Catatan 41

1220 Words
Dua hari selepas kematian Max, aku masih belum berani keluar dari kamar. Aku masih terus termenung, meratapi nasib Max yang tidak dapat diselamatkan. Ketika aku pulang ke apartemen selepas dari Kota Nelayan, itulah saat aku dapat berkabung untuk kepergian rekan satu profesiku tersebut. Di dalam kamar ini pula, aku akhirnya dapat meneteskan air mata dan menangis sekencang-kencangnya tanpa khawatir ada anggota Hook yang akan melihat. Hasilnya, keesokan hari ketika aku bangun, mataku tampak bengkak karena terlalu banyak menangis. Pagi ini ketika aku bangun, aku berjalan perlahan menuju ke jendela yang menghadap tepat ke arah laut. Suara pesisir serta angin pantai yang menerobos masuk ketika aku membuka jendela seakan memberikan obat penenang alami. Aku nyalakan sebatang rokok, lalu kunikmati sambil terus menatap laut dengan pandangan kosong. Tenang, sejuk, begitu damai aku rasakan pagi ini. Meski begitu, kilasan ingatan ketika Max meregang nyawa di hadapanku masih tetap membekas tidak ingin beranjak dari pikiranku. Setelah dua batang rokok aku habiskan selagi menikmati udara pesisir pagi, aku mendengar seseorang mengetuk pintu apartemenku. “Tidak biasanya aku menerima tamu, lalu siapa?” gerutuku penasaran. “Ah mungkin Sheera,” lanjutku, karena memang hanya Sheera satu-satunya orang yang mengetahui tempat tinggalku. “Tapi, dia ada perlu apa?” Tidak biasanya memang gadis berambut pendek itu mengunjungiku. bahkan setelah aku tinggal di tempat ini, tidak pernah sekalipun Sheera datang berkunjung karena ia tahu jika aku bukan tipe orang yang suka basa basi menerima tamu. “Sebentar!” Aku berteriak dari ujung apartemen, berharap orang yang mengetuk pintu mendengarnya. “Tunggu, jika itu memang Sheera, maka tidak akan ada masalah. Tapi bagaimana jika orang yang mengetuk pintu adalah seseorang yang mengincarku?” Pikiranku tiba-tiba melayang tak terarah. Rasa trauma dan khawatir yang aku bawa dari Kota Industri masih melekat erat di kepalaku hingga hari ini. Akhirnya aku mengambil sebilah pisau di dapur, lalu berjalan perlahan ke arah pintu. Aku gunakan lubang intip pada pintu apartemenku untuk memeriksa orang yang datang. Aku dapat bernafas lega ketika melihat Sheera adalah orang yang berdiri di depan pintu. “Tunggu, itu siapa?” Aku melihat kaki seorang perempuan berdiri di belakang Sheera dengan menggunakan rok pendek formal. Sayangnya aku tidak dapat melihat wajah perempuan tersebut karena pengelihatan dari lubang intip ini sangat terbatas. Pikiranku kembali berkecamuk, “bagaimana jika Sheera sedang berada di bawah ancaman, lalu ia datang ke tempat ini karena ditekan oleh seseorang?” Pikiran liarku mampu menahan pintu apartemen agar tetap tertutup. Tidak lama kemudian, aku mendengar Sheera berkata, “mungkin Madame Lilia sedang berada di kamar mandi, Nona Alea. Aku tadi mendengar dengan sangat jelas jika Madame Lilia menjawab ketika aku mengetuk pintu.” “Alea? Datang ke tempatku? Untuk apa? Bukankah ia memintaku beristirahat sementara waktu?” Aku terus bergelut di dalam pikiranku. Rasa curiga terus saja menghantuiku sejak pulang dari Kota Industri. Aku mencoba menarik nafas, menenangkan jantungku yang berdebar kencang. Aku melipat tangan ke belakang menyembunyikan pisau di belakang punggung, lalu aku mencoba sebaik mungkin untuk tersenyum, memasang wajah palsu kemudian membuka pintu apartemen. “Hai, Madame! Bagaimana keadaanmu? Sudah merasa lebih baik? Aku mendengar cerita dari Nona Alea bahwa kau…” Sheera terus saja menyerocos tanpa peduli jika aku yang berada di depannya masih terlihat pucat. Gadis polos itu tampak antusias setelah mendengar cerita dari Alea. Aku hanya dapat tersenyum memaklumi Sheera yang seakan tidak memiliki batas lelah. Alea yang berdiri tepat di belakang Sheera perlahan melangkah maju sambil tertunduk. Wanita itu sama sekali tidak berani bertemu mata denganku. Menyadari hal itu membuatku bertanya kepada Sheera, berkaitan dengan anehnya sikap yang ditunjukkan oleh Alea yang berbeda dari biasanya. Sheera hanya berkata, “oh… Nona Alea hanya malu bertemu denganmu, Madame.” “Malu?” Aku berusaha mengejar kalimat yang diucapkan oleh Sheera. “Ya, karena selama ini Nona Alea telah salah paham kepadamu, hahaha…” Sheera seakan tidak mengerti situasi yang ada di depannya. Memang benar jika gadis yang bekerja di Coco Bar ini memang tidak peka dalam urusan pribadi orang lain. Kepala Sheera hanya berisi sesuatu yang menyenangkan dirinya sendiri seperti uang, lelaki tampan, dan minuman keras. “Kau menahanku dan Nona Alea di depan pintu, Madame, biarkan kami masuk!” protes Sheera. Aku juga tidak menyadari jika masih membiarkan dua gadis polos ini tertahan di luar apartemen. Aku mempersilakan Alea dan Sheera masuk sambil mundur perlahan, menjaga punggungku agar tidak terlihat oleh mereka berdua. Setelah dua gadis itu masuk, secepat kilat aku meletakkan pisau yang dari tadi berada di belakang punggungku di bagian luar pintu apartemen, lalu aku segera menutup pintunya dari dalam. Aku tidak ingin ada pikiran macam-macam dari Alea dan Sheera. Aku mempersilakan dua gadis itu untuk duduk, kemudian aku berjalan perlahan ke dapur, mengambil beberapa kaleng minuman dari lemari pendingin dan kubawa untuk dijadikan teman berbincang. Sheera dengan sigap mengambil minuman itu dari tanganku, sementara Alea tetap diam dan membiarkan minuman yang kuberikan berada di atas meja. “Nona Alea, minumlah!” pinta Sheera sambil mengambil minuman milik Alea dari meja. Alea tampak malu-malu menerima minuman itu dari Sheera. Keanehan tingkah Alea tanpa sengaja membuat suasana hatiku menjadi sedikit lebih baik secara perlahan karena aku menganggapnya lucu. “Sheera, berhentilah menggoda Alea,” seruku. “Hehe… maaf, Madame, melihat Nona Alea yang dari tadi diam membuat jiwa usilku bergejolak,” sahut Sheera sambil menggaruk kepala belakangnya. Aku mengerutkan alis sambil sedikit tersenyum masam mendengar alasan Sheera yang terdengar menyebalkan. “Baiklah, apa yang membawa kalian ke sini?” tanyaku memulai pembicaraan serius. “Hei, aku dan Nona Alea hanya ingin menjengukmu, Madame. Aku bukanlah dirimu yang hanya datang ketika membutuhkan sesuatu,” protes Sheera sambil mendengus kesal. Tapi aku tahu jika mereka memiliki tujuan untuk menemuiku, terlihat dari Alea yang dari tadi bersikap tidak wajar. Aku hanya dapat merespon kalimat Sheera dengan mengukir senyum kesal di wajahku. “Apa yang terjadi, Alea? Kenapa kau murung?” tanyaku kepada gadis yang duduk di sofa single yang ada di hadapanku. Gadis itu masih tetap menunduk dan tidak memberikan jawaban apapun atas pertanyaanku. “Oh iya, bagaimana keadaan Zayn?” lanjutku. “Ah Tuan Zayn? Dia masih berada di rumah sakit sekarang, operasi di tangan kanannya berjalan lancar namun ia masih harus dirawat beberapa hari lagi.” Sheera memberikan jawaban lengkap tanpa aku minta, menggantikan Alea yang masih tetap diam. “Hei, aku bertanya kepada Alea, Sheera, kenapa kau yang menjawab? Lagi pula, bagaimana kau mengetahui informasi itu secara lengkap? Padahal kau adalah orang luar,” gerutuku. Sheera yang mendengar kalimatku hanya tertawa dan berdalih, “aku juga sama sepertimu, Madame, memiliki banyak informan di luar sana. Maka dari itu, jangan sekali-kali kau meremehkan relasi dari muridmu ini.” Sheera menepuk dad*nya perlahan sambil membusung. Aku hanya memutar bola mataku kesal karena sadar jika Sheera mendengar cerita itu dari Alea sendiri. Karena aku ingat, sebelum mengenal Zayn secara langsung Sheera pernah bercerita jika ia kenal dekat dengan orang kepercayaan Zayn. Sikap diam yang dari tadi ditunjukkan oleh Alea, lama kelamaan membuatku merasa kesal. "Lihatlah, Sheera, orang kepercayaan Zayn ini tidak seperti biasanya, ia terlihat sangat murung karena Yang Mulia Zayn kehilangan salah satu tangannya! Mungkin setelah ini Zayn akan menggunakan tangan Alea untuk melakukan aktivitas sehari-hari," sindirku sambil melirik tajam ke arah wanita yang terlihat tidak terpengaruh dengan ucapanku itu. Mungkin Alea sangat terpukul dengan kejadian yang menimpa Zayn. Tapi aku masih tetap bertanya-tanya, ada apa dua wanita jal*ng satu ini menemuiku?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD