Bola Salju

2083 Words
Kedua manik mata Harmoni masih terus memperhatikan tiap buliran salju yang secara perlahan mulai berada di dasar planet itu, dimana setiap salju yang turun membentuk sebuah tumpukan salju yang terlihat seperti busa yang sangat lembut dan gadis itu ingin sekali menggapainya. Dewa memperhatikan setiap gerak-gerik Harmoni saat gadis itu menatap ke arah hamparan salju yang sudah berada di dasar. "Apa kau ingin ke sana?" tanya Dewa pada Harmoni dan gadis itu sontak menoleh ke arah si empunya suara. "Apa kau yakin?" tanya Harmoni pada Dewa karena yang ia tahu, ilustrasi dihadapannya saat ini hanya sebuah khayalan belaka yang sama sekali tidak nyata. "Tentu saja aku yakin, kenapa kau masih meragukanku," sergah Dewa masih memperhatikan tiap inci pahatan wajah gadis bertubuh ramping di hadapannya. "Bukankah ini hanya ilusimu?" tanya Harmoni lagi yang ingin memastikan. "Aku bisa membuatnya menjadi nyata," jelas Dewa pada Harmoni. Dewa kembali menengadahkan telapak tangannya tepat di hadapan Harmoni dan gadis itu sama seperti sebelumnya, ia masih merasa ragu untuk menggapai telapak tangan kokoh tersebut. "Kau tak perlu ragu, kau hanya cukup meletakkan telapak tanganmu di tanganku," jelas Dewa yang tahu, jika gadis yang berada dihadapannya saat ini nampak masih belum 100% percaya padanya. Dengan pemikiran yang cukup matang, akhirnya Harmoni melakukan apa yang diperintahkan oleh Dewa dan seketika rasa dingin bagai menyentuh balok es yang baru keluar dari dalam kulkas menggerayangi setiap permukaan kulitnya. "Kenapa tubuhnya tiba-tiba sedingin ini?" tanya Harmoni dalam diam karena baru pertama kali ini Harmoni merasakan tubuh Dewa dengan suhu yang sangat dingin. "Apa kau merasa kedinginan?" tanya Dewa pada Harmoni. Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya pertanda, jika memang apa yang ditanyakan oleh Dewa itu memang benar. Dewa tersenyum kecil saat ia melihat anggukkan kepala dari Harmoni. "Ini masih di bagian perbatasan antara planetku dan tempat tinggalmu, jika kau benar-benar berada di sana, mungkin tubuhmu akan membeku," tutur Dewa pada gadis itu. "Apa kau sudah siap menyentuh buliran salju abadi itu?" tanya Dewa lagi ingin memastikan. "Tentu saja aku siap," sahut Harmoni dengan sangat sigap. "Pejamkan matamu dan rasakan hawa dingin yang perlahan mulai merasuk ke dalam setiap inci nadimu," pinta Dewa dan gadis itu perlahan mulai menutup kelopak matanya dan merasakan setiap aliran dingin yang mengalir pada setiap nadinya. Dewa juga memejamkan matanya dan seketika hembusan angin yang begitu dingin mulai menyentuh bagian permukaan kulitnya yang tak tertutup secarik benang pun. Tubuh Harmoni yang masih belum beradaptasi dengan suhu tersebut, merasa dirinya saat ini berada di ruangan pendingin dengan suhu yang sangat tinggi, di mana suhu itu dapat membekukan segala macam apapun yang sudah berada di dalamnya. "Buka matamu!" pinta Dewa dan perlahan kedua kelopak mata Harmoni mulai terbuka. Objek utama yang ia lihat adalah pegunungan dengan tumpukan salju yang sangat putih dan hawa dingin yang menusuk setiap inci bagian tubuhnya serta hembusan angin yang membuat helai demi helai rambut hitamnya bertiup melambai-lambai. Gadis itu mengitari tiap sudut tempat tersebut secara cermat tanpa ada satu titik sudut pun yang terlewati dan tubuh Harmoni juga ikut bergeser berpindah tempat melihat arah sekelilingnya, di mana ia sekarang berada di tengah-tengah pegunungan dengan hamparan salju abadi. "Apa ini planetmu?" tanya Harmoni pada Dewa. "Ini memang planetku," sahut Dewa. Harmoni kembali melihat ke arah pegunungan salju abadi tersebut. "Apa aku boleh pergi ke sana?" tanya Harmoni sembari menunjuk ke arah hamparan salju yang sudah mendarat di planet itu. "Lakukan apa yang kau mau," ujar Dewa memberikan izin pada Harmoni. Tanpa rasa sungkan, akhirnya gadis itu perlahan mulai melangkahkan kakinya menuju arah hamparan salju abadi tersebut. Saat Harmoni sudah berada di tengah-tengahnya, ia berjongkok sembari meraup tumpukan salju di tangannya. Harmoni coba menyentuh salju tersebut dan anehnya salju itu begitu lembut seperti busa dan hal itu membuat Harmoni merasa begitu geli. Sebuah ide terlintas dalam benaknya, Harmoni kembali berjongkok dan mengambil salju itu, kemudian gadis tersebut meletakkan salju yang berada di telapak tangannya tepat di hadapannya. Tanpa aba-aba, gadis itu meniup dengan kekuatan penuh tumpukan salju yang menurutnya terasa ringan seperti busa dan benar saja, salju itu terlepas dari telapak tangannya namun, nampaknya keberuntungan hari ini memang tak berpihak pada Harmoni, secara tiba-tiba, angin berembus ke arah gadis itu dan busa yang tadinya sudah terbang, kembali menerpa bagian wajah Harmoni. Spontan kedua mata gadis itu terpejam begitu erat, kala kedua lensa matanya melihat buliran salju yang baru saja ia terbangkan, kembali menyerang ke arahnya dan Harmoni berpikir, itulah yang dinamakan senjata makan tuan. Kedua tangan gadis itu terangkat dengan jari-jari yang terbuka lebar dan kedua mata yang tertutup rapat, menahan sesuatu yang teramat sangat dingin menerpa bagian wajahnya. Saat hembusan angin itu sudah dikiranya berhenti, akhirnya kedua mata Harmoni mulai terbuka dan gadis itu meraba bagian wajahnya. Wajah yang awalnya sempurna terpoles oleh make up dengan brand terkenal akhirnya harus basah dan dingin oleh gumpalan salju yang ia terbangkan sendiri. Gadis itu mengusap wajahnya dengan gerakan tak beraturan, seperti seseorang yang tengah kelilipan debu. Dewa yang melihat hal konyol tersebut hanya bisa tertawa lepas karena menurutnya pertunjukan yang tadi ia saksikan, merupakan bagian dari hiburannya untuk hari ini. Tanpa sengaja pria itu sedikit mengeluarkan suara tawanya dan Harmoni seketika menoleh ke arah Dewa dengan tatapan tajam. "Kenapa kau tertawa? kau senang ya melihatku seperti ini?" tanya Harmoni menuduh Dewa. Pria itu akhirnya menghentikan senyumannya. "Bagaimana aku tidak senang, kau sendiri, 'kan yang berulah," sahut Dewa menunjukkan kenyataan yang ada dan Harmoni tak bisa mengelak dari ucapan Dewa tersebut. "Aku memang sengaja melakukan hal itu dan itu bukan sebuah kesalahan bagiku," elak Harmoni yang tak ingin dirinya bertambah malu. "Benarkah? aku kira kau tidak sengaja melakukan hal itu," ejek Dewa membuat darah dalam diri gadis itu seketika mulai mendidih. "Aku, 'kan tidak takut pada hal kotor-kotoran, berbeda dengan dirimu yang tak mungkin mau bermain di tengah hamparan salju seperti ini, bukankah pekerjaanmu hanya mengurusi hal-hal yang berbau dengan kepentingan kerajaan," sindir Harmoni yang sesungguhnya ingin memancing Dewa, agar pria itu mau bergabung dengannya. "Siapa bilang? aku sering bermain salju bersama dengan Ibunda Ratu!" tutur Dewa menjelaskan. "Jangan berbohong kepadaku, buktinya kulitmu sangat bagus tanpa ada kekurangan sedikitpun dan itu sudah cukup menjelaskan, jika kau itu anak rumahan yang tidak pernah bergaul dengan lingkunganmu, kau hanya berada di dalam istanamu saja, benar, bukan?" ejek Harmoni lagi yang ingin memancing emosi pria itu, agar pria tersebut mau bergabung dengan dirinya. Sepertinya usaha Harmoni berbuah manis dan akhirnya pria itu berjalan perlahan ke arah Harmoni untuk menunjukkan pada gadis tersebut, jika dirinya bukan pria seperti yang dituduhkan oleh CEO cantik itu. Harmoni bersorak ria dalam hatinya karena sepertinya usaha untuk memancing pria itu bergabung dengannya tak sia-sia. Saat Dewa sudah berada tepat di hadapan Harmoni, pria itu melipat kedua tangannya. "Kau butuh bukti, 'kan? jika aku ini bukan anak rumahan yang tidak tahu lingkungan sekitarku?" tanya Dewa pada Harmoni dan gadis itu mengangguk dengan sangat cepat dibarengi dengan ekspresi wajah sangat setujunya dengan ucapan Dewa. Telapak tangan Dewa perlahan terulur ke depan dan telapak tangan itu bergerak seperti memerintah sesuatu untuk berangkat ke atas dan meminta sesuatu tersebut mendekat ke arahnya. Harmoni mengikuti arah panduan tangan Dewa dan gadis itu merasa cukup syok dengan apa yang ia lihat. Sebuah gumpalan salju berukuran cukup besar sudah berbentuk bola, sedikit demi sedikit bergerak ke arah telapak tangan Dewa. "Apakah ini yang dinamakan sihir? apakah seperti ini yang dilakukan oleh Elsa untuk menggunakan kekuatannya?" tanya Harmoni pada dirinya sendiri yang teringat akan sebuah film animasi dari World Disney. Kini bola salju berukuran sedang itu sudah berada di tangan Dewa dan pria tersebut menatap ke arah Harmoni. "Apa yang ingin kau lakukan?" tanya Harmoni yang merasa curiga dengan arah tatapan mata Dewa yang menuju ke arahnya. "Bukankah kau butuh bukti, Nona?" tanya Dewa tersenyum simpul pada gadis tersebut. "Aku memang butuh bukti tapi ...." Ucapan harmoni terjeda saat Dewa motong ucapannya itu, "Dan aku akan membuktikannya padamu. Dewa menjentikkan jarinya tepat ke arah Harmoni dan bola salju yang berada di telapak tangan Dewa tiba-tiba mengarah ke arah gadis itu secepat kilat dan .... Suara tabrakan antara bola salju milik Dewa dengan lengan Harmoni dan mulut gadis itu menganga kala pria di hadapannya melakukan hal yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Sepertinya Harmoni masih tak yakin dengan apa yang ia lihat. " Apa ini sungguh kau?" tanya Harmoni dengan raut wajah masih belum percaya dengan apa yang ia saksikan saat ini. "Tentu saja ini aku, kau kira siapa?" sahut Dewa. "Tapi aku masih belum yakin, jika ini dirimu," elak Harmoni lagi yang membuat satu bola salju, di mana bola salju itu tiba-tiba sudah berada di telapak tangan kiri Dewa dan pria itu kembali menghantam bagian lengan kanan Harmoni. "Hei, kau! sungguh sangat senang melempar bola salju itu kepadaku," protes Harmoni pada Dewa. "Itu bukti yang kedua, jika kau masih belum percaya, aku akan memberikan bukti yang ketiga padamu," jelas Dewa memperingati Harmoni. Gadis itu akhirnya tersenyum penuh tipu muslihat dan secara perlahan, ia mulai duduk di atas tumpukan salju abadi tersebut. "Apa yang kau lakukan?" tanya Dewa pada gadis itu. "Aku hanya ingin duduk di sini, aku ingin merasakan bagaimana rasanya duduk di hamparan salju abadi di planetmu ini," jelas Harmoni yang nampak terlihat mencurigakan bagi Dewa. "Kau jangan banyak bertingkah, Nona! aku tahu kau sudah merencanakan sesuatu," tuduh Dewa dan tuduhan pria itu memang benar apa adanya. "Terserah kau saja yang jelas ...." Tiba-tiba di kedua telapak tangan gadis itu sudah ada satu bola salju pada masing-masing telapak tangannya dan gadis itu langsung melempari Dewa dengan bola-bola salju yang ia buat. "Ha-ha-ha-ha! rasakan itu," tutur Harmoni masih terus tertawa di atas kesialan seorang Dewa. Karena tak mau kalah, akhirnya pria itu juga melakukan hal yang sama yang seperti dilakukan oleh Harmoni dan aksi lempar-lemparan bola salju akhirnya tak terelakkan kembali. Dewa terus menerus melempari Harmoni dengan bola salju dan gadis itu juga tak mau kalah dari Dewa. Semakin lama, lemparan itu semakin intens dan keduanya sama-sama memalingkan wajah mereka untuk menghindari terkena pada bagian wajah masing-masing. Dewa terus mendekat ke arah Harmoni agar arah jangkauan pria itu bisa lebih mudah untuk melumpuhkan targetnya. Saat benar-benar sudah berada di hadapan gadis itu dan jarak mereka sudah begitu dekat, Dewa seketika membuat 5 buah bola salju dan kelimanya sudah berada tepat di hadapan pria itu. Wajah harmoni terlihat begitu kaget saat melihat 5 buah bola salju yang sudah berada dihadapannya. "Apakah sudah siap?" tanya Dewa pada Harmoni dan gadis itu nampak begitu gugup saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Dewa kepadanya. "Apa yang ingin kau lakukan?" tanya Harmoni pura-pura tak tahu akan maksud Dewa yang menunjukkan 5 buah bola salju kepadanya. Pria itu tersenyum simpul kepada gadis tersebut. "Aku hanya ingin menunjukkan 5 buah bola salju ini padamu," jelas Dewa penuh tipu muslihat dan Harmoni sudah bisa membaca gelagat mencurigakan dari Dewa. Pria itu perlahan mulai kembali mendekat ke arah gadis tersebut dan Harmoni sedikit demi sedikit memundurkan tubuhnya. "Bersiaplah, Nona!" Wajah Harmoni semakin terlihat ketakutan. "Kau jangan macam-macam," ancam Harmoni terus memundurkan tubuhnya. Karena sudah tak tahan membiarkan 5 buah bola salju hanya mengambang di hadapannya, akhirnya Dewa segera meluncurkan bola-bola salju itu tepat ke arah Harmoni. Suara teriakan gadis itu sungguh sangat memekakkan telinga Dewa, sampai kening pria itu mengernyit karena kebisingan yang di buat oleh Harmoni dan hal tersebut di sebabkan olehnya. Harmoni yang menundukkan kepalanya, langsung menegakkan kepalanya kembali, semua baju yang ia kenakan dari mulai atasan sampai bawahan, bahkan rambutnya juga sudah terdapat salju-salju kecil yang masih menempel di tubuhnya. "Apa kau sudah puas?" tanya Harmoni pada pria itu sembari menahan amarahnya. "Tentu saja sudah karena aku sudah berhasil membalasmu," sahut Dewa penuh rasa kemenangan luar biasa. Harmoni tersenyum sumbang pada pria itu, kemudian secara bertubi-tubi, gadis tersebut mulai melempari Dewa dengan salju dan pria itu kewalahan menerima lemparan dari Harmoni. "Hei, berhenti!" Dewa terus membentengi dirinya menggunakan kedua tangannya, agar setiap lemparan bola salju yang Harmoni lakukan padanya, tidak mengenai bagian tubuhnya namun, tetap saja, cipratan salju masih mengenai tubuhnya. Karena sudah tak tahan dengan ulah gadis itu, akhirnya Dewa menggunakan kekuatannya untuk menahan setiap bola salju yang di layangkan oleh Harmoni kepadanya. Semakin lama intensitas lemparan gadis itu semakin intens dan mau tak mau, Dewa harus menahan setiap lemparan yang dilakukan oleh Harmoni. Pria itu akhirnya mendorong tubuh gadis tersebut sampai tubuh Harmoni terjungkal ke belakang dan Dewa juga ikut terjatuh bersamanya karena Harmoni mengalungkan kedua tangannya pada leher Dewa. Harmoni dan Dewa sama-sama menatap ke arah lensa mata masing-masing dengan deguban jantung yang sudah tak bisa dijabarkan lagi karena posisi mereka sudah saling tindih satu sama lain. Atmosfer di pegunungan itu yang awalnya sangat dingin, kini perlahan mulai berganti menghangat dengan sendirinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD