Di sebuah istana dengan dinding es layaknya di sebuah negeri dongeng, sepasang suami istri yang masih terlihat awet muda tak termakan usia, tengah memandangi kotanya yang berjalan begitu damai pada saat ini.
Sepasang suami istri itu berada di atas balkon kerajaannya dengan tangan sang suami yang merangkul bahu sang istri.
"Apa Dewa akan segera kembali?" tanya Dorotta pada sang suami, Darren.
"Sepertinya anak itu akan segera kembali karena waktu yang terus berputar di telapak tanganku sudah semakin memudar dan hal tersebut menandakan, jika Dewa sudah menemukan kristal miliknya," jelas Raja Darren yang tak lain ayah dari Dewa.
Dorotta yang menjabat sebagai ratu sekaligus ibu dari Dewa, langsung menarik telapak tangan suaminya untuk memastikan apa yang dijelaskan oleh King Darren itu benar, bukan hanya mengada-ada saja.
"Kau benar! sepertinya putra kita akan segera kembali, apa kita perlu memberitahu kabar ini pada Joanna?" tanya Dorotta pada sang suami.
"Sepertinya tidak perlu karena aku tak ingin, gadis itu ingin cepat bertemu dengan Dewa, sementara kandidat menjadi permaisuri kerajaan ini masih belum waktunya jadi, lebih baik kita mengabarinya saat Dewa sudah kembali, sekaligus untuk memilih calon istri untuk Dewa," jelas King Darren pada sang ratu.
"Lapor yang mulia," hatur seorang pengawal kerajaan Amoora yang mengganggu kebersamaan raja dan ratunya.
"Ada apa?" tanya King Darren pada pengawal itu.
"Di perbatasan gurun tandus, ada iblis dari kelas menengah tengah membuat kekacauan dan semua pengawal yang bertarung semakin sedikit karena iblis itu cukup kuat," jelas pengawal tersebut pada rajanya.
"Kau bisa pergi sekarang!" pinta King Darren pada pengawal itu.
Saat pengawal tersebut sudah pergi, Queen Dorotta menatap ke arah suaminya.
"Apa aku akan turun tangan sendiri?" tanya Dorotta pada sang suami.
"Tidak! sepertinya ayah dari Hicob cukup untuk memusnahkan iblis itu," tutur Darren pada sang istri.
Senyum di bibir Dorotta terukir indah sembari memeluk tubuh suaminya.
"Aku masih belum bisa membiarkanmu bertempur dengan mereka karena kesehatanmu baru saja kembali," jelas Dorotta.
Raja planet Amoora itu memang baru stabil kesehatannya karena ia sempat mempertahankan planetnya dari pemberontak sang kakak yang tak lain adalah Dalgon Abraham.
Peristiwa hilangnya kristal biru milik Dewa karena pertempuran itu membuat Dewa tak sadar jika, Damian dan Dalgon sudah mengincar kristalnya dan beruntung, kristal itu tak berada di tangan paman Dewa sehingga saat ini, kristal itu menjadi incaran bagi para anak buah Dalgon dan nyawa Harmoni dalam bahaya, baik di bumi atau bangsa immortal itu.
Sementara di bumi, Dewa sudah berada di dalam mobilnya sendiri bersama dengan Harmoni.
Keduanya masih menunggu Mona yang tak kunjung kembali.
"Kemana dia? apa tak ada minimarket di sekitar tempat ini?" tanya Harmoni pada dirinya sendiri.
Dewa yang bersandar di kursi kemudi seketika tersenyum pada Harmoni.
"Mana ada di tengah pusat kota tak ada minimarket, mustahil," ejek Dewa membuat Harmoni menatap ke arah Dewa dan memukuli lengan pria bertubuh dingin tersebut.
Buuukkk
"Jangan selalu tertawa seperti itu, tak baik," sindir Harmoni pada Dewa.
Tok tok tok
Suara kaca mobil milik Dewa di ketuk oleh seseorang dari luar dan orang itu adalah Mona sembari menunjukkan dua botol minuman untuk Harmoni dan Dewa.
Tanpa pikir panjang, Harmoni langsung membuka pintu mobil Dewa dan turun dari dalam mobil tersebut.
"Ini untuk Anda, Nona!" ujar Mona memberikan minuman berwarna merah yang pastinya rasa strawberry untuk Harmoni.
Belum juga Harmoni meminum minumannya, ia bertanya pada Mona, "minuman untuknya, mana?"
"Ini, Nona!"
Minuman yang sama seperti milik Harmoni diterima oleh CEO cantik tersebut.
Arah tatapan mata Dewa terus tertuju pada Mona.
Dewa merasa ada yang aneh dengan asisten pribadi Harmoni tersebut.
"Kenapa wajah Mona seperti bukan dirinya," gumam Dewa dalam hati.
Harmoni memberikan minuman itu pada Dewa dan calon raja di planet Amoora itu dengan senang hati menerima minuman yang diberikan oleh Harmon padanya.
Kreek
Suara segel botol minum milik Harmoni terbuka dan seketika itu juga, aroma bunga bangkai langsung menyeruak dalam indera penciuman Dewa.
Dengan gerakan cepat, Dewa menarik tubuh Harmoni masuk ke dalam mobilnya dan membuang botol minuman itu keluar, beserta botol minumnya sendiri.
Klotakkkkk
"Hei, apa yang kau lakukan?" tanya Harmoni yang merasa kesal pada Dewa.
Dengan cepat, Dewa kembali menarik Harmoni, agar lebih dekat dengan dirinya dan memperhatikan minuman yang baru saja ia lempar keluar dari kaca mobilnya.
"Perhatian itu!" pinta Dewa pada Harmoni.
Saat kedua mata Harmoni sudah melihat minuman yang hendak ia minum tadi, tubuh Harmoni langsung membeku karena cairan minuman itu berubah menjadi gumpalan busa yang lama-kelamaan menjadi lebih besar dan berubah menjadi seekor ular raksasa albino.
"Ap-apa itu?" tanya Harmoni mencengkeram erat baju yang dikenakan oleh Dewa.
"Iblis!"
Harmoni menatap ke arah Dewa dengan tatapan tak percaya.
"Iblis? untuk apa dia berada di sini?" tanya Harmoni menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Dewa karena iblis albino tersebut semakin mendekat ke arah kaca mobil Dewa.
Telapak tangan Dewa menyentuh kaca mobilnya dan seketika percikan cahaya biru seakan melindungi dirinya dan Harmoni yang berada di dalam mobil tersebut.
"Dia tertarik padamu," jelas Dewa membuat Harmoni kembali dibuat melongo oleh penjelasan Dewa yang terdengar tak masuk akal.
"Tertarik padaku? tapi aku tak mengenal iblis itu dan untuk apa dia harus tertarik padaku? apa dia juga tahu, jika aku anak pengacara kondang?" tanya Harmoni membuat senyum kecil Dewa timbul.
Dewa menoleh ke arah Harmoni yang masih menyembunyikan wajahnya di ceruk lehernya.
"Bukan karena itu, tapi karena kristal biru yang ada padamu dan hal itu membuat para kaum iblis tertarik untuk melenyapkan siapa saja yang memiliki kristal tersebut karena kristal yang ada padamu merupakan sumber kekuatan terbesar planet kami," jelas Dewa membuat Harmoni menyentuh bandul kalung miliknya yang kini menggantung indah di lehernya.
"Kau ambil saja kristal ini, aku tak ingin hidupku dalam bahaya, sudah cukup para musuh ayahku yang setiap saat mengancam nyawaku dan sekarang, ditambah lagi para iblis yang tak aku tahu itu," frustrasi Harmoni memejamkan matanya dengan raut wajah putus asa.
Dengan cepat, Dewa meletakkan kedua telapak tangannya pada pipi kanan dan kiri Harmoni untuk menenangkan gadis itu.
"Jangan berpikir seperti itu, masih ada aku yang akan melindungimu dan kau aman, jika bersamaku," jelas Dewa pada Harmoni dengan kedua mata mereka yang saling menatap satu sama lain.
"Apa kau berjanji akan selalu ada untukku?" tanya Harmoni pada Dewa.
"Ya! aku janji," sahut Dewa menjawab pertanyaan Harmoni.
Wajah yang begitu dekat dengan napas yang sudah saling terpa satu sama lain, membuat bibir mereka berdua juga semakin menipiskan jarak.
Saat kedua benda kenyal itu akan menyatu, suara gedoran kaca mobil Dewa kembali terdengar, lebih tepatnya bukan gedoran biasa, melainkan seperti suara hantaman dari luar oleh benda keras dan ternyata saat Dewa dan Harmoni menoleh ke arah sumber suara, iblis albino itu yang melakukannya.
"Menganggu saja," gumam Dewa yang dapat di dengar oleh Harmoni.
"Apa kau bilang?" tanya Harmoni memastikan kembali ucapan Dewa.
"Tidak apa,"kilah Dewa tak mau jujur pada Harmoni.
Tubuh keduanya seperti melayang di udara dan mereka berdua sudah berada di atas karena belitan iblis ular albino tersebut yang mengangkat mobil milik Dewa.
Bahkan mereka berdua sudah tak berada di pinggir jalan, melainkan di sebuah hutan yang gelap, tanpa ada sinar sedikitpun yang menerangi.
"Kita di mana?" tanya Harmoni dengan suara panik pada Dewa.
"Kita di hutan ilusi," jelas Dewa dengan logat santainya.
"Hei, apa yang kau katakan ini? kenapa kau begitu santai, kita sedang dalam masalah besar," racau Harmoni pada Dewa.
"Itu, jika kau sendirian, kau bersama denganku jadi, jangan terlalu melebih-lebihkan kondisi kita saat ini, aku bisa saja mengalahkan ular albino itu sekali jentik, tapi aku masih ingin bermain dengannya," tutur Dewa tersenyum simpul pada ular tersebut.
"Jangan mengada-ada, aku dan Mona ...."
Saat menyebut nama Mona, Harmoni teringat, jika asistennya itu juga berada di luar mobil Dewa.
"Mona masih di luar, ayo kita tolong dia," pinta Harmoni pada Dewa sembari terus menarik kecil lengan baju pria bermata safir tersebut.
"Coba kau lihat ke bawah, apa yang terjadi pada asistenmu itu," pinta Dewa membuat Harmoni tanpa pikir panjang langsung melihat ke bawah untuk memastikan keadaan Mona.
Tubuh Harmoni langsung mundur ke belakang dengan punggung yang menyentuh lengan kekar Dewa.
"Kenapa?" tanya Dewa pura-pura penasaran, padahal ia sudah tahu, jika Mona yang tadi ia temui itu, bukan Mona yang asli, melainkan Mona jadi-jadian.
"Itu bukan Mona! Mona tak mungkin berubah menjadi iblis kalajengking seperti itu," gumam Harmoni mengusap wajahnya kasar.
"Sudah aku katakan padamu, para iblis itu mengincar kristal yang ada padamu saat ini," jelas Dewa kembali pada Harmoni.
Harmoni langsung berbalik ke arah Dewa dan menarik tangan pria itu, kemudian ia meletakkan telapak tangan kekar tersebut tepat di lehernya, di mana kristal biru menggantung di leher Harmoni.
"Ambil kristal ini! aku tak mau!"
Dewa menatap ke arah kristal miliknya, kemudian beralih menatap ke arah wajah Harmoni yang sangat ketakutan karena ulah kedua iblis tersebut.
"Aku tak bisa mengambilnya, jika saja aku bisa, sudah dari awal pertemuan kita, kristal itu akan aku ambil darimu," tutur Dewa kembali mengingatkan, jika bandul kalung miliknya itu tak dapat dilepaskan oleh Dewa.
"Aku harus bagaimana?" tanya Harmoni frustrasi.
"Kau harus yakin terhadap kekuatan kalung itu karena ia bisa menuruti semua keinginan pemiliknya, jika si pemilik meyakini dirinya sendiri bahwa Kristal itu akan melindunginya," jelas Dewa pada Harmoni.
"Tapi aku ...."
"Mari kita coba," pinta Dewa menyentuh telapak tangan Harmoni untuk meyakinkan gadis itu dengan apa yang ia jelaskan tadi.
Dengan wajah pasrah, akhirnya Harmoni mengangukkan kepalanya.
"Aku harus bagaimana?" tanya Harmoni pada Dewa yang memang tak tahu apa-apa mengenai kekuatan ajaib.
"Saat ini kita sudah terbang dengan ketinggian berpuluh-puluh kaki jadi, kau harus yakin, dan kau harus menyatu dengan kalung itu, jika kau bisa membuat tubuh iblis albino ini kesakitan," jelas Dewa memberitahu cara, supaya Harmoni bisa mengendalikan kekuatan kristal itu.
"Tapi aku tak bisa," tolak Harmoni yang masih belum mencoba terlebih dulu.
"Kau masih belum mencoba, kau pasti bisa," yakinkan Dewa pada gadis itu.
"Tapi ...."
"Kita sudah hampir melewati awan, jika kau tak bergerak cepat, maka kita akan semakin jauh dari bumi," gertak Dewa pada Harmoni.
Harmoni memejamkan matanya mencoba menerima solusi dari Dewa.
"Jadi aku harus bagaimana sekarang?" tanya Harmoni penuh rasa terpaksa.
"Kau harus fokus, pikiranmu saat ini harus berpusat pada body mobil ini dan kau harus bisa membayangkan, jika dirimu pasti bisa mencabik-cabik tubuh iblis albino itu, bayangkan, jika dirimu seekor elang yang dalam habitat aslinya memang musuh bebuyutan ular dan kau bisa membumi hanguskan iblis tersebut," sugesti Dewa pada Harmoni.
Kali ini pikiran Harmoni berusaha terfokus dengan apa yang dikatakan oleh Dewa.
Harmoni membayangkan, jika dirinya adalah seorang elang yang sangat kuat yang mampu mencabik-cabik tubuh iblis albino tersebut.
Saat kedua mata Harmoni terbuka, mata itu memancarkan cahaya biru yang begitu pekat dengan wajah yang menatap ke arah iblis albino tersebut dengan tatapan tajam menusuk.
"Enyah dari mobil ini!" teriak Harmoni langsung memancarkan cahaya terang pada iblis tersebut dan seketika, ular raksasa itu langsung melepaskan belitannya pada mobil Dewa dan terpental cukup jauh dari mobil itu.
Dewa menatap ke arah Harmoni dengan tatapan tak percaya.
"Jadi kristal itu benar-benar menyatu denganmu," gumam Dewa yang sebenarnya, tadi hanya melakukan percobaan pada Harmoni namun, percobaannya benar-benar berhasil dan Dewa kini dapat memastikan, jika kalung itu akan menjadi perisai bagi Harmoni, jika suatu saat nanti ia harus kembali ke tempat asalnya dan berada cukup jauh dari gadis tersebut.
"Aku merasa tenang sekarang," tutur Dewa dalam hati karena cepat atau lambat, kedua orangtuanya, akan memintanya untuk kembali ke istana dengan atau tanpa kristal itu untuk acara pencarian calon permaisuri untuk dirinya kelak.
Wajah Harmoni nampak begitu lelah saat ia sudah kembali sadar dan tidak dalam pengaruh kekuatan kristal tersebut.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Dewa pada Harmoni.
"Aku ba ...."
Belum juga selesai menjawab pertanyaan dari Dewa, Harmoni sudah lebih dulu pingsan tak sadarkan diri.
Dewa langsung menangkap kepala Harmoni yang terjungkal ke belakang.
"Sepertinya kau masih harus banyak berlatih untuk beradaptasi dengan kekuatan ini," gumam Dewa menatap ke arah Harmoni yang masih memejamkan matanya tak ada niatan untuk bangun.
Mobil milik Dewa perlahan turun menapaki bumi namun, mobil itu masih berada di tempat lain, bukan di tempat awal mobil itu berada.
Dewa melakukan telepati dengan Hicob.
"Selamatkan Mona!"
"Apa yang terjadi, Tuan?"
"Dia saat ini berada di tangan iblis kalajengking yang tadi sempat menyerupai dirinya dan hampir membunuh Harmoni!"
"Baik, saya mengerti!"
Dewa kembali melihat ke arah Harmoni yang masih terlelap dalam kondisi pingsannya.
"Lebih baik kau istirahat saja," tutur Dewa meletakkan kepala Harmoni di ceruk lehernya dan kepala pria itu bersandar pada kepala Harmoni menikmati wangi lavender dari shampoo yang digunakan oleh CEO cantik tersebut.
Berbeda dengan Hicob yang tadinya sibuk membahas Damian dan Dalgon, seketika langsung bergerak cepat menuju arah di mana Mona berada karena ia tahu, gadis berambut pendek itu tak mungkin bisa melawan para iblis yang dikirim oleh raja iblis untuk memusnahkan Harmoni, gadis yang memiliki kristal biru dari kerajaan Amoora.
"Pantau semuanya, jangan sampai terlewat," pinta Hicob melakukan telepati dengan para anak buahnya.
"Baik, Tuan!"