Dua orang polisi berseragam serba biru dan berwajah asia tenggara berjalan perlahan mendekati mobil yang aku kendarai. Satu di antara mereka mengetuk kaca mobil dan memintaku untuk membukanya. “Selamat siang, Nyonya. Apakah saya dapat melihat surat kendaraan ini?” ucap seorang polisi yang terlihat cukup berumur ketika aku menurunkan kaca mobil. “Sebentar, Tuan,” jawabku singkat. Aku menoleh ke arah Isac, mengulurkan tangan kiri dan memberikan isyarat jari untuk mengeluarkan surat mobil yang ia simpan. Dengan cekatan dan sedikit panik, Isac merogoh kantong bagian belakang celananya dan mengeluarkan surat kendaraan dari dalam dompet. Aku segera mengambil surat itu dan menyerahkannya pada petugas kepolisian yang tengah berdiri di luar mobilku. “Surat izin mengemudi?” Aku menoleh ke arah Isac, yang ia sambut dengan gelengan kepala yang berarti jika Isac tidak memiliki surat izin mengemudi. Aku menghela nafas panjang dengan kesal. “Hehe, maafkan kami, Tuan. Tidak ada dari kami berdua yang memiliki surat izin mengemudi.” Kupaksakan sebuah senyum terukir dengan tidak rela kepada petugas kepolisian di depanku. “Mobil ini memiliki nomor polisi yang berasal dari Kota Nelayan, yang berarti kalian berdua mengemudi dari kota tersebut tanpa memiliki surat izin mengemudi dan juga melanggar batas kecepatan maksimum. Sepertinya kalian akan mendapatkan denda yang cukup berat.” Seorang petugas kepolisian lain yang berdiri di belakang petugas yang memegang surat kendaraan ikut melontarkan kalimat pedas ke arahku. Aku tahu jika kali ini aku salah, dan aku akan menerima konsekuensi dari kesalahanku. “Maafkan kami, Pak. Kami sadar atas kesalahan dan bersedia dijatuhi hukuman. Silakan tahan surat kendaraan ini dan akan saya tebus di kejaksaan di Pusat Kota.” Ketika mendengar ucapanku, kedua petugas yang ada di depanku tidak langsung mengeluarkan surat tilang, tetapi justru saling pandang satu sama lain dengan bingung sebelum kemudian petugas yang memegang surat kendaraan milik Isac mulai mengancamku. “Anda tahu, Nyonya? Anda telah melanggar dua pasal, yaitu kecepatan maksimum dan juga tidak memiliki surat izin mengemudi. Denda yang akan dijatuhkan kepada Anda sekitar 500 dolar jika ingin menebus ini di pengadilan.” “Iya lalu?” Aku mencoba sedikit bersikap polos untuk mengetahui niat sebenarnya dari dua orang polisi yang mulai terlihat mencurigakan ini. “Kami berdua dapat membantu supaya Anda tidak perlu repot untuk mengurus semua ini di pengadilan. Tidak ada tambahan biaya jika menggunakan jasa kami. Kami akan meneruskan ini ke pengadilan, dan tidak meminta imbalan sepeserpun. Kami melakukan ini serta merta hanya untuk membantu Anda, Nyonya.” Aku mencium aroma busuk dari dua orang petugas kepolisian di depanku. Ketika aku melirik ke arah Isac, ia hanya memutar bola mata mengalihkan pandangannya dari dua orang di luar mobil. Karena merasa kesal dan jengkel dengan ulah oknum petugas culas seperti ini, aku membuka pintu mobil dengan kasar, keluar dan berdiri di samping dua oknum itu sambil menatap mereka sinis. Dua orang polisi yang terkejut dengan tindakanku, mundur beberapa langkah dan kembali saling menatap satu sama lain. “Apakah gaji kalian dari kesatuan masih kurang sehingga berbuat seperti ini?!” seruku sambil berjalan mendekati mereka perlahan. “Apa maksud Anda, Nyonya? Ka-kami hanya berniat membantu!” jawab oknum polisi yang lebih tua. “Membantu? Aku dapat mencatat nomor mobil polisi kalian lalu menyeret kalian ke pengadilan militer jika mau. Aku tidak perlu bukti rekaman dan sejenisnya jika ingin menjatuhkan kalian.” Dua orang polisi itu terlihat semakin bingung dengan ucapanku. “Kau pikir aku akan percaya, Nyonya? Warga sipil sepertimu tidak akan dapat berbuat banyak, kau tidak memiliki kuasa apapun di institusi militer!” Oknum polisi yang lebih muda terlihat memiliki keberanian yang lebih tinggi dan berani mengancam wanita yang terlihat lebih lemah darinya. Namun sayang, ancaman yang ia berikan tidak membuatku bergetar. “Begitukah?” jawabku singkat sebelum sedetik kemudian aku mengalihkan pandanganku ke belakang menuju ke dalam mobil di mana Isac ternyata tengah memerhatikanku dari sana. Aku yang terus menatapnya dan tidak mengalihkan pandanganku darinya membuat agen muda itu merasa terganggu dan akhirnya ikut keluar dari mobil. Isac kemudian menunjukkan jam tangan dengan logo The Barista tersembunyi yang hanya muncul ketika menekan tombol tertentu kepada dua orang oknum nakal di depanku yang membuat dua oknum tersebut bergetar. “The… The Barista? Bukankah organisasi itu hanya rumor belaka?” Suara oknum polisi yang lebih tua terdengar bergetar seakan tidak percaya jika dua orang yang mereka coba peras adalah agen intelijen resmi dari negara. Oknum polisi yang lebih muda hanya mematung tanpa kata, lalu ia ditarik oleh oknum polisi yang lebih tua untuk berjalan mundur perlahan hendak melarikan diri dariku dan Isac. Selagi oknum polisi itu masih berada di dalam jangkauanku, aku segera memegang tangan oknum polisi yang lebih muda dan menghentikan langkahnya supaya tidak kabur. “Kau akan pergi ke mana, Tampan? Urusanmu di sini belum selesai.” Wajah oknum polisi di depanku seketika berubah menjadi pucat. “Sekarang aku yang akan bertanya kepada kalian, apa yang akan kalian lakukan agar lepas dari hukuman? Seperti yang aku katakan tadi, percuma jika kalian ingin kabur saat ini karena aku mengingat wajah dan plat nomor mobil polisi kalian. Jadi lebih baik jika kalian menghiburku saat ini.” Sebuah senyum jahat terukir jelas di wajahku. Ketika aku melirik ke arah Isac, terlihat jelas jika Isac terkejut dengan apa yang aku lakukan. “Apa yang kau inginkan dari kami?” sahut oknum polisi yang tangannya sedang kupegang. “Tidak ada sesuatu yang istimewa, aku hanya ingin kontak pribadi kalian saja. Ada kemungkinan jika suatu saat aku membutuhkan bantuan kalian. Namun, jika suatu saat nomor kalian tidak dapat dihubungi atau identitasku sebagai agen The Barista bocor, maka saat itu kalian akan tamat. Bukan hanya karir kalian di kepolisian, melainkan juga hidup kalian. Camkan itu!” Aku menghempaskan tangan oknum polisi yang kupegang dengan kasar, tatapanku tidak lepas dari matanya. Oknum polisi yang lebih tua, yang sedari tadi hanya menonton drama ancaman yang kuberikan kepada rekannya, bergegas merogoh kantong celana bagian belakang dan mengeluarkan satu lembar kartu nama. Hal serupa juga dilakukan oleh oknum polisi yang lebih muda. Mereka menyerahkan kartu nama kepadaku, kemudian bergegas melarikan diri tanpa sepatah kata. “Aldi, Surya,” gumamku ketika melihat kartu nama dengan foto yang sama persis dengan wajah yang baru saja pergi dari hadapanku. “Mereka tidak berbohong rupanya. Ayo pergi!” Aku melangkah kembali memasuki mobil yang diikuti oleh Isac yang juga masuk ke dalam mobil. Mobil polisi yang tadi memberhentikanku berputar menuju ke arah yg berlawanan, mungkin mereka kembali ke pos tempat mereka berjaga sambil menggerutu dan mengutuk diri mereka sendiri. “Kenapa kau justru bersikap seperti itu kepada mereka, Madame? Bukankah mereka patut dijatuhi hukuman karena culas? Kenapa kau justru melepaskan mereka?” Isac membuka pembicaraan ketika mobil yang kukendarai mulai melaju santai memasuki kawasan Pusat Kota. Sejak berjumpa dengan dua oknum polisi nakal tadi, suasana hatiku perlahan berangsur membaik. “Tidak ada, aku hanya berpikir jika mereka mungkin akan bermanfaat untukku suatu hari nanti,” jawabku tanpa melihat ke arah Isac. “Tapi bukankah dengan seperti itu berarti kau membiarkan praktik pungutan liar dan korupsi, Madame?” “Sudahlah, Anak Muda. Kepolisian negara ini bukanlah kesatuan yang bersih, banyak praktik korupsi yang terjadi mulai dari akar rumput. Jika kita hanya memutus satu mata rantai, tidak akan ada efek signifikan yang timbul. Kita hanya harus beradaptasi dan memanfaatkan hal itu demi kepentingan kita sendiri.” “Baru kali ini aku melihatmu beraksi secara langsung, Madame. Dan kau benar-benar seorang agen yang kotor.” “Bukan hanya aku yang kotor, Isac. Bianka, gadis manis yang terlihat lugu itu juga memiliki banyak agen sipil yang berasal dari kawasan bawah tanah Pusat Kota yang sangat familiar dengan narkoba dan prostitusi.” “Benarkah seperti itu?” Nada bicara Isac terdengar seperti ia belum pernah mendengar hal ini sebelumnya. “Ya, wajah cantik dan lugu yang ia miliki hanyalah kedok, Isac. Bianka adalah seorang negosiator bisnis kelas hiu. Maka dari itu, Jangan sekali-kali meremehkan orang yang bekerja di lapangan meskipun ia adalah orang baru, karena gadis yang terlihat lugu seperti Bianka, sejatinya adalah femme fatale.” "Femme fatale?" "Ya, perempuan yang mematikan, hahaha." Aku rasa sikap terkejut yang keluar secara spontan dari Isac adalah hal yang wajar karena ia selama ini hanya bekerja sesuai dengan apa yang diminta oleh The Barista, dan ia hanya mengetahui berita-berita hangat yang menjadi perbincangan di organisasi dan juga pengumuman resmi dari mereka. Satu sisi Isac memang orang yang sangat jenius, tetapi sisi lain, kekurangannya dalam berkomunikasi dan egonya yang tinggi membuat ia menutup diri dari banyak kabar burung di luar sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD