Catatan 4

1412 Words
Sebuah mobil city car berwarna putih asal Jepang dengan mesin yang telah dimodifikasi ditambah fitur khusus agen intelijen seperti kaca depan yang dilengkapi tampilan peta GPS dan memiliki kecerdasan buatan terparkir rapi di dalam garasi yang berada tepat di belakang Seaside Bar. Lokasi Seaside Bar yang terletak tepat di pertigaan jalan membuat garasi seakan merupakan bagian lain dari bangunan itu. Jam tangan khusus yang aku gunakan di pergelangan tangan sebelah kiri menjadi kunci bagiku membuka garasi. Dengan sedikit memutar bagian pinggir jam tangan, pintu garasi terbuka tanpa perlu disentuh. Aku segera masuk ke dalam mobil milik Isac dan mulai berkeliling untuk mengenali setiap sudut Kota Nelayan yang panas dan kering. Stasiun kereta Kota Nelayan terletak sekitar 500 meter sebelah barat pelabuhan penyeberangan yang berada di ujung timur kota. Sedangkan Seaside Bar terletak sedikit ke selatan, berjarak sekitar 300 meter dari pelabuhan penyeberangan. Sebuah lokasi yang sedikit tersembunyi untuk dijadikan kedai atau bar mengingat lalu lintas utama Kota Nelayan mengarah ke utara jika dilihat dari pelabuhan penyeberangan. Kasus yang aku tangani kali ini sebenarnya mengharuskanku untuk segera menyelesaikannya, tetapi aku memilih untuk bersantai karena dari dokumen kasus yang aku terima tertulis jika pihak keluarga korban telah menandatangani surat kuasa yang mengatakan bahwa mereka menerima segala keadaan korban ketika ditemukan. Hal itu membuatku merasa dapat bermain-main dengan kasus ini. Terkadang, ketika kita hendak menangkap ikan yang besar, kita harus menggunakan umpan yang besar dan mengorbankan sesuatu yang berharga. Kali ini, aku memilih untuk mengorbankan nyawa para korban. Ayolah, semua oknum petugas mulai dari oknum kepolisian, oknum pengadilan, hingga oknum intelijen memiliki sifat yang sama, yaitu menyukai uang dan tidak peduli terhadap orang lain. Bahkan ketika mereka mengetahui jika aku memiliki relasi dari kriminal kelas hiu, mereka memilih diam selama citra kesatuan mereka tetap terlihat bersih. Jangan salah, di dalam kesatuan penegakan hukum juga ada oknum mafia yang bekerja sama denganku. Dari pelabuhan penyebrangan ketika aku keluar dari Seaside Bar, aku mengemudi ke arah barat, melewati stasiun kereta dan terus ke barat sambil memerhatikan titik-titik vital yang ada di Kota Nelayan. Di sebelah barat Kota Nelayan terdapat rumah sakit, stasiun pengisian bahan bakar, dan juga kompleks sekolah di mana semua jenjang sekolah mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas terlokalisir di satu titik. Dari arah barat, aku berbelok ke arah utara menyusuri sudut terjauh dari pesisir. Di sebelah barat hingga ke utara, terdapat pasar dan beberapa pertokoan yang menunjang kebutuhan pokok masyarakat daerah pesisir. Kantor kedinasan dan pusat pemerintahan juga terletak di daerah ini. Setelah menyusur dari barat ke utara, aku berbelok ke arah timur, mendekat kembali ke arah pesisir. Di sisi utara hingga timur Kota Nelayan terdapat banyak sekali gudang, pusat pengolahan hasil laut, tempat pelelangan ikan, dan juga ada beberapa toko peralatan nelayan di sudut ini. Di ujung timur laut Kota Nelayan, terdapat sebuah pelabuhan ikan yang sangat besar dan padat. Banyak lalu lintas manusia dan kendaraan barang berlalu lalang di sini. Aroma amis khas pelabuhan ikan juga tercium sangat kuat di sini. Beruntung sebagai seorang agen, aku telah terbiasa untuk berada pada lingkungan dengan berbagai karakter sehingga lingkungan beraroma ikan seperti ini tidak membuatku muntah. Aku menjalankan mobilku perlahan menyusuri distrik di sekitar pelabuhan ikan. Tidak terasa, langit barat mulai berwarna jingga pertanda matahari hampir terbenam di kota nelayan. Tanpa sadar aku menghabiskan satu hari penuh untuk berkeliling Kota Nelayan. Saat matahari mulai menghilang di ufuk barat, saat itulah sisi lain dari kehidupan di Kota Nelayan dimulai. Aku memutar arah, masuk ke dalam pelabuhan ikan, memarkirkan mobil di lokasi parkir yang ada di sebelah pintu masuk pelabuhan ikan, dan berjalan kaki di sekitar pelabuhan karena ingin menemui seseorang di sini. “Hai, Nona. Kau cantik sekali,” ucap seorang lelaki paruh baya sambil berjalan mengikutiku ketika aku keluar melewati pintu masuk pelabuhan ikan dan berjalan menyusuri trotoar. “Wah, Nona Manis satu ini sombong sekali rupanya.” Pria yang kutaksir berusia sekitar 50 tahun dengan rambut yang mulai memutih di beberapa bagian, mengenakan topi yang telah kotor dengan debu dan bertubuh gempal itu terus saja menggodaku meski aku tidak mengacuhkannya. “Ayolah, Nona. Bermainlah denganku sebentar!” Pria itu memegang pundakku yang hanya tertutup tanktop dengan kasar, sambil sedikit menarikku ke belakang hingga membuat langkahku terhenti. Aku sedikit melirik ke arah tangan orang tersebut, dan aku melihat jika tangan legam terbakar matahari itu terlihat kotor dan membuatku muak. Aku berbalik dan memandang pria itu dari atas ke bawah dengan tatapan jijik. Terlihat jika pria itu menelisik tubuhku dengan mata penuh nafsu. Ingin rasanya menghajar pria mes*m di depanku saat ini juga, karena tatapan matanya mengisyaratkan jika dia menganggapku wanita murah*n. Tanganku mengepal, menahan emosi agar tidak melayang ke arah wajah mesumnya. Aku menatap mata pria itu sambil memberikan senyum meremehkan dan berkata, “kau ingin bermain denganku? Kenapa tidak mencari tempat yang sepi di sekitar sini?” Pria itu memberikan senyum lebar kepadaku, memperlihatkan gigi kotornya yang menguning di dalam bibir yang menghitam karena rokok sambil mengangguk dengan semangat. “Nona Cantik memang mengerti apa yang aku inginkan. Ikut aku, Nona.” Pria itu menarik tanganku dengan kasar dan menyeretku masuk kembali ke pelabuhan. Sepatu hak tinggi yang aku gunakan membuat langkahku sedikit pincang. Pria itu membawaku menuju ke satu sudut gelap yang tidak jauh dari pintu masuk pelabuhan. Matahari yang telah terbenam sepenuhnya membuat cahaya semakin remang. Sesampainya di tempat gelap itu, pria paruh baya yang menyeretku melepaskan tangannya, lalu berbalik dan mendorong bahuku dengan kedua tangannya hingga aku menabrak dinding yang berada di belakangku. “Ouch!” Aku mengaduh karena dorongan kasarnya cukup membuat bahuku merasakan sakit. Pria itu segera memajukan wajahnya ingin menciumku. Dengan sigap aku menempelkan telunjukku ke bibirnya, sedikit memberikan dorongan agar wajah pria itu sedikit menjauh dariku, memberikan senyum nakal kepadanya sambil berkata, “sabar, Tuan. Aku tahu jika kau ingin segera menikmatiku.” “Tapi kau cantik sekali, Nona. Tubuhmu juga sangat indah, aku tidak sabar ingin segera melakukan sesuatu yang menyenangkan denganmu.” Nafas pria itu tercium sangat busuk tepat di depan wajahku. Aku sampai harus menahan diri agar tidak muntah. Entah kapan terakhir kali ia menyikat giginya, karena aroma mulutnya seperti neraka yang penuh dengan dosa. Sudah cukup, aku sudah kehilangan kesabaran menghadapi pria busuk di depanku. Tapi, aku masih ingin tetap terlihat cantik dan menggoda di hadapannya. Sementara telunjuk kananku menahan bibirnya agar tidak maju, aku gunakan tangan kiri untuk mengelus bagian belakang kepalanya. Ketika pria di depanku mulai menikmati elusan lembutku padanya, aku segera menggunakan lutut kananku untuk menendang tepat di bagian bawah pria mes*m di depanku. “Ahhh!” Pria itu terkejut dan mundur beberapa langkah sambil membungkuk dan tangannya memegang bagian pribadinya yang terasa ngilu karena terkena tendangan. “Dasar wanita j*lang sial*n! Berani kau berbuat macam-macam kepadaku?!” Ketika pria itu hendak menegakkan posisi berdiri, aku segera memegang rambutnya, menjambak ke bawah dan menyambut wajahnya dengan hantaman keras lutut kanan tepat di hidungnya yang membuat tulang hidungnya patah dan cairan merah pekat memuncrat darinya mengotori celana kulit berwarna hitam yang aku kenakan. Karena terkejut, pria mes*m itu segera menegakkan posisi berdirinya sambil mengaduh memegang hidung. Darah segar masih mengalir dengan cukup deras dari sela-sela jarinya. “Aaargh!” Dahi pria itu mengkerut, dalam gelap malam aku dapat melihat jika matanya memerah dan air mata mulai menggenang di sana. Aku memanfaatkan efek kejut yang dialami pria itu untuk memberikan serangan lanjutan sebelum ia kembali mendapatkan fokus dan membalas perbuatanku. Aku langkahkan kakiku dengan cepat ke arahnya, matanya terbelalak ketika melihat kepalan tanganku berada tepat di depan wajahnya. Pria itu memejamkan mata, memiringkan sedikit wajahnya sehingga pukulanku justru mengenai telak di bagian pelipis hingga membuatnya tersungkur seketika. Ketika pria itu mengaduh dan menggeliat menahan sakit di tanah berumput, aku mendekati pria yang telah berantakan di depanku, memberikan senyum sinis sambil melontarkan kalimat yang tidak akan ia lupakan seumur hidup, “kau tahu, Orang Tua? Lain kali berhati-hatilah ketika jika berurusan dengan orang asing. Jika aku mau, aku dapat menggunakan hak sepatuku untuk menghancurkan masa depanmu! Tapi aku masih memiliki rasa kasihan dan mengampunimu. Semoga setelah ini kita tidak bertemu lagi, cuih!” Aku menyemburkan ludah tepat di matanya. Sebuah tendangan penutup aku berikan ke arah kakinya, membuat pria itu semakin meringis menahan sakit, lalu aku melangkah ke luar pelabuhan meninggalkannya terkapar seorang diri. Kota Nelayan benar-benar sebuah kota yang menarik. Sambutan yang diberikan oleh salah satu warga kepadaku benar-benar memberikan kesan yang cukup mendalam di pikiranku. Aku rasa, aku akan sangat menyukai kota ini. Sebelum hari ini berakhir, aku harus menemui seseorang yang dapat menjadi kunci penting dalam penyelidikan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD