Pre party

1045 Words
Waktu menunjukkan kurang 15 menit lagi masuk jam delapan. Ara sudah menunggu di depan rumah setelah mengirim pesan pada Adrian bahwa ia sudah siap. Dengan sedikit gugup, Ara mencoba mengecek kembali penampilannya melalui layar ponselnya. Mencoba memastikan bahwa semuanya terlihat baik-baik saja. Dia tidak ingin menjadi hal yang memalukan mengingat ia akan datang bersama Adrian. Dia berusaha berpenampilan baik, agar Adrian tidak merasa malu untuk menunjukkannya di depan teman-teman yang pastinya berasal dari golongan atas. Tidak cukup lama Ara menunggu, mobil berjenis coupe berwarna hitam metalik sudah terparkir di depan rumahnya, mobil yang ia kenali adalah milik Adrian. Langsung saja Ara bergegas, ia tidak ingin membuat Adrian harus kerepotan turun untuk menjemputnya. Namun, bukan Adrian jika tidak memperlakukan orang dengan baik, Adrian tetap saja turun dari mobilnya dan membukakan pintu mobil untuk Ara. Meski bulan begitu terang bertengger di langit sana, namun itu tidak cukup membuat pencahayaan untuk Ara bisa melihat Adrian dengan jelas, juga sebaliknya. Hembusan nafas pelan dari Ara, terdengar di telinga Adrian yang sudah duduk disampingnya siap mengemudi. Adrian tahu, bahwa Ara tengah gugup sekarang. “Safe beltnya sudah terpasang?” Tanya Adrian memastikan. Ara yang terlalu gugup, barulah sadar bahwa ia belum menggunakan safe belt. Dengan cepat Ara menarik Safe belt, namun karena terlalu gugup, ia menjadi kesulitan menariknya. “Biar saya bantu” Adrian bergerak dari tempatnya, sedikit mendekat pada Ara untuk membantunya memasang safe belt. “Maaf..” Kata Adrian permisi sebelum mendekat pada Ara. Laki-laki tampan dengan kesopanan yang luar biasa, membuat Ara semakin kagum pada Adrian. “Apa safe beltnya nyaman? Tidak kekencangan” “Ti-tidak pak. Terimakasih” “Ara..” “Iya, Pak?” “Bicara santai saja, jangan memanggil saya bapak. Karena itu akan terdengar aneh. Saat ini, kita adalah sepasang kekasih, bukan antar bos dan karyawannya” “Ah.. I-iya..” Meski kata ‘Iya’ keluar dari bibir mungil milik Ara, nyatanya ia kesulitan untuk bersikap santai dan biasa saja. Ara mulai khawatir, bagaimana jadinya kalau dia melakukan kesalahann di pesta nanti, dia akan membuat Adrian malu. “Ah maaf, saya juga yang salah. Saya memintamu berbicara dengan santai, tapi aku sedari tadi menggunakan bahasa semi formal” Adrian menarik nafas, dan menghembuskannya perlahan. “Ara, mari kita bicara dengan santai saja” “I-iya pak.. Eh a-anu..” “Panggil Adrian saja, atau kalau mau kamu panggil seperti Arsen memanggilku” Ara menoleh, Adrian yang sudah mengubah cara bicaranya, terdengar sedikit aneh di telinganya, mengingat selama ini Adrian terus berbicara dengan formal terhadapnya. “Ad-adrian?” Begitu kaku Ara menyebut nama Adrian. Membuat Adrian tertawa kecil. “Panggil Rian saja, Ara. Jangan terlalu dipikirkan, sekarang aku bukan bos-mu” Kata Adrian masih dengan tawa kecilnya. “I-iya..” Ara turut tersenyum, meski masih di selimuti rasa gugup. “Gimana? Kita berangkat sekarang?” Ara mengangguk pelan. Mobil coupe milik Adrian mulai melaju, tidak begitu terburu-buru mengingat pesta baru akan berlangsung 15 menit yang akan datang, dan lagi jarak dari rumah Ara dan gedung dimana pesta itu diadakan, tidaklah jauh. “Kamu tinggal sendiri?” Tanya Adrian membuka obrolan. Ia mencoba mencairkan suasana selama di perjalanan, agar saat tiba di pesta nanti mereka sudah tidak canggung lagi. “Iya..” “Sudah berapa lama?” “Sedari kuliah..” “Wah kamu mandiri sekali..” “Bapak.. eh, Rian.. Apa..” Adrian kembali tertawa kecil. “Ara, apa tidak kedengaran lucu kalau untuk sekedar bertanya saja, kamu menyebut namaku?. Kamu bisa memanggilku aku dengan panggilan ‘kamu’. Santai saja” Ara hanya tersenyum kecil. Rasanya sulit sekali untuk dia bersikap biasa saja. “Kita bisa-bisa tidak masuk ke pesta kalau bicaranya saja canggung seperti ini” “’Ma-maaf” Kata Ara menyadari, bahwa dia menjadi beban dan masalah untuk Adrian malam ini. “Kenapa minta maaf? Kamu tidak salah, memang susah tiba-tiba mengubah cara bicara” Adrian cukup memaklumi, Adrian sendiri cukup kesulitan untuk mengubah cara bicaranya ketika melihat Ara, namun dia sedikit lebih mudah. “Jadi mau tanya apa tadi?” “I-itu, kamu.. Kamu masih tinggal sama orang tua?” Adrian berbalik menatap Ara meski pencahayaan samar-samar. Dia jelas melihat, bagaimana Ara berusaha berbicara dengan santai dan merobohkan kecanggungan yang ada. “Tidak, aku juga tinggal sendiri sekarang. Apa kata orang kalau aku masih tinggal sama orang tua” Jawab Adrian tertawa kecil. “Memangnya kenapa kalau tinggal sama orangtua? Bukannya itu lebih bagus?” “Bagus sih? Cuman aneh saja rasanya. Toh aku sudah bisa hidup sendiri sekarang. Lagian, Ibu sama Ayahku tipe orang yang ribet” “Ribet?” Adrian menoleh melihat Ara, kemudian kembali mengarahkan pandangannya pada jalanan. “Ya pokoknya seperti” Keduanya terus berbincang, hingga tanpa sadar Ara yang sedari tadi gugup kini sudah terdengar santai. Sebenarnya, Ara bukanlah orang yang mudah gugup meski berbicara dengan seseorang yang berada diatasnya. Meski tidak terbilang terlalu ceria, namun Ara juga bukan orang yang bersikap dingin. Hal yang membuat Ara menjadi gugup tak jelas, karena beban yang dipikulnya saat ini. Ara selalu memikirkan bagaimana jadinya jika dia melakukan kesalahan di pesta nanti, dia selalu memikirkan perihal dia yang bisa saja membuat Adrian malu. Terlebih lagi, Adrian adalah pemilik dari perusahaan tempatnya bekerja. Sangat bertolak belakang dengan Adrian yang pembawaannya lebih dingin dan cuek, namun hari ini terlihat santai. Ya, karena dia tidak ingin membuat dirinya malu di pesta nanti, sehingga ia keluar dari zona nyamannya dan sedikit mengubah karakternya. Perjalanan yang mereka tempuh akhirnya membawa mereka sampai pada sebuah gedung baru, dimana gedung yang merupakan hotel itu akan di resmikan hari ini. Setelah keluar dari mobil, barulah Adrian melihat dengan jelas wajah Ara. Selama ini, Ara hanya memperlihatkan wajahnya yang polos, dengan hanya menorehkan sedikit lipstik agar tak terlihat pucat ketika bekerja. Sedang malam ini, demi membuat penampilannya menjadi lebih baik agar tidak membuat Adrian menjadi malu, Ara menyulap dirinya dengan sedikit memberi make up pada wajahnya dan sedikit memberi model pada rambut yang biasanya hanya dia kuncir saja. Perubahan Ara yang demikian membuat Adrian menatapnya cukup lama tanpa mengedipkan mata. Adrian tidak pernah menyangka bahwa Ara yang selalu tampil polos selama ini, bisa terlihat begitu cantik ketika berdandan. “Rian??” Ara yang kebingungan melihat Adrian terus menatapnya, akhirnya menegur. “Ah ya?” “Are you okay?” “Ah ya..” Jawab Adrian tersenyum. Dia sampai tak sadar diri ketika melihat Ara yang terlihat berbeda dari biasanya. Keduanya mulai melangkah masuk, jantung Ara berdebar lebih kencang dari sebelumnya, membuatnya kesulitan mengambil nafas dengan baik. Adrian mengulurkan tangannya, kiranya perasaan gugup Ara menjadi lebih baik ketika mereka bergandengan. “Bukan seperti itu..” Kata Ara tersenyum dan menyalipkan tangannya melingkar cantik di pergelangan tangan Adrian. “Maaf, ini sedikit lancang. Tapi aku disini kan sebagai pasangan, bukan sebagai anak yang digandeng sama Ayahnya” Bisik Ara. Adrian hanya tertawa kecil membenarkan apa yang dikatakan Ara. “Maaf” Kata Adrian balas berbisik. Ruangan yang besar itu sudah hampir penuh, Ara mengatur perasaannya sedemikian rupa agar terlihat lebih alami. Sapaan mulai berdatangan, teman-teman Adrian pun mulai menghampiri satu persatu. “Kalian cocok sekali” Arsen dengan senyum lebarnya menyapa Ara, juga Adrian. “Berkatmu” Jawab Adrian singkat. Ara terus menghiasi bibirnya dengan senyuman, mencoba terlihat ramah di depan teman-teman Adrian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD