Gaun dari Adrian

1260 Words
Jelas bukan hal mudah bagi Freya untuk menjelaskan apa yang baru saja dia dapatkan diruangan Ceo-nya, pada Ara. “Jangan Gila, Freya..” Jelas saja Ara menganggap apa yang baru saja Freya utarakan itu adalah hal yang tidak masuk akal. Dia sadar akan dirinya yang membutuhkan orang lain untuk dia perlihatkan pada Revano, untuk mempertahankan harga dirinya akibat mulut ringan yang mengucapkan hal bodoh. Tapi bukan berarti dia menjadi sembrono melakukan hal-hal seperti ‘Pacaran kontrak’ terlebih lagi jika itu bersama dengan orang nomor satu di tempatnya bekerja. Namun Freya terus meyakinkan Ara, bahwa itu bukanlah rencana gila yang tak masuk akal, melainkan sebuah jalan keluar yang sangat bagus untuk masalahnya saat ini. Freya bahkan mengiming-imingkan Ara perihal kemungkinan naik gaji hingga naik pangkat jika saja rencan itu berjalan. Jelas itu tidak ada dalam pembahasan sebelumnya, itu hanya alasan Freya agar semuanya berjalan lebih mudah. Ara memikirkan jauh untuk kedepannya, bukan perihal kata-katanya pada Revano yang harus ditepati, saja. Adrian, orang yang kini ditunjuk Freya sebagai laki-laki yang cocok untuk menjadi ‘laki-laki hebat yang melebihi Revano’ adalah orang yang berpengaruh. Ara memikirkan, bagaimana jadinya jika Revano malah mendapat malu jika membawa dirinya ke pesta itu. Dan lagi, dia yang sebelumnya belum pernah ke acara semi formal nan santai, tidak tahu harus bersikap apa. Namun hal yang lebih di khawatirkan oleh Ara adalah, perihal hubungan kerja bersama Adrian yang bisa saja menjadi canggung. Ara hanya ingin bekerja dengan damai, sehingga ia menghindari hal-hal yang berkemungkinan membuat suasana pekerjaannya akan berubah. Sekali lagi Freya meyakinkan Ara bahwa itu bukan pilihan yang salah dan bukan hal yang harus dia khawatirkan terlalu jauh. Toh, selain menguntungkan satu sama lain, Ara juga akan menjadi orang yang berjasa bagi pemilik perusahaan tempatnya bekerja, dan itu akan membuat Ara memiliki satu poin dibandingkan dengan karyawan lainnya. Singkat cerita, meski sebelumnya Ara begitu tidak setuju dengan ide dan rencana yang dituturkan Freya, pada akhirnya dia berada di cafe siang ini dengan Adrian yang duduk di depannya. Cukup lama keduanya terdiam dari semenjak saling menyapa saat datang tadi, sekarang hanya ada kesunyian dengan sesekali hembusan nafas berat yang terdengar di meja mereka. “Saya tahu ide ini gila” Kata Adrian memecah keheningan di meja mereka, membuat Ara yang sedari hanya memandangi gelas berisi jus alpukat itu, mengangkat wajahnya. Ara mengangguk pelan, dia setuju dengan apa yang dikatakan Adrian. Hanya saja, meski keduanya berpikiran bahwa itu adalah ide gila, fakta yang ada sekarang mereka sudah duduk pada meja yang sama untuk membahas sesuatu yang mereka sebut ‘Ide gila’. “Saya tidak tahu darimana Arsen berpikiran tentang ide yang tidak masuk akal ini, dan... Saya minta maaf karena sudah menyeretmu” Ara tersenyum pelan, mendengar cara bicara Adrian yang semi formal membuatnya menyadari lebih jelas lagi, bahwa laki-laki tampan berkulit sawo matang di depannya itu adalah orang yang dia temui hanya ketika membahas perihal pekerjaan saja. “Tidak apa, saya juga tidak beranggapan bahwa bapak yang menyeret saya dalam situasi seperti ini” Adrian kembali terdiam, dan meneguk coffe latte di depannya. “Jadi harus bagaimana?” Tanya Adrian mengangkat wajahnya memandangi Ara. “A-apa?” “Apa kita ikut dengan ide gila Arsen ini? Jujur saja, saya memang butuh seseorang yang bisa menemani saya ke acara itu. Saya memang beranggapan ini ide yang gila, tapi saya tidak mengatakan bahwa ini bukan hal yang tidak mungkin terjadi” Seolah menolak berbasa-basi lebih lama bersama Ara, Adrian langsung saja pada pokoknya dan mengakhiri kecanggungan yang terbentuk sedari tadi. “Sa-saya juga sama. Mungkin sedikit kekanak-kanakan karena membutuhkan hal seperti ini. Tapi mulutku yang menjadi ringan karena amarah, membawaku harus melakukan hal-hal diluar dugaan seperti ini” “Jadi kamu mau?” Ara mengangguk pelan, dia berharap bahwa ini bukanlah pilihan yang salah. “Kalau begitu” Adrian mengulurkan tangannya. “Mohon bantuannya untuk lusa, Ara” Ara dengan cepat menjabat tangan laki-laki yang selama ini dia kenal dengan sikap dinginnya, seolah tidak ingin membiarkan tangan Adrian terlalu lama tanpa sambutan. “Saya minta tolong untuk kamu bisa menemaniku dua malam yang akan datang. Hanya untuk malam itu, setelahnya saya tidak akan merepotkan dan melibatkanmu lagi dalam masalah pribadiku” Ara mengangguk pelan, lidahnya serasa keluh dan semakin gugup saja dia ketika mendengar Adrian yang begitu sopan meminta tolong padanya, padahal hubungan palsu yang akan mereka bangun itu, sama-sama menguntungkan bagi mereka. “Kamu juga, ketika membutuhkanku dalam kerja sama ini, langsung saja menghubungiku. Jangan merasa sungkan, karena dalam hubungan ini saya tidak terlibat sebagai bos-mu, kita memiliki posisi yang sama” Ara kembali mengangguk pelan. ******* Malam menunjukkan pukul 18:30, yang berarti satu setengah jam lagi acara yang mengharuskan Ara datang bersama Adrian, akan berlangsung. Ara berdiri di depan lemarinya, menatap baju-baju di dalam begitu lama. “Aku harus pakai yang mana? Rasanya tidak ada yang cocok buat di pake ke pesta” Keluh Ara dengan masih sibuk memutar bola matanya mencari pakaian yang sekiranya bisa dipakai. Ara tidak pernah kekurangan baju yang akan digunakan, mengingat pekerjaannya sekarang memberikan dia gaji yang terbilang besar. Hanya saja, selama ini dia tidak pernah berpikiran untuk datang ke pesta, membuatnya tidak pernah sekalipun berminat untuk membeli satu atau dua helai gaun. Mata yang sedari tadi sibuk mencari, akhirnya menemukan sebuah kotak besar yang ia letakkan di bagian bawah dalam lemarinya. Ara kembali mengingat, bagaimana ia mengumpulkan semua pemberian Revano selama ini dan menyimpannya kedalam kotak itu, termasuk beberapa gaun yang Revano belikan untuknya dulu ketika Revano meminta untuk menemaninya ke pesta. Ara memalingkan wajahnya. “Masa iya aku menggunakan baju pemberian mantan, ck.. tidak tidak..” Dengusnya kesal. Tentu saja, jika bukan sifat manusiawi yang dia miliki, baju-baju itu pasti sudah habis dia bakar dan hanya tersisa abu. Namun Ara tidak melakukan hal demikian, menurutnya itu terlalu ke kanak-kanakan. Ara kembali mengarahkan pandangannya pada lemari yang terbilang cukup luas. “Hufftt.. Dua hari ini aku terlalu sibuk, sampai lupa kalau malam ini harus pergi. Ck, coba saja memori otakku ini sedikit berlebih, aku pasti bisa ingat dan bisa menyempatkan diri ke butik untuk mencari baju” Gumam Ara menyesali dirinya yang terlalu fokus pada pekerjaan dan lupa akan hari ini. Dia sendiri baru ingat bahwa hari ini akan menemani Adrian, setelah Adrian mengiriminya pesan singkat sore tadi. Bunyi bel membuat Ara yang sedari tadi kebingungan di depan lemarinya, berlari kecil keluar kamar menuju pintu. “Permisi, dengan Nona Dillara Sofea?” Tanya seorang dengan pakaian jas lengkap. “Iya betul” Jawab Ara sedikit bingung. “Kami mengirimkan paket yang di kirim untuk anda” “Paket, tapi saya tidak pernah..”.. Belum Ara menyelesaikan ucapannya, ponsel yang berada di saku piyamanya berdering. Panggilan masuk dari Adrian. “Ara, apa paketnya sudah sampai?” “Paket?” Ara memandangi sekitar lima paper bag dengan merk papan atas tertulis di depannya. “Jadi ini dari pak Adrian” Gumam Ara. Ara memberitahu laki-laki yang tadi mengantarkan paket untuknya dengan mengangguk mengiyakan bahwa benar dia adalah pemilik paket itu. “Saya tidak tahu gaun jenis apa yang kamu sukai, dan saya tidak tahu seperti apa ukurannya. Jadi, saya membeli beberapa gaun dengan jenis yang berbeda dan ukuran yang berbeda” “Ah.. Sa-saya minta maaf karena merepotkan bapak seperti ini” “Tidak, karena saya yang membutuhkan bantuanmu, sudah seharusnya saya menyiapkan hal seperti ini. Saya harap ada beberapa yang kamu sukai dan bisa kamu gunakan” “Iya pak..” “Apa perlu saya kesana menjemputmu lalu ke salon?” “Ah ti-tidak perlu pak.. Sa-saya bisa merias” “Baiklah kalau begitu, hubungi saya kalau kamu sudah siap” “Iya pak..” Adrian memutuskan panggilannya, sedang Ara masih tercengang dengan sedikit haru karena mendapat gaun dari Adrian. Hal yang dulunya selalu di lakukan Revano untuknya. Bedanya, Revano hanya mengirim satu gaun, karena jenis dan ukuran Ara sudah di ketahui Revano. Ara membuka bingkisan yang cukup besar itu, dan mencoba mengeluarkan gaun di dalamnya. “Ya benar saja..” Kata Ara takjub dan sedikit terperangah. Adrian mengirim 15 gaun, lima macam warna dan model dengan masing-masing memiliki tiga ukuran yang berbeda. Ara sampai di buat bingung harus menggunakan yang mana. “Seberapa kaya pak Adrian, sampai mengirim gaun sebanyak ini. Mana gaunnya bermerk semua” Sifat irit Ara mulai muncul ke permukaan “Mubazzir sekali..” Ara melirik jam digital pada ponselnya, kurang satu jam lagi ia akan berangkat ke pesta. Ia segera bergegas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD