Catatan 2

2210 Words
Aku memulai penyelidikanku hari ini sejak pagi, melakukan rapat dengan agen The Barista pusat kota, sekaligus juga hari ini aku mendapatkan surel dari Z mengenai petunjuk selanjutnya tentang kasus yang tengah berusaha aku pecahkan. Di dalam ruangan khusus Red Coffee, sudah berkumpul agen dari pusat kota seperti Nova dan Bianka. Aku sebagai penanggung jawab kasus kali ini, membuka rapat untuk membahas langkah selanjutnya. Tapi sebelum itu, ada satu hal penting yang ingin aku bahas terlebih dahulu bersama Nova dan Bianka. "Baiklah semuanya, pertama-tama aku ingin membahas tentang kinerja dari agen di pusat kota," ucapku membuka rapat sambil duduk secara tidak sopan di atas meja milik Nova. Terlihat Bianka sedang berdiri di tengah ruangan tidak jauh dari tempatku duduk dan Nova tengah duduk di kursinya sambil memasang wajah serius. "Baik, apakah kau ingin melakukan evaluasi kerja agen The Barista pusat kota, atau apa?" jawab Nova. "Benar, aku tidak menyangka jika kinerja agen di sini sangat lambat," terangku. "Aku tidak menyalahkanmu, Bianka. Bukan kau yang lambat, tapi Nova. Kau anak baru di sini, mungkin belum terlalu mengenal The Barista selara menyeluruh," imbuhku ketika melihat mata Bianka terbelalak karena ucapanku. Dalam diam, Bianka terlihat tidak dapat menerima apa yang telah aku ucapkan. Nova juga terlihat diam dan tidak menjawab ucapanku, seperti menunggu hal apa yang akan aku bicarakan selanjutnya. "Aku ingin bertanya kepadamu, Nova. Kenapa kau membutuhkan waktu bertahun-tahun hanya untuk menyelesaikan sebuah kasus pembunuhan? Padahal kau hanya butuh dua bulan untuk meringkus pengunggah video yang sekaligus merupakan salah satu tersangka. Bukankah dari sana kau dapat langsung meringkus Nugraha? Kenapa kau justru memungut perempuan tanpa dosa dan kau masukkan ke dalam neraka bernama The Barista?" Alunan suara lembut namun tegas yang aku keluarkan, mampu membuat Nova yang duduk di tempat yang lebih rendah dariku terlihat gemetar. Nova tertunduk dan terdiam beberapa saat. Matanya menatap tajam ke arah meja dalam hening, sebelum kemudian mulai membuka mulutnya. "Maafkan aku, aku yang bersalah atas semuanya," jawab Nova singkat. "Kau punya pembelaan, Nova?" "Jika kau mengizinkanku untuk membela diri, Lilia. Maka aku akan membela diriku dan The Barista pusat kota. Saat itu, The Barista dengan kekurangan orang. Hanya ada aku dan Sea, agen kunci yang saat itu sedang tidak sibuk. Sisanya hanya agen yang bertugas sebagai eksekutor." Ucapan Nova terdengar tegas dan lugas, namun aku dapat merasakan getaran ketakutan yang terasa samar dari nada bicaranya. "Lalu? Kau ingin mengorbankan seseorang lagi, ha?! Kau tahu? Sebenarnya kau hanya takut untuk terjun langsung ke lapangan, kau takut kejadian yang membuatmu kehilangan para agen pribadimu terjadi lagi. Maka dari itu kau hanya bersembunyi di dalam kedai kecil seperti ini dan tidak melakukan apapun kecuali memerintah orang lain. Apa kau sudah lupa? Kau bahkan hampir mengorbankan Bianka sebelum dia resmi bergabung ke dalam The Barista! KAU ADALAH EKSEKUTIF PRESIDEN DARI THE BARISTA! Apa kau sudah lupa akan hal itu?! Banyak hal yang harus kau perhatikan, Nova! Bukan hanya keselamatanmu sendiri!" Aku benar-benar marah kepada Nova. Nadaku berbicara benar-benar tinggi, kencangnya teriakanku membuat suaraku bergema ke seluruh ruangan. Tapi, aku merasa wajar jika marah, karena banyak kebusukan Nova yang selama ini tidak diungkap oleh para agen yang lain. "Ingatlah, Nova. Agen yang berasal dari generasi kita hanya tersisa beberapa orang, dan kita semua bergantung pada perintah darimu. Jika kau masih egois seperti ini, kau akan tahu apa akibatnya! Jangan lupakan ini, Nova. Kau mengenalku jauh lebih baik dibanding agen lain." Aku kembali menurunkan suaraku, aku tahu, jika terus menerus menaikkan suara akan membuat keadaan rapat hari ini menjadi tidak kondusif. Meski nada bicaraku telah menjadi sedikit lebih tenang, aku tetap merasa benar-benar kecewa dengan pekerjaan yang dilakukan oleh Nova dua tahun ke belakang. Meski hasil kerja The Barista pusat kota banyak dipuji oleh pemerintah dan Badan Intelejen, termasuk kasus yang ia pecahkan dalam kurun waktu dua tahun itu, tapi bagiku cara Nova bekerja harus diubah menjadi lebih baik. "Tunggu, Agen Lilia. Apa maksud anda dengan eksekutif presiden? Kak Nova..." "Ya, Nova adalah eksekutif presiden. Aku yakin dia tidak pernah memberitahukan hal ini kepadamu. Kau tahu apa alasannya? Karena dia tidak ingin kau menganggap jika semua hal ini adalah tanggung jawabnya. Nova ingin lari dari tanggung jawab mental terhadapmu, Bianka!" seruku memotong perkataan Bianka yang belum selesai. Aku berjalan perlahan mendekati Bianka yang berdiri di tengah ruangan sambil kembali meninggikan suaraku. "Cukup! Cukup Lilia!" Teriakan Nova berhasil menghentikan langkahku, dan membuatku menoleh ke arahnya yang tertunduk dengan badan gemetar di kursinya. "Kenapa, Nova?! Kau takut? Traumamu terpantik? Kenapa?!" Aku membalikkan badanku menghadap Nova, namun aku sengaja menahan langkahku untuk mendekat ke arahnya. Kali ini aku beradu urat dengan Nova yang seakan tidak terima dengan semua hal yang aku katakan kepadanya. "ARGHHH!" Nova melempar semua benda yang berada di atas meja miliknya. Sejenak, aku melihat ke arah Bianka yang terlihat terkejut ketika Nova yang marah seperti ini. Wajah terkejutnya menunjukkan jika selama Bianka bergabung dengan The Barista, ia belum pernah melihat Nova yang meledakkan emosinya seperti hari ini. Pandanganku beralih kepada Nova yang tertunduk dan menangis sekencang-kencangnya setelah melempar semua benda yang bisa ia jangkau. Aku beranjak dari tempatku berdiri, berjalan mendekat dan memeluk Nova dari belakang. "Aku tahu, semuanya memang berat. Tapi jangan sampai kau mengorbankan orang lain lagi, aku tidak ingin hal itu terjadi lagi. Sekarang aku ingin kau fokus memperbaiki kinerjamu di kasus yang kita hadapi saat ini. Aku akan membantumu. Bangkitlah, Jagoan. Jangan biarkan anak kecil di dalam dirimu hangus terbakar oleh egomu," ucapku lirih kepada Nova. Nova mengangguk pelan, dan aku melepaskan pelukanku darinya perlahan. Nova menegakkan badannya, matanya terlihat merah dan wajahnya basah karena keringat yang tercetak di dahinya. Nova mengambil nafas panjang, menengadahkan kepalanya sambil memejamkan mata, dan mulai tersenyum perlahan. Sejenak, aku merasa senang. Bujuk lembutku berhasil memantik kembali Nova yang terlihat tidak memiliki semangat untuk melanjutkan tanggung jawabnya sebagai seorang agen. Di masa lalu, Nova dan aku memang memiliki kenangan pahit di mana kita kehilangan banyak agen dan harus memulai The Barista dari awal. Luka lama itu yang aku rasa membuat Nova tidak bekerja sebagai mana seharusnya. Tapi mulai sekarang, aku akan mengembalikan Nova menjadi pribadinya yang seharusnya. Setelah Nova menjadi lebih tenang, aku kembali duduk di meja tepat di hadapan Nova. Dari sudut pandangnya, aku yakin jika ia dapat melihat jelas bagian belakangku yang memiliki lekukan yang dapat mejerat kaum adam. Tapi Nova memang bukan orang yang mudah tergoda, dan dia tidak bereaksi apapun ketika aku sedikit melirik ke arahnya. Di ujung lain, Bianka masih mematung dan wajahnya masih terlihat bingung. "Lebih baik kita lanjutkan rapat hari ini langsung pada intinya," sahutku sambil menggeser posisi dudukku sedikit ke belakang sehingga aku dapat ikut memeriksa berkas yang aku terima sementara Nova membuka komputer miliknya. "Ah, baiklah." Bianka mengedipkan matanya beberapa kali, berusaha mendapatkan fokus yang sempat hilang beberapa saat yang lalu ketika melihat konflik kecil di depannya. Rapat dilanjutkan dengan informasi yang aku dapatkan dari Z. Aku membacakan setiap rinci data dari surel tersebut yang berisi tentang semua hal yang aku butuhkan untuk memecahkan kasus ini. Salah satu berkas yang dikirim oleh Z adalah sebuah video yang memperlihatkan keadaan korban yang berada di dalam penjara sempit. Para korban disekap di dalam sebuah ruangan yang tidak memiliki apapun di dalamnya. Banyak kotoran manusia terlihat di bagian pojok penjara karena tidak terdapat toilet dan air di dalam sel. Para korban hanya bisa terduduk berdekatan seakan saling menghangatkan satu sama lain. Terdapat sebuah video di mana seorang pria dewasa masuk ke dalam sel dan menyeret salah satu korban, membawa korban tersebut keluar dari tahanan. Beberapa saat kemudian, korban kembali ke penjara dalam keadaan penuh luka dan darah di sekujur tubuhnya. Nova tidak terlihat terkejut dengan apa yang ia lihat, karena Nova memang terbiasa memeriksa berkas aneh dari berbagai kasus yang ditangani. Aku sedikit melirik ke arah Bianka, di mana ia menggelengkan kepalanya perlahan, dan matanya mengitari ruangan sambil menggembungkan sebelah pipinya. Benar-benar seorang agen muda yang polos. Aku kembali melihat ke layar komputer di mana Nova mulai membuka berkas selanjutnya. Dalam berkas selanjutnya terdapat sebuah dokumen yang berisi data diri pelaku utama serta denah lokasi tempat korban disekap. Dari data yang dikirm oleh Z, pelaku penculikan merupakan seseorang dari Kota Nelayan, yang berjarak sektar dua jam naik kereta dari pusat kota. Pelaku merupakan penculik kelas kakap yang sudah menculik puluhan orang, bernama Zayn. dalam berkas tersebut juga foto dari pelaku penculikan. Terlihat di dalam foto tersebut, Zayn merupakan seorang pria berbadan tegap, berkulit bersih dan berparas cukup tampan. Wajah Zayn seperti campuran antara timur tengah dan barat. Dari data yang dikirim Z pula aku mengetahui jika Zayn berusia di akhir 20 tahun-an, tidak jauh berbeda dengan usiaku. Sudut bibir sebelah kananku sedikit terangkat setelah melihat foto dari pelaku yang merupakan target operasiku kali ini. Aku rasa, misi penyelidikanku akan menyenangkan kali ini "Lilia, kita bisa melakukan penyergapan terhadap Zayn sekarang. Bukti yang kita dapatkan sudah lebih dari cukup untuk memberikan hukuman kepadanya. Seperti yang kau bilang ketika evaluasi, saat kita mendapat barang bukti yang cukup, maka kita dapat menangkapnya daripada mengorbankan orang lain lagi." Nova terlihat antusias ketika mengetahui jika aku mendapatkan data secepat ini. "Nova, kau pernah mengetahui tentang insting seorang mata-mata?" Aku menatap tajam ke arah Nova, sebuah senyuman jahat terukir jelas di bibirku. "Apa maksudmu, Lilia? Jangan bilang jika kau..." Mata Nova terbelalak ketika ia dapat menebak isi pikiranku. "Tepat sekali, Nova. Tepat seperti yang kau pikirkan." Aku tersenyum tipis mendengar Nova telah mengetahui apa yang aku pikirkan. "Lilia, tapi itu sangat berbahaya. Apakah kau yakin?" "Aku sangat yakin, Nova. Aku akan terjun langsung ke Kota Nelayan, menyelidiki kasus ini secara langsung, dan menangkap seekor ikan besar. Aku tidak suka dengan orang yang bermain dengan nyawa manusia seperti ini." Aku sesekali menjilat jari tanganku sendiri. Adrenalinku mendidih ketika membayangkan akan bertemu dengan target operasi yang memiliki badan sesuai dengan tipe idamanku. Aku hanya berharap, kepribadian Zayn tidak membuatku kecewa seperti Jacob. Aku sangat suka dengan misi menantang maut seperti ini. Terkadang aku berharap tidak bisa pulang dan mati tercabik-cabik saat menjalankan misi, tetapi insting bertahan hidupku lebih besar dari keinginanku untuk mati. "Tapi..." "Ssst, aku tidak menerima penolakan, Jagoan Kecilku." Aku meletakkan telunjuk kananku tepat di tengah bibir Nova dan memotong ucapannya yang belum selesai ia lontarkan. Aku memang sangat suka memotong omongan orang lain seperti ini, karena membuatku merasa superior terhadap lawan bicaraku. "Hhh... baiklah, aku akan menghubungi agen bagian Kota Nelayan agar dia menyambutmu di sana." Nova menghela nafas pasrah ketika mengatakan hal itu. "Permisi, maaf menyela. Jika kita menghubungi agen di Kota Nelayan, artinya tanggung jawab kasus akan jatuh ke Kota Nelayan?" Bianka mengangkat tangan kanannya, melontarkan pertanyaan dengan wajah polosnya yang menggemaskan. Aku tersenyum sejenak, kemudian beranjak dari tempatku dan berjalan perlahan mendekati Bianka. "Tentu tidak, Bidadari Kecilku. Kasus ini akan tetap menjadi tanggung jawab The Barista pusat kota, dan aku juga tentunya. Dalam kasus ini, aku adalah agen dari The Barista pusat kota, kau tahu?" sahutku menyentil pelan hidung dari gadis muda yang manis itu. Sore hari setelah rapat berakhir, aku mulai berkemas dan berangkat menuju Kota Nelayan menggunakan kereta api. Bianka mengantarku dari Red Coffee menuju stasiun kereta. Saat aku tiba di Kota Nelayan, aku disambut oleh seorang anak remaja yang manis, berdiri di dekat peron kereta menungguku turun dari kereta. Aku melihat anak itu menoleh ke kanan dan ke kiri mencariku ketika kereta yang aku tumpangi berhenti di stasiun. Mungkin anak itu belum terlalu mengenali penampilanku yang saat ini sangat berbaur dengan warga sekitar. Aku mendekati pemuda itu perlahan, kemudian menyapanya. "Selamat malam, Tuan. Saya adalah pelancong yang beru pertama kali mendatangi Kota Nelayan. Apakah anda tahu tempat minum kopi yang enak di daerah ini?" sapaku kepada pemuda itu. Dia terkejut dan menjawab, "ah, Anda mengejutkanku, Nyonya. Lewat sini, aku akan menunjukkan tempat minum kopi terbaik di kota ini. Sebenarnya aku sedang menunggu seorang teman, tapi sepertinya temanku menggunakan kereta selanjutnya, jadi aku masih bisa mengantarmu berkeliling sebentar," jawab pemuda itu ramah kepadaku. "Aku ingin tahu, apakah stasiun Kota Nelayan adalah stasiun terakhir?" tanyaku kepada pemuda itu sambil berjalan berdua menuju ke luar stasiun. "Benar, Nyonya. Setelah Kota Nelayan tidak ada stasiun kereta api lain karena kota ini adalah kota penghubung antara pulau utama dengan pulau tetangga. Mari, tempat minum kopi tidak terlalu jauh dari stasiun. Kita hanya perlu berjalan kaki sedikit." Pemuda itu memberikan petunjuk arah kepadaku sambil mengajakku bercengkrama sesekali. Dia menceritakan sedikit seluk beluk Kota Nelayan dengan antusias, hingga tanpa terasa aku sampai di depan sebuah kedai kecil yang berada dekat dengan pelabuhan. Kedai kecil bertema pantai tropis itu terkunci dari luar, teelihat dari si pemuda yang mengeluarkan kunci dari saku celana ketika akan memasuki kedai. Setelah dipersilakan masuk, aku langsung melemparkan badanku ke salah satu sofa yang terdapat di tempat itu. Aku merasa cukup lelah dengan hari ini dan ingin segera menutup mataku dan tidur. "Jika kau membutuhkan tempat beristirahat, kau bisa menggunakan salah satu kamar di belakang, Madame Lilia," sapa pemuda itu kepadaku yang terlihat kelelahan. "Kau manis sekali, Agen Isac. Kau sungguh imut dan manis, maukah kau menjadi kekasihku?" jawabku manja sambil membalikkan badanku dan melihat Isac yang sedang sibuk membersihkan tempat kerjanya. "Jika aku seumuran denganmu, mungkin aku tidak akan menolak, Madame. Hahahahaha" Begitulah catatan penyelidikanku hari ini berakhir dengan pertemuanku dengan agen The Barista Kota Nelayan bernama Isac. Aku masih menerka-nerka dengan apa yang akan terjadi kepadaku di kota ini. Apakah aku akan bertemu pangeran tampan dan mengakhiri masa lajangku?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD