Harmoni saat ini sudah berada di taman belakang rumahnya yang dipenuhi dengan berbagai macam bunga karena ia memang suka sekali dengan tanaman yang menunjukkan sebuah kasih sayang pada seseorang, jika tanaman itu diberikan pada seorang perempuan.
Harmoni berjalan di sepanjang lahan tamannya itu dengn telapak tangan kanan yang menyentuh tiap bunga yang ia lewati.
Merah, pink, salem, putih, kuning, hijau dan beberapa warna lainnya sudah menghiasi taman belakang rumahnya.
Saat Harmoni sudah menaiki tiap anak tangga menuju arah gazebo taman belakang rumah itu, tatapannya dikejutkan oleh puluhan kupu-kupu berwarna jingga yang tiba-tiba terbang memenuhi taman belakang rumahnya dengan sinar yang memantul terkena sinar matahari.
Harmoni yang berada dalam posisi membelakangi bunga-bunga itu karena akan menuju ke arah gazebo dibuat membalikkan tubuhnya karena arah datangnya kupu-kupu itu dari belakang tubuhnya.
Kepakan sayap kupu-kupu tersebut begitu indah seakan mereka semua sedang menari menyambut sesuatu, tapi Harmoni tak merasa ada perayaan di sini.
Angin kilat terasa menerpa bagian wajah kanannya dan ia tahu, pasti ada seseorang yang datang dan orang itu yang tak lain dan tak bukan pasti Dewa.
Harmoni langsung menoleh ke arah sebelah kanannya dan benar saja, wajah mereka berdua saat ini berjarak cukup dekat.
"Bagaimana? suka?" tanya Dewa dengan lensa mata yang sudah mulai perlahan berubah menjadi jingga.
Harmoni fokus pada lensa mata Dewa dan ia tahu apa yang saat ini terjadi pada pria di hadapannya ini, pria dengan status sebagai kekasihnya, kekasih sandiwaranya.
"Apa kau sungguh berniat membuatkan aku kejutan?" tanya balik Harmoni yang tak menjawab pertanyaan dari Dewa.
"Tentu saja! ini hari perayaan kita, peresmian hubungan kita, meskipun hanya sekedar sebuah sandiwara belakang, tapi aku ingin melakukannya dengan totalitas yang baik, setidaknya sebelum aku benar-benar pergi meninggalkan diri ...."
Harmoni menutup bibir Dewa, agar pria itu tak melanjutkan perkataannya.
"Jangan bahas hal itu lagi, kita lakukan apa yang bisa lakukan sekarang," pinta Harmoni pada Dewa.
"Lakukan semua hal manis sebagai kenangan hidupku, jika kau memang akan meninggalkan aku untuk selamanya," lanjut Harmoni dalam hatinya.
Kedua hati itu sepakat untuk mengikuti alur yang sudah Tuhan takdirkan untuk mereka , tanpa ada kata cinta atau pengungkapan perasaan lainnya, cukup hati mereka yang tahu dan yang merasa, jika debaran jantung itu benar-benar nyata dan keduanya sama-sama sadar akan rasa apa itu namun, mereka nampak tak mau mengutarakannya karena takut akan takdir yang tak mempersatukan keduanya.
Biarlah menjadi kenyataan terindah yang mereka jalani, meskipun hanya dalam hubungan sandiwara semata.
Dewa mengulurkan tangannya pada satu kupu-kupu yang terbang dan kupu-kupu itu hinggap di jari telunjuk Dewa.
Pria dengan suhu tubuh sedingin es tersebut menggerakkan tangan dengan kupu-kupu di jari telunjuknya ke arah Harmoni.
Harmoni yang paham langsung mendekatkan telapak tangannya ke arah Dewa bermaksud, agar kupu-kupu itu pindah menghinggapi tangannya namun, bukan hanya sekedar menghinggapi tangan Harmoni, hewan yang begitu indah itu berpindah menghinggapi jari manis Harmoni.
Arah tatapan Harmoni tertuju pada Dewa meminta penjelasan pada pria itu.
Dewa hanya bisa tersenyum karena ia tahu, jika gadis yang sudah resmi menjadi kekasihnya ini meminta penjelasan dari dirinya.
"Simbol cincin pengikat hubungan kita," jelas Dewa pada Harmoni.
Gadis itu kembali melihat ke arah kupu-kupu tersebut yang sedikit mengepakkan sayapnya.
"Cantik!"
Harmoni tersenyum manis pada cincin yang memang benar-benar sangat khas dari pria alien itu.
"Happy anniversary 1 jam hubungan kita," ucap Dewa mengecup kening Harmoni dan gadis itu nampak begitu terkejut dengan ucapan Dewa.
"Satu jam sudah kau jadikan sebuah pertanyaan?" tanya Harmoni yang tak habis pikir dengan jalan pikiran seorang pangeran planet Amoora tersebut.
"Tentu saja, itu sudah menjadi bagian dari hubungan kita," jelas Dewa pada Harmoni.
"Terserah kau saja!" pasrah Harmoni yang sudah tak mau banyak berdebat dengan pria itu.
Dewa memeluk tubuh Harmoni erat dengan senyum yang begitu indah terukir di bibirnya.
"Kau semakin menurut saja, seharusnya aku lebih awal mengikat dirimu dari dulu saja," goda Dewa membuat Harmoni mencubit perut pria itu.
"Enak saja! aku hanya memainkan peranku, jangan terlalu percaya diri, jika aku dulu mau melakukannya sandiwara ini," elak Harmoni yang sebenarnya tak sesuai dengan hatinya, lebih tepatnya bertolak belakang dengan keadaan hatinya saat ini.
Dewa sedikit memundurkan wajahnya namun, tubuh mereka masih memeluk erat satu sama lain.
"Memainkan peran? apa aku boleh memintanya sekarang?" tanya Dewa pada kekasihnya.
"Meminta apa?" tanya Harmoni.
"Cium aku!"
Wajah Harmoni langsung datar saat permintaan itu mencuat dari mulut Dewa.
"Sudah sering, untuk apa melakukan hal itu lagi, bukankah tadi sudah?" tolak Harmoni.
"Bukan kau yang melakukannya, tapi aku, sekarang aku minta kau yang melakukannya," jelas Dewa pada kekasihnya.
"Tidak mau!"
"Cium di kening saja," pinta Dewa dengan suara manja.
Mulut Harmoni dibuat menganga saat ia mendengar Dewa bisa juga bersuara ala orang manja seperti tadi.
"Kau Dewa, 'kan?" tanya Harmoni.
"Tentu saja ini aku."
"Bukan orang yang sedang menyamar, 'kan?" tanya Harmoni lagi ingin memastikan.
"Bukan, Pacar!"
Bukkk
Pukulan ringan mendarat di lengan Dewa karena ucapan Dewa yang selalu menyebutnya pacar.
"Tak ada panggilan lain apa? terlalu terang-terangan," protes Harmoni yang langsung menundukkan kepalanya menahan rasa malu.
"Bagaimana kalau, Sayang!"
Dewa berbisik tepat di telinga Harmoni dan gadis itu merasakan geli luar biasa pada telinganya akibat ulah Dewa.
Harmoni masih diam tak menjawab karena jantungnya saat ini sudah mulai melompat lebih dari biasanya saat ia mendengar kata sayang keluar dari mulut Dewa.
Dewa hanya tersenyum karena ia tahu, jika gadisnya tersipu malu.
"Cium aku, setidaknya meskipun di kening saja," manja Dewa kembali berkata pada Harmoni.
Gadis itu menggelengkan kepalanya tak mau.
"Aku mohon!"
lagi-lagi hanya ditanggapi dengan gelengan kepala saja oleh Harmoni.
"Aku mohon, Sayang!"
Karena sudah tak tahan dengan debaran jantungnya yang semakin menjadi, akhirnya gadis itu memberanikan dirinya untuk mengangkat wajahnya menatap ke arah Dewa.
"Manja sekali, sih!" protes Harmoni pada Dewa.
"Aku mohon," pinta Dewa lagi dengan wajah yang dibuat semanja mungkin di hadapan Harmoni.
Dengan perlahan kedua tangan Harmoni menyentuh pipi Dewa dan tumit gadis itu juga ikut terangkat ke atas dengan posisi berjinjit untuk menggapai kening pria bersuhu dingin tersebut.
Cup
Kecupan di kening sudah mendarat namun, tanpa Dewa sangka, kecupan itu masih belum juga selesai dilakukan.
Cup
Kecupan di ujung hidung Dewa kembali di lakukan oleh Harmoni.
Cup
Kecupan di pipi kanan Dewa kembali dilakukan oleh Harmoni.
Cup
Kecupan di pipi kiri Dewa juga tak luput dari target Harmoni.
Wajah Harmoni kali ini sejajar dengan wajah Dewa.
"Sudah cukup?" tanya Harmoni sengaja menggoda Dewa.
Kelopak mata pria berlensa mata biru itu yang awalnya tertutup rapat, kini terbuka menatap ke arah Harmoni.
"Belum!" sahut Dewa langsung mengangkat tubuh Harmoni dan gadis berambut panjang dengan tubuh ramping tersebut melingkarkan tangannya pada leher Dewa.
"Benarkah?" tanya Harmoni pura-pura tak mengerti akan maksud Dewa.
"Lakukan!" pinta Dewa yang sudah menunggu sedari tadi kejutan yang akan dilakukan oleh Harmoni padanya.
Gadis itu tersenyum dengan tinggi yang sudah melebihi tinggi tubuh Dewa karena tubuhnya saat ini diangkat oleh Dewa.
Wajah Dewa menengadah ke atas, sementara Harmoni menundukkan kepalanya mulai mendekatkan bibirnya pada bibir Dewa.
Cupppp
Kecupan cukup lama mendarat pada benda kenyal milik Dewa dengan pelukan erat yang melingkar pada pinggang ramping Harmoni.
Kedua mata mereka terpejam menikmati kecupan hangat tanpa gerakan apapun.
"Bonus untuk satu jam anniversary hubungan kita," goda Harmoni pada Dewa.
Keduanya tersenyum satu sama lain dengan ujung hidung yang masih saling sentuh tanpa berniat untuk menjauh.
Tanpa mereka sadari, di jendela ruang tamu, seorang pria berkacamata tengah mengulum senyumnya.
"Setidaknya Anda bahagia, Tuan! jangan hanya urusan kerajaan atau pekerjaan di bumi saja yang menjadi kesibukan Anda, untuk saat ini, nikmatilah kehidupan baru Anda bersama perempuannya yang pasti sudah ada dalam hati Anda," gumam Hicob yang mendukung hubungan antara Dewa dan Harmoni.
Keesokkan harinya lebih tepatnya di kediaman Dewa, pria itu saat ini berada di ruang latihan khusus bela diri.
Dewa sudah menggunakan celana training dan kaos oblongnya yang pastinya sangat menggugah selera para kaum hawa, jika mereka melihatnya.
"Selamat siang!" sapa seorang perempuan dengan setelan legging dan tanktop crop yang melekat pada bagian atas tubuhnya.
Rambut yang dikuncir kuda membuat leher gadis cantik dengan tubuh idaman pria tersebut terpampang begitu nyata di mata Dewa.
Tanpa rasa sungkan lagi, Dewa langsung mendekati gadis tersebut dan mengecup keningnya.
"Selamat siang, Sayang!"
Harmoni dengan senang hati menerima kecupan kening tersebut dari Dewa, tanpa ada niatan untuk menolaknya sedikitpun.
Harmoni melihat ke arah sekeliling ruangan tersebut.
"Apakah kita hanya berdua saja?" tanya Harmoni pada kekasihnya.
"Tentu saja! ini pelatihan langsung dari pangeran planet Amoora dan kau harus benar-benar mempelajarinya dengan baik, jarang-jarang aku mau mengajari seseorang," tutur Dewa pada Harmoni.
"Benarkah?" tanya Harmoni masih tak percaya.
"Ya!"
Harmoni hanya tersenyum sembari hendak bergerak ke arah kursi yang sudah tersedia di ruangan itu untuk beristirahat.
"Mau kemana?" tanya Dewa menghalangi niat Harmoni.
"Meletakkan ini," jelas Harmoni sembari menunjukkan tas bawaannya yang berisikan baju ganti, kosmetik dan beberapa keperluan lainnya.
"Berikan padaku!"
Harmoni langsung memberikan tas tersebut pada Dewa dan secepat kilat, tas itu sudah berada di kursi yang hendak Harmoni hampiri.
"Terima kasih!" ucap Harmoni pada pria itu.
"Imbalannya?" tanya Dewa yang sebenarnya hanya sebuah candaan saja.
Cup
Kecupan manis mendarat pada pipi kanan Dewa.
"Jangan minta lagi," protes Harmoni membuat Dewa tergelak.
"Itu sebuah kewajiban, Sayang!"
"Berhenti memanggilku seperti itu, malu," ujar Harmoni pada Dewa.
Dewa mendekap gadisnya dari belakang.
"Apa mau tak merasa kedinginan bersama dengan pria seperti diriku?" tanya Dewa pada Harmoni.
"Sekarang tidak!"
"Jadi, dulu kau kedinginan?" tanya Dewa lagi.
"Tentu saja karena aku masih belum beradaptasi denganmu, apalagi bukan hanya tubuhmu yang dingin, sikapmu juga dingin," oceh Harmoni membuat Dewa tersenyum.
"Sekarang masih dingin tidak?" tanya Dewa lagi dan lagi.
Harmoni sedikit menolehkan kepalanya ke arah Dewa namun, tak 100 persen menghadap ke arah Dewa.
"Sudah tidak, malah lebih manja," jujur Harmoni.
Dewa lagi-lagi mengecup rambut bagian belakang Harmoni tanpa henti.
"Apa aku boleh bertanya sesuatu?" tanya Harmoni pada Dewa.
"Tanyakan saja!"
"Kenapa kau tak memiliki mantan pacar manusia bumi sama sekali?" tanya Harmoni yang mulai penasaran dengan kisah percintaan Dewa.
Meskipun hubungan mereka hanya sebuah sandiwara yang harus dilakukan dengan totalitas, mereka juga ingin tahu bagaimana kisah hidup dan kisah percintaan mereka karena dari dua hal itu keduanya bisa saling memahami satu sama lain dan bisa bekerjasama dengan baik dalam proses sandiwara yang akan mereka lakukan namun, tanpa mereka sadari juga, semua hal tersebut adalah pengikat transparan yang tak dapat mereka lihat dan pahami dengan nalar, semua sudah diatur oleh yang menciptakan segalanya.
"Aku tak ingin berhubungan dengan orang bumi karena mereka akan tahu indentitasku dan Hicob, jika aku menjalani hubungan dengan mereka," jelas Dewa.
"Bukankah kau bisa berbohong?" tanya Harmoni lagi.
"Suhu tubuhku tak bisa membohongi mereka, Sayang!"
Harmoni membalikkan tubuhnya ke arah Dewa.
"Apa kau tak memiliki kekuatan untuk memanipulasi suhu tubuhmu ini?" tanya Harmoni menatap wajah Dewa.
"Bisa! tapi ada waktunya juga, tak sepenuhnya bisa aku lakukan, ada batasnya juga," jelas Dewa lagi.
Dewa menyentuh telapak tangan Harmoni keduanya.
Merasakan kehangatan yang menjalari tubuh pria itu dari aliran nadi sang gadis.
"Kau begitu hangat dan aku tak bisa menyentuh mereka dengan cara seperti ini karena kau akan merasakan suhu tubuhku yang terasa dingin, 'kan?" tanya Dewa.
"Tapi aku suka," sahut Harmoni membuat Dewa mencubit hidung gadisnya.
"Itu memang maumu saja," timpal Dewa.
"Setidaknya kau pria yang hangat, tak seperti dugaan awalku yang mengira, jika kau pria dingin dan tak mau berbaur dengan orang lain, termasuk kaummu," celoteh Harmoni membuat Dewa mengusap lembut pipi kekasihnya.
"Jika kau tahu diriku lebih dalam, aku seorang pria yang cukup manja, jika sudah berdekatan dengan orang yang aku kasihi," jujur Dewa.
"Apa aku salah satunya?" tanya Harmoni menunggu jawaban dari mulut Dewa.
"Kau sudah tahu jawabannya dan saatnya kita melakukan pemanasan terlebih dahulu sebelum kau melakukan latihan untuk hari ini."
Dewa menarik tangan Harmoni menuju ke tengah tempat latihan tersebut.
Selama melakukan pemanasan, Harmoni masih memikirkan ucapan Dewa.
"Apakah aku juga termasuk orang yang ia kasihi? dia manja sekali kemarin saat berada di taman belakang rumah," pikir Harmoni membuat gadis itu tak terlalu konsentrasi saat proses pemanasan berlangsung dan hal tersebut tak luput dari perhatian seorang Dewa.
"Lakukan dengan benar, Sayang! apa kau ingin aku yang mengajarimu?" goda Dewa membuat Harmoni memajukan bibirnya ke arah Dewa.
Bukannya marah, Dewa yang melihat ke arah Harmoni hanya bisa tersenyum melihat tingkah konyol CEO HCK Corp. tersebut.