Bab 37

1618 Words
Waktu terus berputar sampai jam menunjukkan waktu makan siang bagi para pegawai kantor HCK Corp. Pemilik perusahaan itu juga harus makan siang dan menunaikan janjinya terhadap sang ayah yang sudah sepakat tadi pagi. "Kau urus kantor untuk sementara karena aku akan ke rumah Mama," tutur Harmoni pada Mona yang masih setia berada di ruangan karena asistennya itu hari ini memiliki banyak sekali pekerjaan yang menumpuk di meja kerjanya. "Baik, Nona!" Harmoni segera melenggang dari ruangan Mona menuju arah lift khusus CEO. Gadis itu saat ini masih berada di dalam lift kantornya. Harmoni sengaja membenarkan rambutnya yang sengaja ia gerai hari ini dan merapikan pakaian bagian kerahnya dengan model baju dress semata kaki berwarna hijau green tea. Ting Suara pintu lift terbuka dan Harmoni berjalan melewati pintu tersebut. Langka heels yang digunakan oleh Harmoni begitu nyaring terdengar di telinga para karyawan kantor dan mereka semua menundukkan kepalanya sebagai tanda memberikan hormat pada pemilik perusahaan tersebut. Tas berwarna senada dengan drees yang digunakan oleh Harmoni semakin menambah kesan elegan pada gadis itu. Saat sudah berada di luar gedung perusahaannya, Harmoni merogoh sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah kacamata hitam ia sematkan dikedua matanya dan CEO cantik tersebut mulai kembali bergerak ke arah mobil pribadinya yang sudah siap berada di halaman depan kantornya. Harmoni langsung masuk ke dalam mobil tersebut dan duduk di kursi kemudi. Suara halus mobil Harmoni mulai terdengar dan perlahan mobil itu mulai bergerak menuju arah pintu keluar gerbang perusahaan. Dari arah belakang, sopir yang sekaligus merangkap sebagai bodyguard Harmoni, sudah mengikuti mobil atasannya yang meluncur ke arah jalan raya. Di perjalanan, Harmoni merasa bosan, gadis itu memutar lagu, agar suasana di dalam mobilnya tak terlalu canggung. Sementara di rumah megah keluarga Sudarmanto, seorang wanita paruh baya tengah sibuk menyiapkan makanan untuk ia masukkan ke dalam wadah khusus agar makanan itu tetap fresh, setelah sampai ke kantor suamiku karena hari ini, akan ada acara makan bersama putri mereka yang sudah lama tak pernah terjadi karena peristiwa beberapa tahun yang lalu, saat Harmoni memutuskan untuk membangun perusahaannya sendiri. Setelah selesai mengemas semua masakannya, ibu dari Harmoni itu segera membawa makanan tersebut ke arah mobil, di mana mobil tersebut yang akan mengantarkannya ke kantor sang suami. Di depan pintu gerbang kantor milik sang ayah, mobil Harmoni perlahan masuk ke dalam halaman kantor tersebut, diikuti oleh pengawalnya yang senantiasa berada di belakangnya selama perjalanan menuju arah kantor sang ayah. Gadis itu memarkirkan mobilnya di area parkir khusus roda empat. Harmoni turun dari dalam mobil itu dengan kacamata hitam yang masih bertengger di kedua matanya, tak lupa, tas jinjing berwarna senada dengan baju yang ia pakai, juga tak lupa ia bawa. Para pegawai kantor itu, mulai dari satpam dan bagian resepsionis sudah mengetahui siapa Harmoni. Dengan cepat, Harmoni langsung melangkah ke arah lift khusus. Setelah menunggu beberapa detik di dalam lift tersebut, akhirnya pintu lift kembali terbuka dan Harmoni langsung menelusuri koridor lantai dua itu dengan gerakan cepat. Harmoni sudah sangat hapal dengan gedung kantor ayahnya karena ia sering sekali dibawa ke sana saat gadis itu masih kecil, bahkan saat masih di bangku pelajar saja, Harmoni sudah diperkenalkan dengan lingkungan kantor karena memang tujuan awal sang ayah adalah menjadikan Harmoni sebagai penerusnya kelak namun, takdir berkata lain. Setelah sampai di sebuah ruangan bertuliskan nama sang ayah "Jordan Sudarmanto, M.H." Harmoni tersenyum saat ia melihat gelar sang ayah. "Nama yang cukup membuat semua orang ketakutan saat membacanya," gumam Harmoni langsung menarik gagang pintu rungan tersebut dan .... Ceklek Suara pintu terbuka membuat si empunya ruangan menatap ke arah sumber suara dan pemilik ruangan itu menaikkan sedikit kacamata tuanya yang mulai terlihat turun hampir ke ujung hidungnya karena ia tengah sibuk menatap berkas yang berada di genggamannya. "Selamat siang," sapa Harmoni membuat suasana seketika canggung. Jika hubungan keluarga normal lainnya, mungkin seorang putri yang lama tak bertemu dengan sang ayah, akan langsung berlari memeluk lelaki pertamanya namun, berbeda dengan Harmoni, gadis itu malah bersikap layaknya seorang tamu yang ingin melakukan pertemuan dengan seorang pengacara kondang macam Jordan. "Masuklah, Nak!" Telinga Harmoni terasa begitu asing dengan sapaan tersebut, karena baru pertama kali ini sang ayah memanggilnya dengan sapaan yang sangat akrab baginya dan tentunya sapaan itu sangat ia rindukan. Harmoni hanya menganggukkan kepalanya menuruti permintaan sang ayah. Ruangan itu cukup luas, ada sofa khusus tamu namun, tepat di ruangan itu juga, terdapat ruangan lainnya yang diperuntukkan bagi para keluarga Sudarmanto. Harmoni lebih memilih duduk di sofa tamu karena menurutku, hanya itu tempat yang pas untuknya saat ini. Jordan mulai merapikan berkas yang tadi sempat ia baca dan meletakkan berkas itu ke tempatnya semula. "Sebentar lagi mama akan sampai," jelas Jordan mulai bangun dari kursi kebanggaannya berjalan menuju ke arah Harmoni. Harmoni hanya menanggapi dengan seutas senyum yang ia paksakan. Tak berselang beberapa waktu, akhirnya suara pintu ruangan Jordan terbuka. Harmoni dan Jordan langsung menoleh ke arah sumber suara dan benar saja, Rose yang tak lain ibu dari Harmoni dan istri dari Jordan, masuk membawa rantang makanan khusus di setiap tangannya. "Maaf, Mama terlambat," sesal Rose pada kedua orang yang duduk berjauhan. Rose segera menunju ke arah ruangan sebelah, di mana ruangan itu memang di khususkan untuk keluarga saja. "Ayo ikut, Mama!" pinta Rose pada keduanya. Harmoni langsung beranjak dari tempat duduknya, sementara Jordan mengikuti sang putri dari belakang. Saat Jordan berada di belakang Harmoni, ia baru menyadari, jika anak semata wayangnya itu sudah beranjak dewasa. "Gadis yang cantik dan tangguh, sama seperti dirimu, Rose!" gumam Jordan dalam hati karena ia tak mungkin mengungkapkan isi hatinya di depan Harmoni. Rose sudah membuka satu persatu rantang khusus menyimpan makanan tersebut di atas meja yang cukup lebar dan memang tempat itu ditempati dirinya dan sang suami, jika sudah waktunya makan siang. "Boleh aku bantu, Ma?" tanya Harmoni yang masih melihat satu rantang lagi tak tersentuh. "Silahkan, Sayang!" Harmoni tersenyum sembari mendekat ke arah ibunya untuk menata makanan yang di bawa oleh Rose. "Banyak sekali, Ma? apa setiap hari Mama masak sebanyak ini di rumah?" tanya Harmoni masih fokus menata makanan di meja. "Ini karena ada dirimu, Nak! Mama sengaja masak banyak, kau jarang, 'kan makan masakan Mama," jelas Rose pada sang putri. "Mama masih ingat makanan kesukaanku?" tanya Harmoni yang meletakkan rantang terakhir di meja. Rose menghentikan kegiatannya dan menatap ke arah sang putri. Wajah putrinya sungguh sangat cantik dan kini anak yang kemarin baru ia timang, sudah beranjak dewasa dan sudah mapan. Tangan Rose mengusap lembut kening sang anak. "Mama sangat merindukanmu, Nak!" Harmoni ingin sekali menangis namun, gadis itu harus menguatkan dirinya dan memeluk erat tubuh sang ibu. "Aku juga rindu Mama!" Ibu dan anak itu saling melepaskan rindu yang bertahun-tahun tak dapat mereka curahkan karena kesibukan Harmoni selama meniti karirnya. Harmoni sengaja tak meminta bertemu dengan ibunya karena ia ingin fokus dengan pekerjaannya dan membuktikan pada sang ayah, jika ia sanggup membangun perusahaannya sendiri tanpa bantuan sang ayah dan kini keinginannya itu tercapai. "Apa kau sehat? apa kau baik-baik saja?" tanya Rose yang sudah mengeluarkan sifat keibuannya. "Aku baik dan sehat, Ma! buktinya aku tumbuh menjadi gadis yang tangguh dan cantik seperti Mama," goda Harmoni membuat sang ibu tersenyum. Tanpa mereka sadari, sepasang mata melihat kejadian mengharukan tersebut. Ada rasa penyesalan di hati Jordan karena ia sudah memisahkan seorang ibu dari anaknya, meskipun usia Harmoni pada saat itu sudah cukup dikatakan dewasa saat gadis itu tak berada dalam perlindungan keluarga Sudarmanto. "Maafkan atas keegoisan, Papa! tapi ini sudah tradisi keluarga kita dan Papa tak bisa hanya mengesampingkan saja, Papa sebagai Kakak tertua dalam keluarga, harus bisa terus menjunjung tinggi tradisi keluarga kita," sesal Jordan pada dirinya sendiri. "He'em! apa Papa boleh bergabung?" tanya Jordan pada kedua perempuan yang masih saling memeluk satu sama lain. Karena suara Jordan tersebut, membuat Harmoni dan Rose, akhirnya melepaskan pelukan mereka. "Kemarilah, Pa! kami hanya melepas rindu," jelas Rose pada suaminya. Jordan segera masuk ke dalam dan duduk di kursi. Mata Jordan langsung berbinar melihat masakan sang istri yang sangat melimpah siang ini. "Banyak sekali makanannya, Ma? apa Mama berniat tasyakuran? ini cukup untuk para karyawan Papa," ledek Jordan membuat Rose melirik ke arah sang suami dengan tatapan tak dapat dijelaskan. Di meja itu terdapat sayur asam dengan macam-macam sayur di dalamnya seperti, kacang panjang, labu siam, terong, kacang, dan jagung. Bukan hanya itu saja, masih banyak lagi masakan lainnya seperti, goreng tempe, tahu, ayam, udang, telur dadar mix sosis, sambal goreng, kerupuk, dan jamur krispi. "Aku ingin menghabiskan semua makanan ini, Ma! tapi perutku tak muat," tutur Harmoni pada sang ibu. "Jika kau ingin membawa pulang, bawa saja, Nak! Mama bisa memasaknya lagi," jelas sang ibu sembari mengambilkan Jordan nasi dan beberapa lauk untuk suaminya. Harmoni mulai mengambil satu persatu makanan yang dihidangkan oleh ibunya. Sementara Jordan sudah mulai melahap makanan yang telah disediakan oleh sang istri. "Kenapa kau datang sendiri?" tanya Jordan kembali membuka suara dan ingin lebih akrab dengan putrinya karena setelah kejadian beberapa tahun lalu, membuat hubungannya dan Harmoni semakin dingin. Harmoni memang sengaja membatasi dirinya untuk berinteraksi dengan sang ayah karena ia merasa, ayahnya sudah tak menyayanginya lagi. "Aku harus datang bersama siapa, jika tak datang sendiri? aku masih belum memiliki suami, Pa!" sahut Harmoni apa adanya sembari mengunyah makanan yang masuk ke dalam mulutnya. "Bukankah kau sudah memiliki seorang kekasih?" tanya Jordan membuat Harmoni seketika tersedak. Uhuk uhuk uhuk uhuk uhuk Rose segera mengambilkan air untuk Harmoni dan gadis itu segera meneguknya dengan cepat. "Kenapa Papa bertanya saat makan siang seperti ini? bisa nanti, 'kan, Pa?" tegur Rose pada suaminya. "Papa sudah terlalu penasaran dengan pria yang berhasil meluluhkan hati putri kita ini," jawab Jordan secara gamblang tanpa berbelit-belit di hadapan putrinya. "Tahan dulu rasa penasarannya, Pa! putri kita sampai tersedak seperti ini," omel Rose kembali. Harmoni masih meneguk air minum itu sembari berpikir, bagaimana ia harus menjelaskan kepada kedua orangtuanya perihal hubungannya dan Dewa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD