Ledekan Dewa

3018 Words
Saat setelah sampai di sebuah rumah bercat pagar gold, Dewa menghentikan laju kendaraannya tepat di depan gerbang rumah itu. "Kenapa berhenti di sini?" tanya Harmoni yang cukup terkejut dengan hal yang dilakukan oleh Dewa. "Rumahmu ini, bukan?" tanya Dewa balik mengabaikan pertanyaan yang di ajukan oleh Harmoni padanya. "Ini memang rumahku dan kau kenapa malah berhenti di depan gerbang seperti ini?" tanya Harmoni lagi. "Tugasku hanya mengantarmu, bukan untuk masuk ke dalam rumahmu jadi, silahkan turun karena aku akan segera pulang, sebelum kekasihmu tahu, jika kau diantar oleh pria lain," sindir Dewa lagi dan wajah Harmoni nampak geram kali ini. "Kau ...." Gadis itu ingin sekali protes namun, Dewa langsung keluar dari kursi kemudinya berjalan ke arah pintu tepat di samping Harmoni dan membuka pintu itu. "Silahkan keluar, Nona Momo!" Kedua bola mata Harmoni di buat ingin melompat dari sarangnya kala ia mendengar kata "Momo" dari mulut Dewa. "Kenapa diam? cepat keluar, Nona Momo! bukankah kau suka di panggil dengan sebutan seperti itu," ledek Dewa lagi dan seketika itu juga, Harmoni langsung keluar dari dalam mobil Dewa dengan raut wajah menahan amarah. Saat Dewa menutup pintu mobil itu, Harmoni menatap tajam ke arah pria bermata safir tersebut. "Aku tidak suka dengan panggilan itu," tegas Harmoni pada Dewa dan pria itu balik membalas tatapan mata Harmoni padanya. "Kau tak suka karena aku yang memanggilnya, 'kan? tapi jika pria bernama Jason itu yang memanggil dirimu, kau pasti akan sangat bahagia sekali," sindir Dewa kembali, membuat isi kepala Harmoni rasanya ingin mendidih. "Bukan itu maksudku, tapi ...." Dewa tak mau mendengarkan penjelasan Harmoni dan pria itu langsung berjalan masuk ke dalam mobilnya. Sebelum mobil itu benar-benar pergi, Dewa membuka kaca mobilnya terlebih dahulu. "Maaf sudah memaksa untuk mengantarmu pulang, jangan bilang-bilang pada kekasihmu, nanti wajahku bisa babak belur," goda Dewa yang langsung melajukan mobilnya sembari tersenyum puas karena sudah menggoda Harmoni habis-habisan. Harmoni yang masih berdiri di depan gerbangnya, menghentakkan kakinya berkali-kali karena merasa teramat sangat kesal pada Dewa. Gadis itu berjalan masuk gerbangnya dan ternyata gerbang tersebut sudah di buka oleh satpam rumah itu. "Anda jalan kaki, Nona?" tanya satpam tersebut pada Harmoni. "Diantar," sahut Harmoni sedikit ketus. Satpam itu terlihat celingak-celinguk mencari si pengantar sang Nona cantiknya. "Di mana orangnya, Nona?" tanya satpam itu lagi sebelum jarak Harmoni benar-benar jauh dari gerbang tersebut. "Dia orang gila," sahut Harmoni sedikit berteriak karena jaraknya dan gerbang tersebut sudah cukup jauh namun, gadis tersebut masih bisa mendengar suara satpam rumahnya. Satpam itu terkejut kala Harmoni mengatakan, jika orang gila yang sudah mengantar Nona mudanya. "Mana ada orang gila yang akan berdekatan dengan Nona Harmoni, yang ada orang gila itu pasti di hajar habis-habisan sampai babak belur," gumam satpam itu sembari bergidik ngeri membayangkan, jika hal itu benar-benar terjadi. Harmoni langsung berjalan ke arah kamarnya dan melempar tubuhnya ke arah kasur berukuran king size miliknya. "Tubuh dan pikiranku terasa sangat lelah, apalagi, jika memikirkan pria alien itu, rasanya aku ingin merobek bibirnya yang sangat pintar menyindir itu," gerutu Harmoni mengambil bantal gulingnya dan menghajar guling tersebut seperti ia tengah menghajar Dewa. Setelah selesai menyalurkan rasa kekesalannya, Harmoni mengganti posisi dengan berbaring telungkup, gadis itu menyentuh bandul kalung yang menggantung di lehernya. "Apa karena kalung ini yang menyebabkan aku akhir-akhir ini menjadi lebih sensitif pada Dewa?" tanya Harmoni masih terus menyentuh bandul kalung berwarna biru safir itu. Saat Harmoni terus memperhatikan warna biru dari bandul kalung tersebut, gadis itu tiba-tiba mengingat lensa mata milik Dewa dan itu membuatnya kesal kembali. "Dasar pria alien yang sok tau, dasar pria alien yang pelit energi, dasar pria alien yang sangat menyebalkan," umpat Harmoni sembari meninggikan sedikit suaranya. Gadis itu bangun dari posisi telungkupnya dan berjalan ke arah kamar mandi. Ia ingin menyegarkan seluruh tubuhnya dengan berendam air hangat di sertai aroma terapi yang menenangkan tubuh dan pikirannya. Keesokan harinya, Harmoni sudah akan bersiap berangkat ke kantor bersama dengan Mona namun, asisten pribadinya itu ternyata harus pergi ke sebuah kampus untuk membahas acara pertemuan antara para pengusaha muda dua Minggu lagi di kampus tersebut. "Sepertinya Anda harus berangkat sendiri pagi ini, Nona! karena saya harus pergi ke universitas Cakra Bangsa," tutur Mona pada bosnya. "Untuk apa kau kesana?" tanya Harmoni pada Mona. "Dua Minggu lagi Anda akan di undang ke kampus itu menjadi teladan pengusaha muda yang sukses dan berprestasi tanpa bantuan orang lain," jelas Mona pada Nona mudanya. "Ada berapa banyak pengusaha yang akan di undang ke kampus itu?" tanya Harmoni sembari melahap roti isinya karena gadis itu memang tak terbiasa sarapan makanan berat. "Tiga orang, salah satunya adalah Tuan Jason," tutur Mona membuat Harmoni menghentikan gerakan mengunyah pada mulutnya. "Di juga di undang?" tanya Harmoni memastikan kembali. "Ya, Nona!" "Satu lagi siapa?" tanya Harmoni penasaran. "Saya tidak tahu, Nona! karena pihak kampus sepertinya merahasiakan indentitas orang itu," jelas Mona membuat rasa penasaran pada diri Harmoni semakin membuncah. Saat Harmoni masih menerka-nerka siapa kiranya orang tersebut, Mona membuka suaranya, "Waktunya berangkat ke kantor, Nona!" "Ah, baik," sahut Harmoni sembari berjalan ke arah pintu keluar rumahnya. Mona tersenyum manis melihat ke arah bosnya yang menghilang di balik pintu masuk rumah mewahnya tersebut. "Saya tidak menyangka, Anda akan berada di titik yang sangat terang seperti saat ini, semoga Anda mendapatkan pria yang tepat dan sayang pada Anda," harap Mona yang langsung menyusul Harmoni keluar dari rumah tersebut hendak pergi ke kampus Cakra Bangsa. Mona sudah sampai di sebuah gerbang kampus yang ia tuju. Di kampus itu nampak berlalu lalang para mahasiswa dan mahasiswi yang masih belum masuk waktu kelas mereka. Mona turun tepat di halaman kampus tersebut, sebelum mobil yang mengantarkannya menuju arah parkiran tempat itu. Saat Mona berjalan menuju arah pintu masuk kampus tersebut, bahunya tak sengaja disenggol oleh pria berkacamata dan nampaknya pria tersebut tengah terburu-buru mengejar seseorang. "Maaf, Nona! apa anda baik-baik saja?" tanya pria berkacamata tersebut. "Tidak apa-apa, aku baik-baik saja," sahut Mona sembari tersenyum kecil pada pria yang tak dikenalnya. Pria itu membalas senyum kecil dari Mona sembari berkata, "Sekali lagi saya minta maaf, saya sedang buru-buru." Pria itu seketika pergi berlari menuju arah pintu gerbang di mana sebuah mobil sudah menunggunya. Mona masih memperhatikan pria itu sampai pada akhirnya ia tersadar, jika dirinya harus segera masuk ke dalam kampus tersebut dan menuju ke arah tempat yang harusnya ia kunjungi. Mona berjalan ke arah pintu lift khusus tamu yang datang, ia menekan tombol lift itu menuju lantai di mana tempat pertemuan itu akan di langsungkan. Saat pintu lift terbuka, Mona masuk ke dalam lift tersebut namun, saat pintu lift itu akan tertutup kembali, tiba-tiba tangan seorang pria menghalangi tertutupnya pintu lift tersebut dan Mona merasa terkejut, ternyata pria itu adalah pria berkacamata yang sempat berpapasan sekaligus menyenggol bahu dirinya. "Kenapa pria ini lagi?" tanya Mona dalam hati. Mona merasa aneh dengan pria itu, pasalnya pria tersebut tidak merasa napasnya terengah-tengah atau dia merasa lelah karena berlari sedari tadi. Menurut Mona, hal itu sangat aneh. Bagaimana bisa dia secepat kilat sudah berada di depan pintu lift yang ia tempati saat ini, padahal tadi pria itu masih berada di pintu gerbang dan anehnya lagi, pria itu merasa biasa saja tanpa ada rasa letih sedikitpun di wajahnya. Saat arah tatapan mata pria itu mengarah pada Mona, pria tersebut lagi-lagi tersenyum kecil pada asisten pribadi Harmoni itu. "Ternyata Anda, Nona! sekali lagi saya minta maaf sudah mengganggu perjalanan, Nona! tutur pria tersebut pada Mona dan Mona hanya menganggukkan kepalanya pertanda ia memaafkan tingkah pria tersebut yang menghalangi pintu lift saat pintu tersebut akan tertutup. "Apa boleh saya ikut masuk dengan Anda? jika memang tidak boleh, saya akan menunggu lift berikutnya?" tanya pria itu yang mulai merasa sungkan pada Mona. "Tidak apa-apa, silahkan Tuan masuk saja, bukankah Anda juga akan menuju lantai atas," tebak Mona dan pria itu mengangguk mengiyakan tebakan Mona. Akhirnya pria tersebut masuk ke dalam lift bersama dengan Mona dan beberapa detik kemudian, pintu lift itu tertutup. Angka penunjuk lantai pada lift tersebut mulai berjalan, Mona dan pria itu melihat ke arah angka tersebut dan saat angka berhenti di angka lantai 14, Mona dan pria itu bersama-sama hendak keluar dari dalam lift namun, pria itu mengurungkan niatnya dan Mona masih melihat ke arah pria tersebut. "Anda tidak ingin keluar?" tanya Mona pada pria tersebut. "Ladies first, Nona! silahkan Anda keluar lebih dulu," pinta pria itu dan Mona menganggukkan kepalanya mengerti akan maksud pria tersebut, kemudian Mona keluar lebih dulu dan diikuti oleh pria berkacamata tersebut. Sudah cukup lama berjalan menyusuri koridor menuju ruangan pertemuan, Mona merasa aneh karena pria berkacamata tersebut terus aja mengikutinya. Asisten pribadi Harmoni itu, awalnya biasa saja, mungkin pria itu akan menuju lantai yang sama dengannya namun, beda ruang. Kenyataannya pria itu sampai saat ini masih mengikutinya dan sedikit banyak perasaan ketakutan mulai mencuat dalam dirinya, Mona perlahan mempercepat langkah kakinya karena ia takut, jika pria itu ingin berbuat jahat padanya. Saat asisten pribadi Harmoni itu menapaki kakinya tepat di depan sebuah ruangan bertuliskan "Ruangan Pertemuan" , perasaan Mona merasa lebih lega karena ia sudah sampai di tempat tujuan. Saat Mona mencoba melihat ke arah pria berkacamata itu, Mona sebenarnya sudah tidak perlu melakukan hal itu namun, ia ingin memastikan, apakah pria itu masih mengikutinya atau tidak dan betapa terkejutnya seorang Mona, saat pria itu sudah berada di sampingnya. "Anda kenapa, Nona? apa Anda baik-baik saja?" tanya pria itu yang merasa heran dengan ekspresi wajah Mona yang terlihat begitu terkejut saat melihat dirinya. "Saya tidak apa-apa, saya hanya terkejut saja karena Anda tiba-tiba sudah berada di sini," jelas Mona penuh kejujuran. "Apa Anda menganggap saya ini orang jahat?" tanya pria itu pada Mona secara frontal karena dia dapat melihat dari raut wajah perempuan itu dan bisa menerka, jika perempuan yang ada di hadapannya saat ini merasa terancam dengan keberadaannya. "Sebenarnya tidak terlalu, tapi ada sedikit rasa seperti itu." jawab Mona secara lugas dan perempuan itu menarik gagang pintu ruangan tersebut dan memasuki ruangan pertemuan di kampus Cakra Bangsa. Mona sudah duduk di kursi yang memang dikhususkan untuk asisten pribadi Harmoni. Saat perempuan itu sudah dalam posisi duduk yang nyaman, pria berkacamata yang satu lift dengannya juga ikut masuk ke dalam dan duduk tepat di depan, di mana biasanya seorang pemimpin pertemuan berada. Mona merasa terkejut dengan keberadaan pria tersebut. "Apa mungkin hanya aku yang mengira, jika pria ini adalah pemimpin pertemuan hari ini? atau itu hanya perasaanku saja?" tanya Mona dalam hati karena dia masih belum bisa memastikan hal itu. Mona sebenarnya ingin sekali bertanya pada seseorang namun, asisten pribadi Jason masih belum tiba di tempat jadi, Mona harus menahan rasa penasarannya tersebut sampai asisten pribadi Jason sampai di tempat pertemuan ini. Mona diam-diam melirik ke arah pria berkacamata itu namun, saat pria tersebut menatap ke arahnya, Mona memalingkan wajahnya melihat ke arah lain. Pria berkacamata itu hanya tersenyum kecil karena ia tahu, jika Mona tengah memperhatikannya secara diam-diam. "Lucu juga," gumam pria itu dalam hati. Beberapa menit kemudian setelah Mona dan pria berkacamata itu menunggu cukup lama, akhirnya asisten pribadi Jason datang. "Maaf karena telah menunggu lama," sesal asisten pribadi itu. "Tidak apa-apa, Nona! silahkan duduk," tutur pria berkacamata tersebut sembari tersenyum manis pada perempuan yang tak lain asisten pribadi Jason. Mona melirik ke arah pria itu dan dirinya merasa aneh karena pria tersebut tersenyum manis pada asisten pribadi Jason namun, padanya dirinya hanya tersenyum kecil. Mona mencubit tangannya sendiri. "Kenapa aku memikirkan hal yang tidak penting? itu bukan urusanku! hal yang harus aku lakukan adalah menghadiri pertemuan ini dan mengerti semua hal yang dijelaskan oleh pemimpin pertemuan pada hari ini," gerutu Mona dalam hati. "Baiklah, karena semua perwakilan dari setiap pengusaha muda sudah berkumpul, maka saya sebagai pemimpin pertemuan pada hari ini, akan memulai rapat yang mungkin tidak terlalu penting, tapi bisa dikatakan juga penting jadi, mohon kepada para perwakilan pengusaha muda untuk mendengarkan secara seksama apa yang saya sampaikan," tutur pria berkacamata itu membuka pertemuannya. "Perkenalkan, saya Hicob, assisten pribadi dari Tuan Dewa Abraham! Tuan Dewa abraham sendiri adalah pemilik yayasan kampus ini dan beliau juga merupakan salah satu pengusaha muda yang akan menghadiri acara seminar dua minggu mendatang jadi, saya di sini mewakili beliau untuk menyampaikan beberapa poin penting yang harus disampaikan pada saat seminar kampus dilaksanakan," jelas Hicob pada kedua asisten itu. Dua perempuan yang menjabat sebagai asisten pribadi bosnya masing-masing, mulai mengeluarkan alat perekam suara, agar memudahkan mereka untuk menyimpan semua poin-poin penting yang disampaikan oleh pemimpin pertemuan rapat pada hari ini jadi, mereka berdua tidak perlu bersusah payah menggunakan jari-jari lentik mereka untuk mencatat semua poin-poin penting yang disampaikan oleh pemimpin rapat. "Poin pertama harus menjelaskan bagaimana proses pembangunan perusahaan dari nol sampai sukses seperti sekarang ini, poin kedua, hal-hal yang harus dilakukan oleh pengusaha muda, agar tujuan mereka tercapai sesuai dengan keinginan mereka, dan poin yang ketiga adalah, apa motivasi utama mereka membangun sebuah perusahaan itu sampai perusahaan tersebut berada di puncak kejayaannya," jelas Hicob pada kedua perempuan yang menjabat sebagai asisten tersebut. "Hanya tiga poin penting itu yang harus dijelaskan oleh para pengusaha muda, mungkin ada yang ditanyakan? saya persilahkan," pinta Hicob pada keduanya. Mona mengangkat sebelah tangan kanannya yang bertanda perempuan itu ingin mengajukan sebuah pertanyaan pada pemimpin rapat. "Silahkan asisten, Mona!" ujar Hicob mempersilahkan Mona untuk bertanya. "Pada bagian poin ketiga, poin motivasi dari atasan kami, apa perlu dijelaskan secara spesifik atau secara garis besarnya saja?" tanya Mona pada Hicob. "Sebenarnya secara garis besar juga tidak apa, tapi karena ini mengandung edukasi jadi, lebih baik dijelaskan secara spesifik karena itu merupakan sebuah motivasi yang mungkin akan di contoh oleh para mahasiswa dan mahasiswi universitas Cakra Bangsa," sahut Hicob secara lugas. Assisten pribadi Jason juga mengangkat sebelah tangan kanannya ingin mengajukan sebuah pertanyaan pada pemimpin rapat dan pemimpin rapat tersebut mempersilahkan perempuan bernama Lani itu untuk mengajukan pertanyaannya. "Apakah hanya poin ketiga itu yang harus dijelaskan secara spesifik atau poin pertama dan kedua juga harus dijelaskan secara spesifik?" tanya Lani pada pemimpin rapat. "Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya karena ini mengandung edukasi bagi para mahasiswa dan mahasiswi universitas ini jadi, akan lebih baik lagi, jika dijelaskan secara spesifik karena, jika hanya di jelaskan secara garis besar saja, mungkin mahasiswa dan mahasiswi tidak terlalu paham akan semua poin yang harus disampaikan oleh para pengusaha muda nanti, saat acara seminar berlangsung," jabar Hicob memperjelas lagi. Kedua asisten berjenis perempuan itu menganggukan kepala mereka, pertanda mengerti maksud dari pemimpin rapat tersebut. "Silahkan, apa mungkin ada yang ingin ditanyakan lagi? saya persilahkan," pinta Hicob pada keduanya. "Sepertinya sudah cukup," sahut Mona menatap ke arah pemimpin rapat. "Bagaimana dengan Anda, Nona Lani? apa mungkin masih ada yang ingin ditanyakan?" tanya Hicob meminta pendapat dari Lani karena bukan hanya Mona saja yang hadir di pertemuan hari ini, melainkan Lani juga merupakan peserta pertemuan. "Saya rasa sudah cukup karena pertanyaan tadi sudah mewakili semuanya," sahut Lani pada pemimpin rapat. "Jika sudah tidak ada yang ingin ditanyakan lagi, maka pertemuan pada pagi hari ini saya tutup dan terima kasih atas kehadiran Anda berdua dan silahkan menikmati makanan kecil yang sudah kami sediakan," tutur pemimpin rapat itu. Mona segera mengambil air mineral yang sudah disediakan oleh bagian panitia pertemuan itu, gadis tersebut nampak terlihat cukup kehausan karena air mineral tersebut seperempat bagian sudah masuk membasahi leher Mona. Sementara Lani hanya meminum air mineralnya sedikit saja, kemudian ia mencoba sebuah kue yang menurutnya tak pernah ia lihat sebelumnya. Saat kue berwarna putih seputih salju itu digigit oleh Lani, perempuan itu merasa takjub dengan rasanya karena ia sebelumnya tak pernah merasakan kue seenak itu. Perpaduan antara manis saat menyentuh lidahnya, dan segar saat merasuk ke dalam indera penciumannya, serta dingin saat melewati bagian lehernya dan itu merupakan suatu perpaduan yang menakjubkan bagi Lani sendiri. "Bolehkah saya bertanya kepada Anda, Tuan Hicob?" tanya Lani pada pria tersebut. "Tentu saja boleh," sahut pria itu yang juga tengah menikmati kue seputih salju tersebut. "Ini kue apa ya?" tanya Lani penasaran. Pria itu hanya tersenyum saat mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Lani padanya. "Ini kue yang sangat spesial, Nona! dan kue ini tidak bisa sembarangan dibuat oleh seseorang," jelas asisten pribadi Dewa tersebut. "Apa nama kue ini?" tanya Lani lagi. "Seperti bentuk yang Anda lihat, kue ini adalah kue salju jadi, rasanya sama seperti butiran salju yang turun saat musimnya, terasa dingin saat memasuki tenggorokan kita," jelas pria itu lagi. Lani hanya manggut-manggut mengerti dengan ucapan assisten Dewa itu namun, berbeda dengan Mona yang hanya menjadi seorang pendengar sekaligus memperhatikan keduanya. "Mereka berdua sangat akrab sekali, apa mereka sebelumnya saling mengenal?" tanya Mona dalam hati karena perempuan itu melihat keakraban keduanya mengira, jika mereka berdua sudah saling mengenal sebelumnya dan Mona merasa seperti nyamuk saja. Hicob tak sengaja melihat ke arah Mona dan asisten pribadi Harmoni itu tidak mencicipi makanan kecil apapun. "Kenapa Anda tidak coba mencicipi makanan kecil itu?" tanya Hicob pada Mona sembari menunjuk makan kecil itu menggunakan matanya. "Saya tidak terlalu suka dengan makanan dingin saat berada di tenggorokan," jelas Mona sejujur-jujurnya. Hicob dan Lani hanya tersenyum mendengar penjelasan dari mulut Mona. "Makanan ini tidak dingin, Nona! hanya sensasinya saja yang terasa dingin di tenggorokan, tapi makanan ini sungguh sangat enak, jika memang Anda tidak ingin mencobanya, silahkan coba makanan yang lain," ujar Lani tersenyum manis pada Mona. Arah tatapan mata Mona masih tertuju pada kue salju tersebut dan pria itu tahu, jika Mona ingin merasakan kue berwarna putih yang sangat lezat itu. Tanpa aba-aba, asisten pribadi Dewa itu, mengambilkan satu buah kue salju dan mengarahkan pada mulut Mona dan kedua perempuan yang berada di ruangan tersebut merasa terkejut dengan perlakuan Hicob pada Mona. Hicob yang sadar akan kecerobohan yang sudah ia buat akhirnya dengan menjentikkan tangan kirinya, Lani saat keluar dari ruangan itu, ia akan melupakan kejadian tersebut namun, berbeda dengan Mona gadis itu pasti akan terus mengingatnya karena menurut Hicob, itu bukan suatu kesalahan yang fatal, melainkan ia hanya ingin mempromosikan makanan khas planetnya pada manusia di bumi. Karena merasa malu dengan Hicob, akhirnya Mona mengambil kue salju tersebut dari tangan Hicob dan memasukkan ke dalam mulutnya sendiri menggunakan tangannya. Saat suapan pertama sudah ia dapatkan, benar apa yang dikatakan oleh Lani, makanan ini benar-benar sangat enak dan lezat. Mona sebagai manusia bumi saja, baru pertama kali ini merasakan makanan seenak itu. "Bagaimana? enak?" tanya Hicob pada Mona. "Sangat enak," sahut Mona sangat jujur dan Hicob tersenyum manis pada Mona.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD