1. Perkenalan

1892 Words
Queenayna, wanita cantik dengan postur tubuh yang sangat indah. Wajahnya yang menawan itu merupakan perpaduan dari dua gen yang tidak bisa disepelekan lagi. Saat ini wanita itu sedang mengemas kembali barang-barangnya yang sudah dia gunakan saat di hotel tadi. Nayna melihat jam tangan kecil yang melingkar di tangannya. Tidak terasa, waktu sudah beranjak siang saat dirinya sibuk terlelap karena kelelahan. "Sudah jam sepuluh, ke rumah sekarang aja deh," gumamnya nampak menimang. Dia berjalan keluar pintu hotel dengan tangan kiri memegang ponselnya dan yang tangan kanan menyeret koper berukuran tanggung itu. Tiba-tiba saja tubuhnya oleng karena tertabrak seseorang. Brakkkk. Nayna tersungkur dan ponselnya jatuh terpental dua meter darinya. Wanita itu meringis kesakitan. Dirinya berdecak kesal, memangnya seseorang itu tidak memiliki mata sampai menabraknya pada pagi hari ini. Padahal, koridor terlihat sangat terang dan juga memiliki banyak pencahayaan. "Aihhh," ringisnya memegang lututnya yang memerah karena dia hanya memakai dress diatas lutut jadi lututnya tak terlindungi apapun. "Sorry tadi aku buru-buru, mari aku bantu berdiri," kata lelaki itu mengulurkan tangan kepada Nayna, berniat untuk membantu Nayna berdiri dari posisinya namun ditepis kasar oleh Nayna. Nayna berdiri dan memungut ponselnya. Wanita itu beralih mengambil kopernya yang tergeletak di depannya. Nayna menatap lelaki itu tanpa bicara apapun, dirinya hanya mendengus kesal kemudian berlalu meninggalkan laki-laki itu yang diam mematung tanpa mengucapkan sepatah kata sekalipun. "Siapa wanita itu? Sangat dingin dan menarik," gumamnya sambil tersenyum geli membayangkan tatapan tajam Nayna yang terasa menusuk dadanya. Beberapa saat kemudian lelaki itu menautkan kedua alisnya, sepertinya wanita yang tanpa sengaja tabrak tadi adalah … ya, benar. Wanita itu pasti sosok yang selama ini dirinya cari-cari keberadaannya. Nayna menyerahkan kunci kamar yang ia tempati kepada resepsionis hotel. Kebetulan sekali, hotel yang dia tempati kini adalah salah satu hotel milik keluarga William, rekan bisnis sekaligus keluarga teman orang tuanya.   "Semoga pelayanan kami memuaskan Anda, Nona Corlyn," ucap resepsionis itu tersenyum ramah. "Ya tentu saja. Tolong siapkan mobil untukku," pinta Nayna dengan tidak lupa mengucapkan kata tolong sebagai sopan santun. "Baik Nona silahkan tunggu di depan," jawab resepsionis mengangguk hormat. Nayna mengangguk, wanita itu berjalan ke pintu masuk hotel dengan barang bawaannya yang dibawakan oleh petugas hotel. Di belakangnya, sepasang mata lelaki dengan manik mata elang menatap sosok Nayna dengan pandangan yang sama sekali tidak bisa diartikan sama sekali. Antara tatapan mata lega, bahagia, dan juga penuh rasa syukur. "Thank you, Pak, ini untuk Bapak," ucap Nayna menyerahkan selembar uang seratus ribu kepada petugas hotel karena telah membantunya membawa barang-barangnya. "Semoga hari Anda menyenangkan, Nona Corlyn," ucap petugas itu membungkuk hormat. Lelaki yang sejak tadi mengamati Nayna hanya tersenyum tipis, rupanya gadis kecil penyuka gulali, kini tumbuh menjadi wanita dewasa yang sangat cantik dan juga berhati bidadari. * Kini mobil yang mengantarkan Nayna sampai di rumah keluarga Corlyn telah memasuki pelataran rumah keluarganya. Wanita itu tersenyum, tidak menyangka dia akan kembali ke rumahnya setelah beberapa bulan fokus berada di San Diego bersama kakek dan neneknya. "Terimakasih Pak, Anda bisa kembali lagi ke hotel," suruh Nayna pada sopir mobil hotel itu setelah memberikan tip kepada sang sopir. "Baik Nona, saya permisi," pamit sopir itu diangguki Nayna. Nayna berjalan menuju gerbang rumahnya dan membukanya sendiri. Keningnya berkerut ketika tidak mendapati para petugas keamanan yang menjaga rumahnya. "Ck, dasar Pak Diman, kerjanya molor saja bagaimana kalau ada maling masuk," keluh Nayna melihat satpam rumahnya tertidur di pos jaga rumahnya. Nayna berjalan memasuki halaman rumahnya yang sangat megah itu. Di samping rumah utama ada rumah keluarga Viona dan Racka yang tidak kalah megah dari rumah utama. Nayna menautkan alisnya saat melihat beberapa mobil elite terparkir di garasi halaman.   Wanita itu berdecak, bahkan rumahnya dibiarkan terbuka lebar sedangkan para penghuninya tengah haha-hihi di belakang sana. Nayna menggeletakkan kopernya begitu saja, wanita itu melenggang masuk untuk menyapa seluruh keluarganya. "Aku pulangg," teriak Nayna merentangkan tangannya dengan senyum yang sangat sumringah, membuat semua mata melihat ke arahnya dengan terbelalak. "Naynaaaa!!" pekik mereka semua tak menyangka bahwa Nayna bersedia pulang ke Indonesia setelah bujuk rayu yang selama ini tidak mempan sama sekali. Nayna terkekeh, wanita itu berlari memeluk Sisil yang kini menatapnya dengan mata berlinang air mata. Betapa rindunya Nayna dengan sosok wanita yang telah melahirkannya dan mendidikanya dengan baik. Meskipun kadang kala Sisil sangat pemilih dan overprotektif kepadanya, namun tidak pernah surut sedikitpun rasa sayang Nayna pada ibunya. "Sayangnya mommy, mommy kangenn," kata Sisil memeluk anaknya yang baru pulang dengan sangat erat. "Naynaaaa, kamu semakin cantik saja sini cium ayah dan bunda," kata Viona diangguki Racka tanda setuju. Baru saja Nayna akan memeluk Viona, sebuah teriakan membuat langkah Nayna terhenti. "Kak Nay!" teriak Valeri yang baru saja kembali dari kamar mandi. Nayna memeluk Valeria, mereka berjingkrak bahagia karena akhirnya bisa bertemu setelah sekian lama. Valeria, dia putri Viona dan Racka, sepupu Sisil. Berarti Valeria adalah sepupu Nayna, yang sudah Nayna anggap layaknya adik sendiri. "Hai Eli, bagaimana kabarmu?" kata Nay mengedipkan matanya pada Valeria yang tidak suka dipanggil Eli. Valeria mendengus kesal. "Vale baik," jawabnya jutek membuat semua orang tertawa. "Nay sini peluk Uncle Regan kesayanganmu," tutur Regan merentangkan tangannya membawa Nayna ke dalam pelukannya. Nayna berjalan ke arah uncle dan auntynya yang tak lain Regan, Yona,  Rehan, Melodi, Fernand dan Nadia. Kebetulan sekali semua orang tengah berkumpul jadi satu di rumahnya. Begitulah kebiasaan mereka, saling meluangkan waktu untuk berkumpul demi mempererat tali silahturahmi mereka semua. "Apa kabar uncle-uncle yang tampan dan aunty-aunty cantikku?" tanya Nayna sambil memeluk mereka satu per satu. "Kami baik Nay, kamu semakin cantik dari terakhir kali kita bertemu," jawab Yona yang sangat senang melihat Nayna kembali ke rumahnya. Nayna mencari sosok Nata, daddynya yang tidak dia temukan batang hidungnya sampai sekarang. Ke mana kira-kira daddynya pergi sampai tidak merasakan ikatan batin bahwa putrinya telah pulang ke rumah mereka? "Daddy mana Mom?" tanya Nayna pada Sisil yang kini sibuk mengelus rambut panjang Nayna yang panjang. Cecilia, atau yang sering dipanggil Sisil itu tidak menyangka bisa melihat putrinya pulang ke Indonesia. Tentu saja dirinya tidak bisa membiarkan Nayna pergi begitu saja, Sisil bahkan ingin menghabiskan malam ini untuk tidur bersama putrinya, lalu bercerita panjang kali lebar sampai pagi menjelang. "Daddymu sedang mandi," jawab Sisil membuat Nayna tersenyum dengan ide yang akan dia lakukan. Nayna berdiri, berniat memberikan kejutan kepada daddynya. "Maaf semua, Chiko telat." Suara lelaki yang baru saja datang membuat Nayna menoleh. Mata mereka bertemu, kini Nayna menyipit menatap lelaki itu menelisik. Bukankah lelaki itu yang tadi tanpa akhlak menabraknya hingga jatuh tersungkur mencium dinginnya lantai? Kenapa dia datang ke rumahnya segala? 'Dia lagi,' batin Nayna jengkel. Akhirnya kita bertemu lagi, Queen. "Kemarilah Chiko," kata Yona menepuk kursi di sebelah wanita itu yang masih kosong. - Nayna Pov Huhhh ngapain orang ini kemari, masa iya dia salah satu anak dari uncle auntyku? Ah rasanya tidak mungkin kan aku pernah bertemu mereka semua. Aku melirik laki laki itu dengan ujung mataku, dia menatapku tanpa kedip.   "Machiko kenalkan dia putri aunty, Queenayna. Kamu pasti ingat kan sama Queen?" kata mommy memperkenalkan aku kepadanya. Kenapa mommy menekan kata 'Queen' dengan senyum mommy yang sangat mencurigakan. Aku melihat semua orang, mereka juga ikut tersenyum geli. Dia tersenyum ke arahku dan mengulurkan tangannya padaku untuk berjabat tangan. Aku mendengus, memangnya ini lebaran pakai acara jabat-jabatan tangan segala? "Nayna, Chiko mau bersalaman denganmu," peringat mommy padaku. Aku menjabat tangan si kiko-kiko itu dengan malas dan juga TERPAKSA! "Hallo Queen senang bertemu denganmu lagi" kata lelaki ini membuatkuu melongo dengan panggilannya. Queen? Wuahhh kenapa aku sangat jengkel saat dia memanggilku begitu? Lelaki ini mengingatkanku dengan lelaki kecil yang dulu selalu saja menempel seperti cicak padaku. "Nayna, panggil saja Nay-na," kataku mengoreksi panggilannya. "Nay, dia itu keponakan aunty Yona. Kakaknya aunty Yona menikah dengan kakaknya uncle Regan. Jadi, dia ini keponakannya banyak orang. Namanya Machikio Kusuma William, dia CEO William Company dan pemegang saham Rumah Sakit Kusuma loh," jelas bunda Viona membisikkan kalimat terakhir di telingaku. Heol, memangnya kenapa dengan CEO dan pemegang saham dua perusahaan besar? Ah daripada disini mendingan ke kamar saja deh. Aku menatap semua orang di sana, "Semuanya, Nayna ke kamar dulu ya," pamitku pada mereka. Aku melangkahkan kakiku menuju kamar yang tujuh tahun lalu ku tinggalkan. Tanganku membuka knop pintu dengan perlahan. Aroma kesukaanku yang sama sekali tidak diganti oleh mommy, begitu juga penataan kamarnya. "Hahhhhh, lama tidak menyapamu kasurr," kataku berbicara dengan kasur kamarku seperti orang gila. Aku melepas heelsku dan merebahkan tubuhku di atas kasur empukku ini. Saat kakiku mengenai selimut ada rasa perih di lututku. Aku baru ingat, aku kan baru saja di tabrak buldoser.   "Aww, kenapa lupa sih kalau tadi jatuh, terpaksa ke bawah lagi deh," gerutuku menatap lututku yang kini memperlihatkan darah yang sudah mengering. Aku berjalan malas menuju kulkas yang berada di dapur untuk mengambil obat merah, mengobati lecet ringan di kakiku agar tidak terasa kaku dan lumayan perih seperti sekarang ini. "Nayna!" panggil seseorang membuatku menoleh. Mulutku menganga tidak percaya, sosok yang memanggilku adalah lelaki yang sejak tadi aku nanti-nantikan kedatangannya. "Daddyyyy," pekikku hendak berlari memeluk daddy namun kakiku sangat kaku untuk berlari. "Hei anak nakal yang tidak mau pulang, ada apa dengan kakimu hemmm?" tanya daddy memelukku dan mencium keningku. Kemudian daddy berjongkok di depanku, melihat luka yang ada di lututku. Seperti kebiasaan kami saat aku masih kecil, daddy selalu meniup luka pada tubuhku. Dan itu menjadi mantra yang luar biasa manjur untuk menenangkan diriku dari kesakitan. "Aw! Daddy jangan dipegang, tadi Nayna habis ditabrak buldoser lewat," kataku dengan suara keras agar kiko-kiko itu mendengarnya. Meminta maaflah yang benar, Bung! Aku ini anak emas keluargaku, mereka akan menyantet pantatmu jika luka ini meninggalkan bekas pada tubuhku yang sangat mulus seperti poselen. "Hah? Kamu ditabrak buldoser? Di mana biar mom tuntut nanti penanggung jawab proyeknya!" sergah mommy berjalan ke arahku dengan tergesa-gesa di ikuti yang lain. Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Aduhhh kok jadi gini sih?! Kulihat kiko-kiko itu sedang menahan tawanya. Apakah dia sesenang itu sudah menabrakku? Sialan memang! "Sisil nggak usah diperpanjang deh, ayo sini biar Bunda obatin," kata bunda menenangkan mommyku. Oh bundaa Vionaku yang cantik kamu memang penyelamatku. Muaaaachhh. "Mana biar Uncle lihat lukanya," kata uncle Fernand mendekat ke arahku, membungkukkan badannya melihat luka di lututku. "Wah ini perlu diamputasi," goda uncle Rehan membuat mom memekik, aishh Uncle Rehan memang juaranya membuat orang-orang panik. "Apa?" teriak mommy dan daddy bersamaan.   Tentu saja, mana rela mereka jika kaki putri kesayangannya diamputasi. "Kamu ini selalu buat ulah," gerutu Aunty Melodi. Ah iya, di antara para ibu-ibu yang paling lemah lembut cuma aunty Melodi saja. Kalau cerewet mah semuanya, tapi Bunda Viona tidak begitu cerewet sih. "Duduk dulu Nay, biar Bunda obatin," kata bunda yang baru saja kembali membawa betadine dan juga kapas di tangannya. Nah sekarang luka di lututku sudah selesai diobati. Ya ampunnnn sebenarnya aku malu masa umur dua puluh empat jatuh diobatin banyak orang begitu -_- mengheningkan cipta dong. "Kakk, sumpah ini elooo?" Suara seseorang membuatku menoleh dan terbelalak. "Ziooo?" pekikku dengan mata berbinar bahagia. Zio berlari memelukku, aku meringis saat celananya menyenggol luka di lututku. Tapi semua terbayarkan, aku kembali bersama dengan adikku, Dirgazio. "Gila Kak, elo makin cantik," katanya menatapku dari atas ke bawah. Kutimpuk saja kepalanya membuat semua orang menertawakan kami. "Semua orang udah ada di sini, tapi kok kayak ada yang kurang ya?" ujarku mengerutkan kening, berpikir siapa lagi keluargaku yang belum aku temui. Rasanya masih ada yang kurang. "Kamu mencariku Princess?" Iya kakak, Kak Varo! Aku sangat merindukan Kak Varo, sosok kakak yang sangat-sangat baik dan juga menjadi mediator paling adil ketika adik-adiknya tengah bersitegang. "Kak Varoooo," pekikku, oh kakakku tersayangggg. Kak Varo ini anaknya Ayah Racka dengan mendiang istri pertamanya yang meninggal setelah melahirkan Kak Varo. "Kakak kangen denganmu," katanya mencium pipiku membuat seseorang berdeham, mengganggu saja! Tanpa sengaja aku memperhatikannya, raut wajahnya berubah bersamaan dengan rona wajah memerah seperti orang kerasukan setan. "Ekhmmm, saya pamit dulu uncle, aunty ada kerjaan yang harus segera diurus," pamit lelaki itu mencium tangan semua orang dan menatapku sekilas dengan mata menyipit kesal. Oke sekarang aku tahu nama lelaki itu, Machiko si kiko-kiko. Benar, aku mengingatnya, lelaki kecil yang dulu selalu merecoki diriku setiap kali kami bertemu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD