Catatan 6

1575 Words
Ketika aku mengelilingi Kota Nelayan dan berakhir di Coco Bar, aku sengaja tidak membawa ponsel karena alasan klise, yaitu aku tidak memiliki tas yang cocok dengan pakaian yang kugunakan. Mungkin hal itu memang terlihat konyol untuk sebagian orang, tetapi aku memang tipe orang yang tidak akan pergi ketika tidak percaya diri dengan pakaianku. Waktu telah menunjukkan pukul 23.15 ketika aku sampai di Seaside Bar yang telah kosong dan gelap. Beruntung pintu depan kedai milik Isac ini dapat diakses menggunakan jam tangan pintar milik The Barista yang membuatku dapat masuk kapan saja meski Isac tengah tidur atau tidak berada di tempat. Sesampainya di kamar, aku segera mengambil ponsel, memasukkan nomor milik Sheera dan mengirimkan foto Zayn kepadanya. Keesokan hari, sepertinya aku bangun terlambat karena ketika aku bangun, dari ruang pelayanan terdengar suara seseorang tengah mengocok minuman pertanda jika Isac tengah sibuk dengan pelanggan. Seperti yang aku tulis sebelumnya, ketika tidur aku terbiasa hanya mengenakan gaun tidur tipis tanpa sesuatu lagi di baliknya. Setelah sedikit merapikan rambut dan baju yang tersingkap, aku melangkah perlahan berniat menggoda Isac. “Selamat pagi, Isac. Hoammm…” sapaku malas sambil bergelayutan pada gawang pintu yang menjadi penghubung antara ruang pelayanan dan ruang belakang. “Selamat siang, Madame Lilia,” jawabnya singkat tanpa menoleh kepadaku. “Ah benar, ini sudah siang, hehe. Sepertinya kau sibuk sekali hari ini,” godaku tanpa beranjak dari tempatku karena gawang pintu ini menahanku untuk pergi. “Bukankah seharusnya kau juga menyapa tamu kedaiku hari ini, Madame?” Aku mengangkat sebelah alis, penasaran dengan orang yang dimaksud oleh Isac. Ketika melihat ke arah tempat duduk pengunjung, tampak seorang perempuan berambut pendek yang tidak asing untukku tengah duduk manis ditemani oleh seorang laki-laki tampan yang terlihat seperti daging segar yang siap dimangsa. Dua orang remaja itu tampak sedang bercanda dan tertawa tanpa henti. Aku tersenyum tipis melihat dua orang yang masih terlihat polos itu. Aura positif yang dibawa oleh dua sejoli itu membuatku berselingkuh dari gawang pintu dan melangkah perlahan mendekat ke arah mereka duduk. “Hai, Sayang. Apakah aku boleh bergabung dengan kalian?” sapaku ketika berada tepat di depan mereka. Si lelaki terlihat sangat terkejut melihat penampilanku yang hanya mengenakan gaun tidur tipis. Setelah melirik sejenak, ia segera menundukkan pandangannya. Sungguh lelaki idaman, di mana ia dapat menjaga matanya dari sesuatu yang dapat mengganggunya, atau mungkin mengganggu orang yang tengah bersamanya. Aku suka dengan pria seperti ini, karena dia terlihat dapat menjaga komitmen. “Tentu saja, silakan duduk, Agen Lilia.” Perempuan manis yang duduk di sebelah si lelaki mempersilakan aku duduk dengan menyebutkan namaku dengan lengkap. Hal itu membuatku terkejut dan duduk di depan mereka dengan canggung. “Tunggu, Bianka. Kenapa kau dengan santai memanggil namaku seperti itu di depan seseorang yang bukan agen The Barista?” Aku menatap tajam perempuan manis di sebelahku yang kunilai lancang dalam bertutur kata. “Ah, maafkan aku. Aku lupa jika kalian belum pernah bertemu. Perkenalkan, dia adalah Daniel, ketua divisi konstruksi dan pengawas proyek Airconst yang sekaligus juga tangan kananku dalam menjalankan misi.” “Oh hai, Daniel. Maaf aku belum mengenalmu. Kenapa kau terus menundukkan pandangan, Pria Tampan? Kau merasa tidak nyaman dengan pakaianku? Haruskah aku buka di depanmu?” Melihat Daniel yang masih tetap tidak melihatku, semakin membuat jiwa penggodaku meronta. “Tidak, aku hanya berusaha menjaga pandanganku terhadap perempuan. Aku seorang pria sehat yang jelas akan tergoda ketika melihat seorang wanita cantik seperti anda. Aku hanya berusaha menghormati dan menghargai setiap perempuan, dan memperlakukan perempuan sebagai layaknya manusia, bukan objek.” Jawaban yang sangat tegas ditunjukkan oleh lelaki tampan yang kutaksir baru berusia awal dua puluh tahun di depanku. “Ah, benar-benar seorang lelaki sejati. Bianka benar-benar beruntung memilikimu, Daniel.” “Sayangnya aku dan Daniel hanya seorang teman, Agen-” “Madame, Panggil aku Madame Lilia. Aku merasa asing dengan panggilan Agen seperti yang biasa kau katakan.” “Maafkan aku, Madame Lilia.” “Baiklah, sudah cukup aku menggoda kalian. Aku akan segera kembali, tunggulah sebentar di sini.” Aku berjalan ke kamar, mengganti pakaianku dengan kaos pendek dan legging selutut yang menurutku nyaman, dan kembali bergabung dengan dua orang itu di meja pengunjung. “Hei Isac! Apakah aku boleh merokok di sini?” teriakku pada Isac yang memang berada cukup jauh dariku. “Silakan, Madame. Di sini bukan kawasan bebas asap rokok!” jawab Isac yang ikut berteriak. Aku mengambil satu batang rokok dari bungkusnya yang kuletakkan di atas meja, kuputar pemantik korek, menghisap dalam batang tembakau yang menurut banyak orang beracun dan kuhembuskan perlahan. Sebuah kenikmatan yang luar biasa ketika mengawali hari dengan sebatang rokok. Aku melihat ke arah Bianka dan Daniel yang terlihat canggung karena kehadiranku. “Apakah aku di sini mengganggu mereka?” pikirku ketika melihat sebuah ruang kosong tanpa obrolan yang tercipta saat aku bergabung lagi dengan mereka. Aku mencoba untuk memecah kesunyian dengan menopang dagu menggunakan tangan di atas meja, menatap Daniel dengan tajam dan mulai mengeluarkan kalimat menggoda kepadanya, “hei Daniel, bagaimana mungkin kau tidak menyukai seorang Bianka? Dia masih sangat muda, bahkan dipercaya untuk mengelola sebuah perusahaan multinasional ketika belum genap berusia 21 tahun, seorang agen yang telah memecahkan sebuah kasus besar dan sangat cantik.” Daniel membelalakkan matanya, dia terkejut dengan apa yang keluar dari mulutku. Wajahnya perlahan berubah sedikit memerah, yang diikuti dengan tatapan mata yang bergerak ke sana kemari. Hal serupa juga dialami oleh Bianka di mana ia tertunduk malu ketika aku berkata seperti itu. Dari sudut pandangku dapat terlihat jika sebenarnya mereka sedang dilanda asmara, tetapi masing-masing masih belum berani mengakui hal itu. “Silakan minuman kalian.” Kehadiran Isac membuyarkan suasana manis yang terjadi di depanku. Tanpa sepatah kata, Daniel dan Bianka segera mengambil minuman itu dan berusaha saling mengalihkan pandangan satu sama lain. Dengan tanpa dosa, Isac mengambil satu tempat duduk dan ikut bergabung di sini. “Hei, kau tidak membuatkan satu untukku?” protesku karena Isac hanya membawa dua gelas minuman. “Kau tidak memesan apapun kepadaku, Madame,” protes Isac yang menyalahkanku, tapi dari wajahnya terlihat jika ia masih menyimpan rasa takut kepadaku sejak kejadian yang menimpanya kemarin. “Hei Daniel, kau jangan mencontoh orang seperti Isac, dia tidak pernah peka terhadap perempuan. Tidak heran jika kedai ini tidak terlalu ramai dengan pengunjung, karena meski Isac cukup tampan, dia adalah orang yang sedikit anti sosial.” Aku menutup ujung bibirku dengan sebelah tangan seakan menutupi pandangan Isac dari apa yang aku katakan dan mengecilkan suara sehingga terdengar seperti orang berbisik kepada Daniel. Daniel tidak berkata apapun dan hanya menanggapi dengan senyuman canggung. Wajah Bianka yang ada di sebelahnya juga terlihat mulai memerah, membuat kulit putihnya terlihat merona dan semakin manis. “Andai saja aku seorang lelaki, aku pasti jatuh hati pada pesona gadis seperti Bianka,” pikirku. “Kenapa kau menghinaku, Madame? Aku sengaja membiarkan kedaiku sepi juga karena lebih memilih pekerjaanku di The Barista. Aku sengaja tidak menjual alkohol karena aku tidak menyukainya. Dan jika kedai milikku ramai seperti Red Coffee, aku akan kehilangan banyak waktu untuk mengembangkan alat-alat baru The Barista.” “Ah, kau hanya mengelak, Isac. Mungkin karena kau anti sosial, sehingga kedai ini tidak ramai pengunjung, hahaha.” Isac terlihat kesal dengan ucapanku. Dari tatapan matanya, terlihat jika sebenarnya ia ingin marah, tetapi tidak berani melawanku karena masih merasa trauma. Isac, pria muda yang benar-benar polos yang masih belum dapat membedakan hal serius dan bercanda. Dalam perbincangan santai seperti ini, dia masih terlihat terlalu serius. Aku rasa sejak aku bertemu dengannya, Isac memang selalu bersikap serius dan hampir tidak pernah bercanda. Hanya celetukan kecil yang terdengar darinya ketika aku baru datang ke tempat ini. “Lalu, apa yang membuat kalian datang ke tempat ini, Bianka?” Aku mencoba kembali mencairkan suasana yang menjadi terlalu panas akibat ucapanku kepada dua sejoli di depanku. “Ah itu, ada sebuah proyek yang kutangani di kota ini, dan mengharuskan aku dan Daniel datang langsung untuk memeriksanya karena sedikit bermasalah. Aku rasa ada permainan mafia di belakangnya.” Wajah Bianka terlihat lesu ketika mengatakan hal itu, rona pipi yang muncul akibat gejolak asmara yang ia rasakan tadi perlahan memudar. “Kalian bisa mengatasi hal itu?” sahut Isac yang terlihat ikut antusias dalam masalah yang dihadapi oleh Bianka. “Tidak masalah, Rin adalah orang yang ahli dalam negosiasi. Kita berdua pasti dapat mengatasi hal itu,” jawab Daniel. “Rin? Ah… Nama asli Bianka! Maafkan aku, hahaha.” Aku merasa malu mempertanyakan hal itu di depan orang yang bersangkutan secara langsung. “Lalu apa yang kau dapat dari menghilang seharian kemarin, Madame?” telisik Isac kepadaku. “Kau tahu jika aku memiliki banyak orang sipil yang menjadi mata-mata, bukan? Kemarin, aku menemui seseorang di pelabuhan ikan, dan memintanya untuk membantuku mencari tersangka.” “Bukankah lebih cepat jika kau yang datang sendiri ke sana?” sahut Bianka. “Tidak… tidak… tidak… kau akan mati jika melakukan hal itu di sini, Bianka. Aku tidak ingin masuk ke sebuah lingkungan asing tanpa persiapan yang matang. Ketika kau menyusup ke dalam Underground Free Fighting dan Arena, kau hanya beruntung karena tidak dihabisi di tempat itu. Tetapi jika kau melakukan hal itu di tempat lain, aku tidak berani menjamin keselamatanmu.” “Saat itu memang aku masih naif dan egois, Madame.” “Kita tunggu saja sebentar lagi. Aku yakin, tidak butuh waktu lama untuk agenku menemukan tersangka kita.” Aku ingin tahu, berapa waktu yang dibutuhkan Sheera untuk menemukan Zayn. Meski Sheera terlihat seperti gadis yang manja, tetapi jauh di dalam diri Sheera, ia menyimpan sebuah fakta yang berbahaya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD