Catatan 66

1654 Words
Tiga bulan sudah aku bekerja untuk dua organisasi mafia yang baru kumasuki di negara ini yaitu Hook dan Chain. Awalnya semua berjalan lancar, aku dan Foxy semakin lama juga menjadi semakin dekat. Aku bahkan sempat berdiskusi bersama Foxy tentang idealismeku dan ia juga tampak senang dengan caraku berpikir. Sesekali Foxy sempat menyinggung soal Arena yang berada di bawah Bianka. Namun pada sudut pandang Foxy, Bianka lebih dikenal sebagai Rin, nama asli dari perempuan muda berkelas yang merupakan pioner perempuan The Barista saat ini. Satu-satunya orang dalam The Barista yang masih berhubungan denganku hingga saat ini adalah Juan. Dari informasi yang aku dapatkan beberapa hari yang lalu, saat ini Bianka atau Rin sedang melakukan sesuatu bersama dengan Eva atau Sea. Sayangnya, Juan tidak membocorkan apa yang dua orang itu lakukan padaku. Aku hanya dapat memaklumi hal itu, mungkin Juan tidak ingin merusak suasana hatiku di sini. Aku juga masih rajin untuk bolak balik antara Kota Nelayan dan Kota Utara. Beberapa kali aku menangani transaksi yang dilakukan oleh Chain Broker dan menerima komisi yang jauh melebihi ekspektasi. Aku berada di antara perasaan senang dan sedih. Senang karena mendapat uang dalam jumlah fantastis, sepuluh juta dolar dalam satu kali transaksi, sedih karena aku mendapatkan uang ini dengan cara… begitulah. Beberapa transaksi yang aku lakukan bersama dengan Chain membuat intensitasku datang ke Kota Nelayan sedikit berkurang. Hal itu membuat Zayn sedikit kesal, beberapa kali ia menyindirku yang jarang berkumpul dengan anggota Hook yang lain. Namun Zayn tidak berani menyinggungku secara langsung karena Zayn tahu jika aku saat ini sedang dekat dengan Foxy. Hari ini adalah akhir pekan, Atlantic Harvest sedang tidak beroperasi di akhir pekan seperti ini, namun petugas keamanan masih tetap berjaga 24 jam tanpa henti. Di akhir pekan yang cerah dan panas ini, Zayn memintaku untuk datang ke Atlantic Harvest. Aku mengira ia akan membicarakan pekerjaan Hook denganku, karena ada sedikit masalah antara Hook dan Chain. Namun perkiraanku salah, Zayn justru mengajakku ke kediaman pribadinya untuk berpesta bersama dengan para bidadarinya. Setelah sekian lama aku mengenal Zayn, baru kali ini pria berwajah timur tengah itu membawaku ke kediamannya. Rumah Zayn terletak di bagian barat Kota Nelayan, di salah satu perumahan elit yang dekat dengan pusat pemerintahan. Perumahan ini terlihat mewah, jarak antara satu rumah ke rumah yang lain yang cukup jauh mampu meminimalisir gangguan dan kebisingan yang diciptakan. Di sinilah aku sekarang, berada di rumah mewah bertingkat dengan kolam renang luas yang ada di halaman belakang. Aku tidak sendirian di sini, Zayn sedang mengadakan pesta untuk menghibur dirinya sendiri. Selain aku dan Zayn, banyak wanita yang hadir di tempat ini, tidak lupa juga dengan Alea, selir pribadi Zayn yang tampak selalu setia menemani pria yang telah kehilangan tangan kanannya ini. Pria kaya memang memiliki cara tersendiri untuk menghibur dirinya, ia rela menghabiskan banyak uang hanya untuk kepuasan pribadi. Semua orang tampak bergembira di sini. Perempuan-perempuan berbikini, minuman menyegarkan yang diracik oleh bartender pribadi, musik tropis yang memanjakan telinga, serta udara panas pesisir yang membuat orang bersemangat untuk berjemur menjadi perpaduan istimewa dari pesta yang hanya dihadiri oleh wanita ini. Zayn adalah satu-satunya pria yang ada di tempat ini. Untuk menghormati tuan rumah yang sedang mengadakan pesta kolam renang, aku pun ikut berpakaian seperti para tamu yang lain. Bikini berwarna putih memperlihatkan lekuk tubuh indahku yang meski telah berusia tidak muda lagi namun masih tampak sangat menggoda untuk dilihat. Padatnya aktivitas sehari-hari membuat lemak yang ada di tubuhku terbakar tanpa sadar. Pola makan yang selalu kujaga membuat tubuhku selalu kencang, tidak kalah dengan gadis yang baru mulai menginjak dua puluh tahun. Aku hanya duduk di tepi kolam renang sementar Zayn tampak bersenang-senang bersama dengan gadis-gadis yang ia datangkan entah dari mana. Aku terus memandangnya dengan senyum, Zayn terlihat sangat menikmati suasana pesta siang ini. Tanpa aku sadari, tiba-tiba seorang perempuan dengan bikini berwarna kuning melintas tepat di depanku dan mengambil tempat di kursi sebelahku yang kosong. Pandangan yang terhalang sesaat, membuatku menoleh ke arah perempuan itu duduk. “Kau baru pertama kali datang ke sini bukan, Lilia? Bagaimana menurutmu tempat ini?” Alea yang memakai bikini kuning menatap ke arah Zayn yang sedang sibuk berjoget bersama para gadis. “Menyenangkan, aku tidak menyangka Zayn memiliki selera pesta yang bagus,” sahutku yang ikut melihat ke arah Zayn sambil sesekali meneguk minuman segar yang ada di tanganku. “Kau tidak bergabung ke sana?” tanyaku sambil menunjuk ke arah Zayn. “Tidak, terima kasih. Aku ingin Tuan Zayn sedikit menikmati waktu bersama dengan orang lain,” jawab Alea datar. “Apakah kau tidak cemburu? Bukankah kau kekasih dari Zayn?” Aku menoleh ke arah Alea dan memandangnya dengan serius. “Kekasih? Hahaha… bukan, aku hanya seorang selir, bukan seorang kekasih. Lagipula, terkadang aku juga menikmati bermain dengan orang lain di luar sana,” jawab Alea dengan senyum getir yang mulai tercetak di wajahnya. Dari momen ini akhirnya aku juga tahu jika Alea benar-benar seorang selir, bukan seorang kekasih. Namun dari pengalaman-pengalaman yang pernah terjadi, Zayn tampak sangat perhatian kepada Alea dan hal itu paling tampak saat Alea tersandung masalah di kantor polisi saat kasus kematian Sheera bergulir. Aku sangat bingung dengan sikap yang ditunjukkan Alea padaku. Sesaat, ia dapat bersikap seakan sangat menghormatiku. Namun di saat yang lain, ia dapat bersikap seolah tidak menyukaiku sama sekali. Aku masih belum mengetahui tujuan Alea bersikap seperti itu. Apakah memang ia adalah orang yang memiliki banyak kepribadian, atau memang ia memiliki tujuan tertentu terhadapku? Aku terus saja menatap ke arah Zayn yang sedang sibuk dengan para bidadari yang ada di ujung seberang kolam renang sambil terus berkutat pada pemikiran-pemikiran rumit yang ada di dalam kepalaku. Sesaat kemudian, Zayn melangkah pelan ke arahku dan Alea setelah melambai kepada gerombolan gadis muda berbikini warna warni yang ada di sekitarnya. Saat tiba di depanku, Zayn menarikku dan Alea bergabung ke seberang kolam. Aku pun hanya dapat menuruti apa yang Zayn inginkan, Alea juga tampak tidak keberatan dengan aku yang bergabung bersama mereka. Meski begitu, sesekali aku dapat melihat jika Alea melirikku dengan tatapan sinis, seakan ia cemburu jika aku berada di dekat Zayn. Satu sisi menurutku wajar Alea bersikap seperti itu, meski sisi lain ia juga harus tetap sadar dengan posisinya sebagai selir. Waktu bergulir cepat, siang hari yang terik dan panas telah berganti menjadi sore dengan langit jingga yang memanjakan mata. Banyak orang masih terus berpesta di kolam renang sambil menikmati udara sore yang mulai sejuk dan nyaman. Dengan tetap berpakaian renang, Zayn mengajakku dan Alea menuju ke ruangannya yang sedikit tersembunyi dari kerumunan orang-orang yang berpesta. Di dalam ruangan di mana terdapat sebuah ranjang besar yang tampak mewah tersebut, Zayn mengajakku dan Alea naik ke sana bersamaan. Pikiran pendek dan kotorku membuat kepalaku membayangkan sebuah adegan ranjang “kelompok tiga orang” yang mungkin sedang direncanakan oleh Zayn. Setelah Zayn naik ke atas ranjang, Alea menarik tanganku untuk ikut bergabung bersamanya. Sebagai seorang selir, terkadang Alea memang tidak bersikap egois, ia mau berbagi lelaki dengan perempuan lain. Mungkin ia ingin orang lain juga merasakan keperkasaan Zayn di atas ranjang. Tapi, rencanaku bukan seperti ini. Alea naik ke atas ranjang, melepaskan semua pakaian yang menempel di badannya lalu mulai mencumbu Zayn yang sudah tampak tidak sabar di sana. Dengan perlahan, aku mulai ikut naik dan mendekatkan wajahku ke telinga Zayn. “Tuan, Nyonya Foxy menunggu konfirmasi dari anda,” bisikku dengan nada lembut pada Zayn. Seketika, Zayn langsung menjauhkan Alea dari tubuhnya. Hal itu membuat selir pribadi Zayn tersebut menjadi kesal, sontak wajahnya berubah menjadi lesu. Mungkin Alea mulai merasakan ada sesuatu yang basah pada bagian bawahnya, namun caraku bersikap membuat suasana panas yang mulai terbangun menjadi terganggu. Sayangnya, aku melakukan ini semua karena sengaja ingin mengganggu momen kebersamaan mereka. Aku berusaha menahan tertawa ketika melihat reaksi dari Alea yang kesal namun juga terlihat menahan bir*hi. “Kenapa kau membicarakan pekerjaan di saat seperti ini, Madame? Kenapa kau tidak menikmati waktu kita bertiga saja?” protes Zayn. “Maafkan aku, Tuan. Aku tidak tertarik dengan permainan tiga orang seperti ini. Meski aku terbuka kepada lelaki, tapi aku tidak ingin berbagi kejantanan dengan orang lain di waktu yang bersamaan,” sahutku sambil tersenyum jahat ke arah Zayn dan Alea. Wajah Alea terlihat semakin kesal, ia tidak menyangka aku yang telah masuk ke dalam ruangan ini, rupanya mampu menolak pesona dari Zayn. Aku akhirnya bangkit dan berniat ingin meninggalkan ruangan ini. Zayn tampak kecewa, sedangkan Alea terlihat marah padaku. Aku hanya tertawa di dalam hati karena merasa berhasil sedikit mempermainkan pasangan selir dan pangeran di depanku. Sebelum meninggalkan ruangan ini, aku menyempatkan diri melihat dengan rinci lekuk tubuh dari selir yang selalu merasa bangga dapat berada di dekat Zayn tersebut. Sebuah lekuk tubuh yang istimewa, padat berisi, bukan golongan wanita kurus namun masih tampak kencang menggoda dengan dad* yang sebenarnya tidak terlalu besar namun tetap menggoda. Tapi, satu hal yang menjadi perhatianku adalah, terdapat tato mata rantai yang terukir di tengah dad* milik Alea. Tato yang membuatku merasa sangat curiga. Akhirnya aku meninggalkan ruangan itu, membiarkan Zayn dan Alea bersenang-senang sementara aku menikmati udara senja bersama orang-orang yang sedang berpesta di luar ruangan. Aku kembali duduk di tempatku semula yang tampak masih kosong sejak aku meninggalkannya. Kemudian aku menatap ke depan, ke arah semua orang yang sedang menari diiringi musik tropis sambil menyalakan sebatang rokok yang aku ambil dari tas kecil yang sengaja aku tinggalkan di tempat ini. Langit senja berubah menjadi gelap. Cahaya matahari yang berwarna jingga, kini tergantikan oleh cahaya lembut dari lampu yang memanjakan mata. Tidak terlalu terang dan tidak terlalu gelap, cukup membuat suasana petang ini menjadi syahdu. Aku merasa Zayn cukup pandai dalam memilih pendukung kemewahan rumahnya. Dasar Zayn sebagai orang kaya sejak kecil, membuat seleranya sama sekali tidak murahan. Saat aku terhanyut dalam lamunanku, tanpa sadar telah berdiri dua orang tepat di hadapanku. Ketika aku melihat ke atas, ke arah wajah mereka, aku melihat Zayn dan Alea tengah menatapku dengan sedikit sinis. Wajah mereka sangat tidak santai, padahal mereka baru saja melakukan pergelutan di atas ranjang, aku yakin itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD