"Mr. Bastard Blind Love"
Author by Natalie Ernison
~ ~ ~
"Kediaman keluarga Sheraah Bianca"
Bianca melemparkan tasnya ke atas kursi, menghela napas dan bersandar di punggung kursi. "Aku lelah, Tuhan.." lirih batin Bianca. Hari-harinya kian sulit dan berat.
Drrtttt... Ayah memanggil...
Bianca: "Hallo ayah!"
Mr. Elioth : "Hallo sayang, malam ini ayah tidak pulang. Mungkin beberapa hari ke depan, ayah akan berada di rumah paman Abram."
Bianca: "Benarkah? Salam untuk paman Abram, ayah." Balas Bianca antusias. Ia sudah sekian lama tidak bertemu lagi dengan sang paman.
Mr. Elioth: "Baik nak, ayah ingin menikmati kenyamanan di rumah megah paman Abram."
Bianca: "Baik ayah, jaga kesehatan ayah, jangan lupa untuk meminum obat. I love you.."
Panggilan pun berakhir, Bianca dengan semangat membereskan rumah kediaman mereka. "Ayah pasti sedang bersenang-senang di sana."
Membuka layar laptop dan mulai mengecek semua email yang masuk. Berharap aka nada panggilan wawancara kerja, itulah harapan besar Bianca. Tanpa kenal lelah, Bianca menekuni berbagai macam pekerjaan sampingan hanya untuk menyambung hidup.
Drrtttt... satu pesan baru.
Bianca membuka isi pesan tersebut, pesan yang berisi undangan untuk mengadakan acara drama musical di sebuah kota.
Dengan penuh antusias, Bianca pun membalas isi pesan undangan tersebut. Ia tidak sabar menerima jawaban pasti. Akhirnya, apa yang ia tunggu pun tiba, ia bersama timnya datang untuk mengisi acara drama musical.
Keesokan harinya...
Bianca mulai pergi ke tempat latihan, yang merupakan kediaman dari teman komunittasnya.
Melakukan latihan hampir setiap hari, lelah sudah tak terucap lagi. Namun, Bianca harus tetap semangat mengumpulkan modal usaha yang akan ia lakukan bersama sang ayah.
***
Setelah beberapa minggu melakukan latihan rutin, acara pun sudah di depan mata dan akan segera di tampilkan. Waktu mereka untuk berlatih memang tidaklah banyak, bisa dibilang sangat singkat.
Gedung AXXX
"Malam ini kita akan membuat acara yang tidak biasa. Bahkan waktu kalian berlatihpun cukup singkat. Buktikan hasil latihan kalian bukan omong kosong!" Seru sang ketua panitia dari komunitas drama musical.
"Baik senior!" Jawab para peserta yang akan menampilkan drama musical.
Ukh! Bianca memekik, saat langkahnya hampir terjatuh.
"Bianca!" Seorang teman menahan tubuhnya dengan sigap.
"Terima kasih." Balas Bianca, lalu mengambil sebuah botol minum.
"Apakah kau tidak sehat, Bianca?" Tanya temannya cemas.
"Tidak, aku baik-baik saja. Aku hanya sedikit tidak fokus."
"Oh.. baiklah, berikan yang terbaik!" teman lelakinya pun menepuk pundak Bianca memberikan semangat.
~ ~ ~
Saat akan menginjakkan kakinya ke atas altar, Bianca merasakan sedikit kram pada pergelangan kakinya.
"Sakit! Ini sangat menyakitkan!" Lirih batinnya, pergelangan kakinya terasa semakin nyeri. Namun acara masih berjalan beberapa puluh menit lagi.
"Ini baru saja dimulai, mengapa bisa seperti ini.."
Pada gerakan tarian terakhir, Bianca memberikan gerakan yang kurang tepat, tidak sesuai dengan saat latihan.
Peran yang dimainkan Bianca tidak memiliki banyak waktu jeda. Ia dituntut untuk tetap dan terus menari seirama dengan alunan music.
Menahan rasa nyeri pada pergelangan kakinya, hingga akhirnya ia pun terjatuh secara tiba-tiba. Semua rekan drama musikalnya menatap heran ke arah Bianca.
Ingin terbangun, sungguh bukan ide yang bagus. Bianca merasakan sakit yang luar biasa. Beberapa saat setelahnya, seorang pria datang menghampirinya, mengangkat tubuh Bianca. Mata Bianca sudah dipenuhi air mata, ia berusaha untuk menahan rasa sakitnya.
Pria tersebut merobah sedikit isi naskah, agar Bianca terselamatkan. Di penghujung acara, Bianca berada dalam rangkulan si pria. Riuh tepuk tangan mengakhiri penampilan terakhir mereka.
Bianca duduk di sisi ruangan tata rias, bagian area mata kakinya terlihat bengkak. Sebuah kain yang berisikan es batu ia gunakan untuk meredakan rasa nyeri.
"Aku sangat tidak mengerti, bagaimana mungkin kejadian seperti ini bisa terjadi?" ucap salah seorang rekannya, seakan menyalahkan Bianca.
"Hei! Apakah kau mengerti apa dinamakan cedera mendadak. Tidak aka nada yang mengetahuinya!" Timpal Tifhani, tidak terima jika sahabatnya di pojokan.
"Seharusnya lebih berhati-hati, jika sudah tahu akan ada pergelaran seperti ini. sehingga tidak merugikan pihak manapun."
"Apa yang kau keluhkan! Kau terlalu banyak bicara!" Tifhani hampir bertengkar hebat dengan wanita yang telah membuat Bianca merasa dipojokan.
Semua melerai perkelahian itu, dan seorang ketua panitia drama pun muncul.
"Apakah kalian seorang balita!" Tukas sang senior, sekaligus ketua panitia drama.
"Tidak senior, tapi aku hanya mengingatkannya agar tidak banyak bicara dan terus menyalahkan posisi Bianca."
"Memang itulah kenyataannya!" Teriak wanita yang menjadi lawannya berkelahi.
"Hentikan perbuatan memalukan kalian, dan bersalamanlah. Semua sudah selesai, jadi jangan bahas hal yang sudah selesai!" Peringat sang senior.
"Baik senior, maafkan kami.."
Senior tersebut pun melangkah pergi dari hadapan seluruh pemain drama.
"Tidak perlu diambil hati, dia memang seperti itu." Ucap salah seorang teman kampusnya.
Bianca hanya membalasnya dengan senyuman, lalu berupaya untuk bangkit, namun masih terasa begitu nyeri.
"Bianca, aku akan mengantarkanmu pulang. Tunggulah!" Ucap sang senior, perlahan mengangkat Bianca menuju mobil miliknya.
Seluruh acara berakhir, dan semua kembali ke kediamannya masing-masing.
***
Selama beberapa hari, Bianca tidak dapat melangkah dengan sempurna, seperti sedia kala.
"Kediaman keluarga Sheraah Bianca"
Ia hanya duduk, sembari mengerjakan tugas, lalu mengirimkannya melalui email.
Drrttt.... Jeremie memanggil...
Melihat panggilan dari Jeremie, Bianca langsung muram, dan mematikan ponselnya. Rasa kesal masih bersarang di benaknya, karena rasa trauma itu akan muncul ketika Jeremie mencoba untuk mendekatinya.
Suatu hari, Jeremie memberanikan diri untuk menemui Bianca ke kediaman Bianca bersama sang ayah.
"Selamat sore paman Elioth!" Sapa Jeremie yang baru saja tiba di kediaman Bianca.
"Selamat sore, Jeremie. Bagaimana kabarmu?" Mr. Elioth mempersilakan Jeremie untuk duduk di dalam ruang tamu kediaman mereka.
"Aku sangat baik, paman. Emm, apakah Bianca ada?"
"Akan paman panggil untukmu." Mr. Elioth melangkah ke dalam kamar milik Bianca.
Beberapa saat kemudian, Bianca muncul dan menatap tajam ke arah Jeremie.
"Kalian, silakan berbincang-bincang. Ayah ingin pergi ke rumah paman Abram, untuk sebuah urusan." Ucap Mr. Elioth, lalu melangkah pergi.
Bianca duduk di depan tempat Jeremie sedang berada.
"Bianca, kita harus bicara. Sudah cukup lama, jika berada di dalam kesalah pahaman ini," ucap Jeremie penuh permohonan.
"Apa yang ingin kau katakan padaku?" balas Bianca dingin.
"Aku sungguh menyesal atas apa yang telah terjadi padamu. Aku tidak tahu, jika alamat itu akan tertukar."
"Tertukar? Berarti kau sudah mengetahui latar belakang kejadian yang menimpaku!" Ketus Bianca.
"Tidak Bianca.. kumohon, beri aku kesempatan untuk memperbaiki segalanya. Bukankah, kita sahabat.." Jeremie memohon pada Bianca.
Bianca terdiam sejenak, ia mulai teringat dengan kenangan indah kisah persahabatannya bersama Jeremie. Masakan hanya karena kesalah pahaman ini Bianca memusuhi Jeremie dalam waktu lama.
"Yah, maafkan aku.. aku terlalu egois dengan perasaanku, sehingga aku hampir melupakan kebaikanmu.." sesal Bianca.
"Terima kasih, Bianca. Bisakah kita bersama, sama seperti dulu?" Bianca membalasnya dengan anggukan.
Jeremie Grazian
Masalah diantara keduanya pun terselesaikan, namun belum tentu bagi Jourell, si pria egois dan tak kenal belas kasihan.
****