Kebencian Clarista dan Kepedulian Kakak Ipar

2045 Words
Elang Susiono Albarek, semua orang tau, ia adalah cowok tampan yang digandrungi banyak gadis tapi hanya memantapkan hati pada gadis yang bernama Clarista. Rahang yang tegas, alis tebal, bibir kissable, iris mata berwarna hitam dan jangan lupakan hidung mancung bak prosotan anak TK, serta rambut yang lumayan panjang menambah kesan tersendiri bagi para pengaggumnya yang tak lain adalah para kaum hawa. Banyak yang bilang bahwa dia adalah titisan Dewa Yunani. Elang adalah cowok SMA yang paling digandrungi banyak cewek-cewek di SMA Barrek Highschool. Ya, sekolahan swasta milik keluarganya. Bisnis keluarganya ada di segala bidang dan tersebar di seluruh penjuru negeri. Meskipun banyak yang mendambakan sosok Elang, cowok itu hanya terpikat oleh satu gadis bernama Clarista Adipati Suseno. Anak pengusaha kaya di Indonesia yang juga merupakan mitra kerja keluarga Elang Clarista termasuk salah satu gadis yang beruntung, karena benda apapun yang Clarista mau, dapat gadis itu beli. Sama seperti Elang, apapun yang Elang mau, bisa didapatkannya dengan mudah. Dan, mereka berdua adalah pasangan yang paling serasi. Ya, sangat serasi dan sayangnya tidak bisa melengkapi. Mereka hanya berjalan sebagai orang yang sama-sama menghabiskan harta kedua orang tua. Clarista terlihat hampir sempurna dengan tubuh dan wajah yang cantik. Bagaimana tidak, apapun yang gadis itu inginkan pasti akan terpenuhi. Merawat diri di klinik kecantikan ternama, pun Clarista bisa. Bahkan tak jarang Clarista pergi ke luar negeri untuk itu. Pakaian yang dikenakannya jarang sekali tidak bermerk. Sayangnya, segala sesuatu yang gadis itu punya menjadikannya sedikit congkak terhadap kaum dibawahnya. Meski begitu, bagi Elang itu tidak masalah. Tentu tidak masalah, karena keduanya memiliki sifat yang sama. Sama-sama menjunjung tinggi kekayaan orang tua mereka di depan semua orang. Elang berdiri di dalam kamarnya, melamun lewat kaca jendela yang ada dan memandangi pemandangan di luar. Acara belum selesai, tapi ia muak berada di sana. Ia memutuskan ke dalam dengan alasan pusing, sementara Clarista masih bersama kedua orang tuanya berbincang-bincang. Banyak yang Elang pikirkan. "Hidup gue, nggak pernah tenang," gumamnya pelan. "Kenapa Mama, Papa harus nikahin gue sama cewek yatim yang gak ada cantik-cantiknya sama sekali." Elang menunduk, menghembuskan napas pelan. Susiono dan Erika adalah pasangan suami istri dengan jiwa sosial yang cukup tinggi. Apalagi mereka terkenal sebagai pengusaha kaya raya di Indonesia--maka dari itu kedua orang tuanya itu seakan ingin membuat image keluarga menjadi lebih baik lagi dengan cara menikahkannya dengan Sabina. Sebenarnya, omong kosong apa itu? Harusnya, bisa saja orang tuanya menhjodohkannya dengan gadis lain yang lebih jelas asal-usulnya. Kalaupun ingin merubahnya, ia tidak perlu sampai harus menikah. Mereka beralasan, dengan menikahkannya dengan Sabina maka orang-orang akan menilai keluarga Susiono bukanlah keluarga yang memandang derajat seseorang ketika menjalin hubungan kekeluargaan. Dalam artian, siapapun bisa menjadi keluarga mereka. Dari kalangan manapun. Yang Elang tahu, orang tuanya memang sudah mengenal Sabina cukup lama. Kemungkinan, semenjak keduanya sering sekali memberi donasi kepada panti asuhan di mana Sabina tinggal. Itu yang pernah ia dengar sedikit dari kakaknya. Dan katanya, mereka berharap bahwa dengan menikahkannya dengan Sabina maka Sabina perlahan bisa merubah sifatnya yang terlalu pemarah, congkak dan segala sifat yang tidak baik darinya. Elang mengeram frustasi menarik kuat-kuat rambutnya. Sungguh, omong kosong macam apa ini?!! *** Sabina memang tak seberuntung Clarista yang bisa membeli apapun yang gadis itu mau. Tapi, Sabina selalu dikelilingi oleh orang-orang yang menyayanginya. Seperti pemilik panti asuhan, misalnya. Ibu panti bukanlah orang tua kandungnya, tapi beliau menyempatkan diri datang ke rumah Bu Erika untuk menyaksikan pernikahannya. Untungnya, ibu panti datang bersama Ratna dan Galih. Mereka berdua juga tinggal di panti. Acara pernikahan sudah selesai, semua tamu undangan yang kebetulan hanya kerabat dekat karena acara ini memang dirahasiakan kepada beberapa kalangan. Sabina yang merasa letih langsung masuk ke kamar miliknya. Jujur saja, Sabina tidak bisa membendung air matanya ketika sudah masuk ke dalam kamar. Bukan, ia tidak terharu dengan dekorasi kamar yang di dekor sedemikian rupa. Ia hanya tidak menyangka, sekarang statusnya sudah berubah. Dan semakin tidak menyangka ia harus menikah dengan laki-laki yang tidak ia kenal dan tidak mencintainya. Sabina terisak pelan, pernikahan ini menyakitinya. Sungguh. Sabina hanyalah remaja yang hatinya penuh kesabaran, baik, serta sangat menyayangi anak kecil. Sifatnya sangat berbanding terbalik dengan Clarista. Sabina juga cantik bahkan tanpa polesan sedikitpun. Oleh karena sifat dan segala kelebihan yang Sabina punya maka kedua orang tua Elang mantap untuk menjadikan Sabina sebagai menantunya. Tidak hanya orang-orang di sekitar panti saja yang menyayangi Sabina, Erika serta Susiono juga menyayanginya. Erika, wanita itu sangat menyayangi Sabina, karena memang dari dulu perempuan itu mendambakan anak perempuan. Tapi sayang, Tuhan menakdirkannya untuk memiliki dua anak laki-laki yakni, Wiliam Susiono Albarek dan Elang Susiono Albarek. Wiliam sebagai kakak, sudah menikah lebih dulu dan tinggal di Australia. Meski bersaudara, sifat keduanya juga berbeda. Wiliam lebih sering sabar daripada Elang. Putra Sulung itu tentunya juga lebih dewasa pemikirannya daripada Elang, dan Wiliam juga lebih ramah daripada Elang. Karena kakaknya sudah menikah lebih dulu, akhirnya kedua orangtuanya meminta Elang agar menikahi Sabina. Mungkin, jika Wiliam belum menikah maka Wiliam-lah yang akan dinikahkan dengan Sabina. Awalnya Elang sempat menolak dan memilih untuk pergi. Tapi, kedua orangtuanya mengancam akan mengambil semua fasilitas yang Elang punya. Tentunya Elang merasa terancam dan Elang mengurungkan niatnya. Sabina tau, Elang terpaksa menikahinya. Saat pengurusan pakaian pernikahan pun Elang tidak suka. Ada satu hal yang membuat Sabina sedih, yaitu tentang dirinya yang harus di madu. Ini sangat menyayat hatinya, sudah cukup dengan kenyataan bahwa ia tidak dicintai oleh Elang. Dan itu harus ditambah dengan Elang yang juga menikahi Clarista. Tidak bisa dibayangkan, ketika semua t***k-bengek pernikahan sudah direncanakan, Clarista yang notabennya adalah pacar Elang juga meminta untuk dinikahi karena tidak rela jika Elang sampai menikah dengan Sabina. Saking tidak relanya, sampai-sampai keluarga Clarista datang kerumah Elang. Tentu, Suseno sebagai kepala rumah tangga sigap mengambil keputusan. Pria itu tidak mungkin membatalkan pernikahan Elang dengan Sabina sedangkan undangan sudah disebar kepada seluruh partner kerja. Dan, tidak mungkin juga mengabaikan permintaan pacar Elang. Pak Susiono terlalu takut image keluarganya buruk. Maka untuk menyelesaikannya, Suseno memutuskan agar Ijab Qobul Clarista dilakukan dihari yang sama. Itu dilakukan karena keluarga Clarista yang terus mendesak. Serta Clarista yang tidak mau dinikahkan setelah acara Elang dan Sabina selesai. Gadis itu maunya sebelum acara Elang dan Sabina dilaksanakan. Sebenarnya, Elang sendiri pernah meminta kepada ibunya untuk dinikahkan setelah lulus atau beberapa tahun lagi. Tapi, sayangnya Erika menolak dengan alasan yang tidak bisa Elang terima. Bu Erika berkata bahwa pernikahan Elang dengan Sabina harus dilakukan secepatnya agar beberapa perusahan juga melirik perusahan keluarganya karena pemberitaan baik yang tersebar. Dengan begitu, akan banyak perusahan yang bekerja sama dengan perusahan keluarganya. Lagi, mau tidak mau Elang harus menerima semua keputusan orangtuanya dan Sabina merasa sedih akan itu. *** Masih dihari yang sama hanya berbeda waktu, Elang yang baru selesai mandi dan berganti pakaian langsung mendudukkan dirinya di sofa mewah di ruang keluarga. Di sana, sudah Ada, kedua orang tua Elang, Wiliam dan kedua istrinya. Istri Wiliam memang tidak ikut ke Indonesia, katanya sedang banyak pekerjaan. Dan, kedua orang tuanya memahami itu. "Jadi, kalian sudah tau kan maksud Papa menyuruh kalian untuk kumpul di sini?" tanya Susiono dengan intonasi suara yang tegas, menggambarkan sosok kepala rumah tangga yang sebenarnya. Anak dan menantunya mengangguk. "Jadi begini, karena seperempat perusahan Papa dipegang oleh Wiliam, dan, sekarang Elang sudah menikah tentu sudah punya tanggung jawab untuk menafkahi kedua istrinya, maka dari itu Papa ingin menyerahkan setengah perusahan yang Wiliam pegang ke Elang," jelas Susiono. Wiliam hanya tersenyum menanggapi itu, laki-laki itu ikhlas dengan keputusan ayahnya. Bagaimana pun, apa yang laki-laki itu punya sekarang adalah pemberian dari ayahnya. Jadi, Wiliam tidak perlu marah ketika sebagiannya diambil kembali oleh Susiono. Sementara itu, Elang menegakan kepalanya, ia menatap ayahnya dengan ekspresi datar. Sebagai remaja yang masih ingin menikmati masa mudanya tentu tidak ingin menghabiskannya di dunia perkantoran. Ia masih ingin menikmati hidup sebagai mana mestinya seorang remaja. "Jadi, bagaimana Elang, apa kamu bisa menjalankan perintah Papa?" Semua tatapan beralih ke Elang yang masih setia diam. Mereka menunggu dengan harap-harap takut. Elang mudah marah, mereka takut Elang akan mengatakan hal yang tidak-tidak jika tidak setuju. Elang berdiri dari duduknya hingga membuat semua mata yang berada di ruangan itu menatapnya cemas, mereka "Aku nggak akan mau! Udah cukup ya, Papa sama Mama nyuruh aku buat nikahin dia!" tolak Elang keras, dia jiha menunjuk Sabina yang duduk di sebelah Bu Erika. Sementara itu, Sabina sempat terkejut dan langsung menundukkan kepalanya. Ia tidak tau harus bagaimana, Elang benar ini semua karena dirinya. Elang beralih menatap kedua orang tuanya. "Jadi, jangan ngatur-ngatur Elang lagi. Elang punya kehidupan sendiri!" ujarnya lagi masih dengan intonasi marag, lalu meninggalkan ruangan itu begitu saja. "KAMU SUDAH BERANI BERTERIAK DI DEPAN PAPA, LANG!" *** Clarista menarik tangan Sabina menuju ruang di mana kolam renang berada. Gadis itu menarik tangan Sabina secara kasar membuat pemilik tangan meringis kesakitan. "Aww, sakit Kla," ringisnya pelan. Clarista malah memelotot tidak suka. "Gara-gara lo, Elang jadi dimarahin sama ortunya! Lo mikir nggak sih, hah? Lo tuh beban di rumah ini!" bentak Clarista dengan telunjuk mengarah ke wajah Sabina. Sabina tidak diam namun juga tidak melawan, dia berusaha dengan susah payah untuk mengontrol air matanya agar tidak jatuh. "Apa kamu lupa kalau kamu juga istri Elang?" Sabina memberanikan diri untuk membalas. Sabina tau, Clarista menyalahkannya karena perkataan Susiono yang memaksa Elang untuk mengurus perusahaan, mengingat cowok itu punya dua tanggung jawab dan sekarang Clarista malah memarahinya. Sepertinya, Clarista lupa kalau dia juga istri Elang. "Papa Susiono kasih tugas itu ke Elang, karena Elang punya tanggung jawab untuk menafkahi dua istri. Kamu denger kan, Papa Susiono bilang itu?" Clarista terdiam bersamaan dengan ekspresinya yang sudah berubah. "Lo anak yatim tapi songong banget, ya?" Intonasi suara Clarista terdengar tidak suka. "Apa lo pikir setelah lo jadi keluarga Albarek lo akan berubah, hah?! Lo akan jadi orang kaya yang tajir melintir, hah? Enggak! Lo tetep anak yatim piatu yang nggak punya orang tua, yang enggak tau asal usul keluarga lo!!" bentak Clarista lebih keras. Kali ini, Sabina benar-benar tertohok oleh perkataan Clarista. Ia tidak pernah punya niat seperti itu. Hatinya sakit mendengar kalimat Clarista, matanya berkaca-kaca tapi ia masih berusaha menahannya. Saat masih tinggal di panti asuhan, ia selalu diajarkan untuk selalu sabar dalam menghadapi situasi apapun bahkan sesulit apapun itu. Oleh karena itu, Sabina hanya menanggapi ucapan Clarista dengan senyuman saja, meski ia berusaha sekuat mungkin untuk tidak menangis. Ia tidak mau dianggap lemah. Hal itu justru membuat Clarista semakin geram. Dengan begitu, Clarista mendorong bahu Sabina yang berdiri di depannya hingga gadis itu terjatuh dalam kolam renang. Clarista yang berdiri di bibir kolam mengamati Sabina dengan tersenyum puas karena ternyata Sabina tidak bisa berenang. Segera, setelah menertawakan Sabina, Clarista beranjak dari tempatnya sebelum ada orang yang melihatnya. Sementara itu, Sabina terus berusaha menggerakan-gerakan tangannya agar tidak tenggelam, kepalanya naik turun, menyembul di atas air lalu terbenam lagi. Tidak bisa menghitung berapa banyak air yang sudah ia telan. Saat napasnya hampir habis, satu sosok laki-laki memasuki ruangan itu dengan bertelanjang d**a. Wiliam yang berniat ingin menyegarkan diri dengan berenang tiba-tiba dibuat terkejut saat matanya tidak sengaja mendapati Sabina berada di dalam kolam dengan susah payah mempertahankan diri agar tidak kalah dengan air. Tidak menunggu lama, Wiliam segera menyeburkan dirinya ke dalam kolam. Pria itu segera melingkarkan tangannya ke pinggang Sabina dan membantu gadis itu untuk segera mencapai bibir kolam. Sabina segera mengangkat tubuhnya agar naik ke atas. Lalu, gadis itu mendudukkan dirinya di tepi kolam dengan keadaan tubuh yang sudah basah. Sabina terbatuk-batuk parah, berulang kali memukul dadanya yang seakan penuh dengan air. Nafasnya tersengal, karena sudah banyak air yang ia telan tanpa sengaja dan juga masuk kehidungnya. "Sabins, kamu Nggak papa?!!" tanya Wiliam panik. Sabina menggeleng dengan berusaha memukul-mukul dadanya. "Yaudah, kalau gitu kamu buruan ganti baju, nanti keburu masuk angin," kata Wiliam lagi, masih menatap Sabina penuh kepanikan. "Iya, Kak ...," lirihnya. "Ini kamu pake ini ya, kalau udah baikan kamu temui Kakak dan cerita apa yang terjadi," kata Wiliam, menyerahkan handuk yang semula dibawa olehnya. Sabina mengangguk samar, ia tidak yakin bisa menceritakan apa yang terjadi. Segera setelah itu Sabina beranjak dan melangkah meninggalkan Wiliam. *** TINGGALKAN JEJAK UNTUK KELANJUTAN CERITA INI? AYOK, BERPARTISIPASI DENGAN MEMASUKAN CERITA INI KE LIBRARY YA.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD