Who R U?

1454 Words
Seperti musim yang terus berganti, roda waktu pun terus berputar tanpa mempedulikan orang-orang yang berkutat pada penyesalan di masa lampau. Jika sebuah kesalahan terjadi di masa lalu, menangis darah pun sang waktu tidak akan pernah membalik tubuhnya lalu berlari ke masa-masa di mana kita ingin sekali berada di sana. Kendatipun tahu menanti masa lalu kembali adalah pekerjaan yang sia-sia lagi melelahkan, laki-laki bertubuh tinggi dengan kulit sawo matang itu masih saja berharap sebuah keajaiban datang padanya. Jika perjalanan waktu kembali ke masa lalu atau bahkan melompat ke masa depan memang benar adanya, dia benar-benar berharap bahwa dirinya adalah salah satu orang beruntung yang bisa mendapatkan kejadian ajaib semacam itu. Besar harapannya dia bisa memperbaiki semuanya jika saja diberi kesempatan untuk kembali ke beberapa waktu yang lalu. Bukan waktu yang lama, cukup tiga hari yang lalu saja. Namun sekeras apa pun dia berharap, hal itu tidak akan pernah terjadi. Hanya penyesalan dan rasa bersalah yang terus-terus menggrogotinya. Dia bahkan mengutuk dirinya sendiri karena merasa tidak becus dalam menjaga belahan jiwanya. Istrinya kini terbaring lemah tak sadarkan diri dengan oxyflow yang menggantung dihidung kecilnya. Kecelakaan yang terjadi tiga hari yang lalu telah merenggut kesadaran istrinya. Sialnya, kecelakaan itu tidak hanya membuat belahan jiwanya terkapar tak berdaya, buah hati mereka yang masih berusia empat bulan pun harus gugur dari rahim ibunya sebab kecelakaan itu. Buah hati yang begitu mereka damba-dambakan, telah berpulang bahkan sebelum dia sempat dilahirkan ke dunia. Malam semakin larut, di luar juga terdengar riuh hujan yang bersenandung. Namun dia masih saja bergelantungan ditepi brankar sembari menggenggam erat tangan istrinya. Dipandanginya lekat-lekat wajah pucat itu dengan mata yang mulai berkaca-kaca “Sayang, kamu mau tidur sampai kapan, hm? Sudah tiga hari kamu tidur terus. Kamu apa gak capek baring disini terus?” rentetan pertanyaan yang dia tahu,itu tidak akan mendapat jawaban. “Sayang, ayo bangun.. Bangun, Sayang....” Ia menggenggam erat tangan istrinya, dan menciumnya berkali-kali. “Sayang, aku rindu... aku rindu sekali.” Air matanya kembali tumpah, membasahi punggung tangan milik istrinya. “Mau sampai kapan kamu tidur terus?” Entah berapa lama ia mengadu didepan istrinya yang tak sadarkan diri, entah berapa banyak juga bulir-bulir air mata yang ikut mengambil peran dalam menyampaikan rasa sakitnya. Namun perlahan ia mulai tenang. Pandangannya tidak lepas dari wajah cantik wanita yang dicintainya. Meski ia sudah lebih tenang dari segi tindakan, namun hatinya masih bergejolak menahan rasa sakit. Bibir yang tadinya terus mengadu kini mengatup, dan memperlihatkan seutas senyum penuh arti. Ingatannya bermain di beberapa hal indah yang pernah ia lalui. Dia mulai merindukan keberadaan istrinya disampingnya saat ia terbangun. Dia merindukan harum aroma masakan istrinya yang sudah tiga hari ini tidak menyentuh indra penciumannya. “Sayang.. Aku benar-benar merindukanmu” Ia tertunduk dalam dan air matanya kembali menetes. Ia menangis terisak-isak bersama hitamnya malam yang semakin larut dan riuhnya suara hujan yang bermain diluar. **** Seorang pria paruh baya melangkah masuk dan disusul dengan perempuan yang berkisar usia sama dengan deretan rantang yang di tentengnya. Entah jam berapa ia bangun untuk menyiapkan sarapan, hingga di waktu yang masih sangat pagi ini, dia sudah selesai menyiapkan semuanya. “Dia tidur disini lagi..." gumamnya, sembari melangkah mendekati putranya yang tertidur dengan posisi tidak nyaman di tepi brankar istrinya. “Nak....” Sentuhnya dengan pelan, berusaha membangunkan putranya dengan lembut. Ia terbangun. Jelas sekali bahwa tidurnya tak nyenyak, cukup dengan melihat dia yang terbangun hanya dengan sentuhan lembut dan suara pelan ibunya. “Ibu sudah datang?” Wanita paruh baya itu hanya tersenyum dan mengangguk mengiyakan pertanyaan Ibunya. “Sana bersih-bersih dulu lalu sarapan. Ibu sudah menyiapkan sarapan buat kamu." Ia menoleh, dilihatnya beberapa susun rantang yang di atas meja. “Setelah itu, kamu pulang mandi. Biar Ibu yang ganti menjaga istrimu disini” Pria itu termenung sejenak. Mengangkat kepalanya, memandang wajah Ibunya yang jelas terlihat khawatir. “Ibu, aku bisa titip Ara siang ini? Semalam aku dapat telpon dari sekretarisku. Dia bilang... aku harus menghadiri rapat penting di kantor." “Apa harus kamu yang urus, Nak? Kamu belum ada istirahat tiga hari belakangan ini.” Ayahnya yang sedari tadi diam kini bersuara. “Harus aku, Yah. Ini bukan hal yang sulit, hanya saja harus aku yang ada di sana”. “Ya sudah, ibu sama ayah akan tetap di sini menjaga Ara.” Dia hanya tersenyum, perlahan beranjak dari duduknya menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya ****** Genangan air di beberapa sudut jalan menandakan hujan yang turun cukup deras semalam. Tapi meski semalam hujan turun mengguyur bumi, pagi ini matahari tetap datang menyapa penghuni bumi dengan cahayanya yang menghangatkan. Waktu yang masih menunjukkan pukul 07:25. Beberapa siswa sekolah menengah atas masih sibuk menguasai jalan raya dengan kendaraan mereka. Anak kecil dengan seragam berwarna-warni yang menandakan mereka masih menempuh pendidikan di sekolah kanak-kanak juga tidak mau kalah. Sebagian dari mereka duduk dikursi belakang mobil yang dikendarai Ayah atau mungkin supir mereka. Bedak yang berhambur di wajah mereka tanpa di ratakan jelas adalah ulah Ibunya. Semua tampak baik-baik saja pagi ini seperti hari-hari biasanya, namun tidak dengan laki-laki berpostur tubuh tinggi dan tegap dengan kulit sawo matang serta alis yang tebal. “Kau yakin ingin ke kantor hari ini?” Tanya Arsen. Seseorang yang ia minta untuk menjemputnya pagi ini. Dia masih sedikit trauma membawa mobil sendiri mengingat apa yang terjadi empat hari yang lalu. Ia mengangguk pelan. “Ada klien dari luar, dan aku harus menghadapinya langsung. Terkesan tidak sopan jika aku meminta orang lain yang datang mewakiliku ” Arsen berbalik sejenak menatap sahabatnya, kemudian kembali fokus pada jalan raya. Dia sendiri tidak tega melihat laki-laki disampingnya yang sekarang terlihat sangat berbeda dari yang biasanya. Sepanjang perjalanan, Arsen tidak memulai banyak obrolan sebagaimana biasanya ia lakukan ketika bersama Adrian. Dia tahu, sahabatnya itu sedang berada suasana hati yang tidak baik. Ia hanya melirik Adrian sesekali yang terus memandang keluar dari kaca jendela. Perlahan.. airmata Adrian kembali menetes, rasanya sangat sulit melewati hari-hari tanpa istrinya. Sebenarnya dia bukanlah tipe orang yang mudah menangis. Mengingat dia adalah seorang Ceo dari perusahaan besar. Jelas karakter yang dimilikinya adalah kewibawaan, kepemimpinan dan itu bukan karakter yang sangat mudah mengeluarkan airmata. Namun, apa yang terjadi pada istrinya saat ini benar-benar membuatnya kehilangan sifat aslinya dan cenderung lebih emosional dan mudah terbawa perasaan **** Adrian, laki-laki yang baru saja mengalami kecelakaan bersama istrinya itu, kini duduk mantap sembari berusaha memperlihatkan senyum pada klien-nya pagi ini. Jelas ini adalah hal sulit, ketika hati sedang bergejolak, sedang wajah harus memperlihatkan ekspresi yang bertolak belakang. Tapi, dia adalah seorang CEO dari sebuah perusahaan, dimana ia diharuskan tetap profesional, dan mengesampingkan masalah pribadinya. Pertemuan dibuat sebegitu singkat. Adrian dengan cepat menyelesaikan perkara dan pembicaraan bersama klien yang dia temui pagi ini. Tidak seperti biasanya, dimana dia yang akan membuka obrolan lebih luas bersama klien-nya, pembahasan yang masih berkutat disekitar bisnis tentunya. Namun kali ini, semua berakhir setelah pembicaraan inti selesai, dia tidak lagi bisa membahas hal lain. Adrian bergegas kembali, dia begitu tidak sanggup meninggalkan istrinya. Langkahnya yang tergesa-gesa terhenti sejenak tatkala ponsel yang ia letakkan dalam saku berdering. Panggilan masuk dari ibunya. “Ya, Ibu?” “Sayang, Ara sudah siuman” “Siuman??” “Iya Nak, tapi..” Belum saja kalimat itu selesai, Adrian sudah menutup telfonnya dan berlarian menuju parkiran dimana Arsen menunggunya. ***** “Ara...” Panggilnya ketika memasuki ruang rawat inap istrinya. Nafasnya tidak beraturan karena berlarian. Pandangannya dengan cepat mencari keberadaan istrinya yang masih belum beranjak dari tempat pembaringan. Melihat istrinya yang sudah membuka mata, membuat haru mulai menyelimuti hatinya. Matanya mulai berkaca-kaca dan senyum mulai melebar dibibirnya. “Sayang... Kamu akhirnya bangun..” Adrian berhambur memeluk istrinya, rasa rindu yang tertampung selama empat hari itu akhirnya ia tumpahkan semuanya. Adrian melepas pelukannya, dan terus-terus tersenyum menatap istrinya. Rasa bahagia yang dia miliki, tidak lagi bisa ia sembunyikan. “Bagaimana perasaanmu sayang? Masih ada yang sakit??” Adrian tidak mendapat jawaban dari pertanyaannya. Istrinya itu hanya memandangnya dengan kebingungan. “Sayang, kamu..”.. “Kamu siapa?” DEGG.. Pertanyaan macam apa itu?? “Sa-sayang.. Kenapa kamu bertanya seperti itu?” Setelah mendengar pertanyaan yang keluar dari bibir istrinya, barulah Adrian sadar, bahwa sorot mata yang dipancarkan istrinya sedari tadi, adalah sorot mata seorang yang sedang kebingungan. “Sayang kamu kenapa? I-ini aku..” Adrian begitu terkejut mendapat pertanyaan yang seharusnya tidak ditanyakan oleh istrinya. Perlahan ia meraih tangan istrinya. “Sayang.. Aku..”.. Kata-katanya terhenti, tatkala Ara menarik tangannya dari genggaman Adrian. Seolah merasa risih jika tangan besar nan hangat milik Adrian, memeluk jemarinya. Mata yang berkaca-kaca sebelumnya karena rasa haru, kini menumpahkan airmata dengan perasaan yang berbeda. Tidak hanya menarik tangannya, Ara bahkan memalingkan wajahnya setelah memandang Adrian sejenak. Perlakuan Ara yang membuat Adrian kebingungan. Apa yang terjadi pada istrinya? Adrian menoleh menatap Ibu dan Ayahnya. “Ayah, Ibu.. Ara.. Ara kenapa??” Ibunya menggeleng, seolah menjawab bahwa dia pun tidak mengerti dengan apa yang terjadi pada menantu mereka. Ada apa ini? Apa yang terjadi??
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD