Bab 43

1820 Words
Acara makan-makan di rumah Mona sudah selesai. Harmoni, Jason, Hicob, dan Mona kini sudah berada di ruang tamu, sementara ibu Harmoni masih ke kamar mandi. Bunyi ponsel Hicob memusatkan semua perhatian para mata yang berada di ruangan itu ke arah asisten pribadi Dewa tersebut. Dengan cepat, Hicob segera mengangkat panggilan tersebut dan berdiri berjalan ke arah pojok ruangan itu. "Ya, Tuan?" tanya Hicob pada orang di seberang ponselnya yang tak lain adalah Dewa. "Kau ada di mana sekarang? seperti kau sudah memiliki kekasih, ya? seharian penuh aku tak melihatmu di kantor atau rumah," sindir Dewa di seberang telepon. "Maaf, Tuan! saya saat ini masih berada di rumah Nona Mona," jelas Hicob pada bos besarnya. "Untuk apa kau di sana? apa kau berkencan dengan asisten pribadi gadis cerewet itu?" tanya Dewa blak-blakan tanpa filter karena saat ini ia tengah berbicara melalui telepon jadi, Harmoni tak mungkin bisa mendengar percakapan dirinya dan Hicob, kecuali asisten pribadinya itu membuat suaranya bisa terdengar oleh semua orang. "Tentu saja tidak! saya kemari karena ingin menghadiri acara ulang tahun ibu dari Mona," jelas Hicob kembali. "Tahu darimana kau perihal ulang tahun ibunya? apa kau sengaja menyelidiki seluk beluk gadis itu?" tanya Dewa yang semakin menyudutkan Hicob dan terkesan, jika Hicob sedang mengejar cinta Mona. Hicob hanya bisa memijat kepalanya yang tak merasa nyeri karena ia bingung harus menjelaskan darimana dulu pada Dewa. "Jadi begini, saya tadi pergi ke toko bunga langganan kita dan saya tak sengaja bertemu dengan Mona, ternyata dia sedang membeli bunga untuk ulang tahun ibunya jadi, sekalian saya membantu dia untuk memilih bunga yang cocok dan kami juga ke toko kue yang sama untuk memesan kue tart," ungkap Hicob panjang lebar, agar Dewa paham dan tidak memikirkan hal-hal yang tidak-tidak tentangnya, meskipun sebenarnya ia merasa nyaman jalan bersama Mona. "Oh, aku kira kau sedang dalam proses pengejaran dan beruntungnya kau masih ingat ulang tahun Natali jadi, aku tak perlu murka padamu karena seharian penuh tak terlihat ujung rambutnya saja," ujar Dewa. Hicob hanya tersenyum kecil karena Pangerannya sungguh super protektif padanya. Hicob menoleh ke arah Harmoni yang masih asyik bercengkrama dengan Mona dan Jason. "Bagaimana, jika Anda tahu, gadis yang Anda incar sedang tersenyum bersama pria lain di sini," pikir Hicob dalam hati. "Kapan kau akan pulang?" tanya Dewa. "Sebentar lagi karena kami ...." "Kami? siapa saja yang berada di sana?" tanya Dewa yang nampak terdengar begitu penasaran. Hicob hanya bisa menggelengkan kepalanya karena ia tahu, jika pangerannya itu tengah terfokus dengan Harmoni. "Saya, Mona, Jason, dan ...." "Harmoni?" sambung Dewa langsung memotong ucapan Hicob dengan cepat. "Tentu saja," sahut Hicob tak kalah cepatnya karena ia sengaja ingin membuat Dewa terbakar api cemburu. Terdengar suara helaan napas dari balik ponsel Hicob dan asisten pribadi Dewa itu paham, jika tuannya sedang dalam mode darah tinggi level menengah. "Tunjukkan pesonamu, Tuan," batin Hicob yang ingin tahu respon Dewa seperti apa, jika ia tahu Jason berada di rumah Mona. "Aku akan menunggumu di panti, jangan terlalu malam, kasihan Natali menunggu kita," jelas Dewa yang terdengar nampak lesu setelah Hicob memberitahu, jika Jason dan Harmoni juga ikut merayakan ulang tahun ibu Mona. Saat Dewa hendak menutup panggilannya, suara Hicob mengurungkan niat pria itu. "Apa Anda bisa menjemput saya?" tanya Hicob yang ingin memberikan kesempatan pada Dewa, agar pria itu dapat bertemu dengan Harmoni, meskipun hanya sekejap saja. "Kau membawa mobil, 'kan? untuk apa kau masih memintaku menjemputmu?" tanya Dewa masih dengan suara pasrah tak b*******h sama sekali. "Saya tak membawa mobil, Tuan!" "Hah, kau tak membawa mobil? apa kau masih asistenku? memangnya kemana mobilmu itu?" tanya Dewa dengan suara terheran-heran. "Sudah saya hilangkan," bisik Hicob sembari menutupi mulutnya, agar orang lain tak mendengar percakapannya. "Dihilangkan? kenapa?" tanya Dewa terkejut. "Karena saya ingin bertemu dengan ibu Mona, saya rindu dengan Ibunda," jelas Hicob membuat suara Dewa seketika tak terdengar beberapa saat. "Kau benar, aku juga sangat merindukan Ibunda, kita sudah cukup lama tak pulang, 'kan?" ujar Dewa dengan suara semakin melemah. Sedingin apapun seorang pria bernama Dewa, jika berhubungan dengan sang ibu, ia akan melemah karena menurutnya, ibu adalah seorang malaikat tanpa sayap yang rela mengorbankan apapun termasuk nyawanya. "Jadi bagaimana? apakah Anda akan menjemput saya?" tanya Hicob lagi. "Jika kau memaksa, aku akan menjemputmu," ujar Dewa yang sebenarnya memang ingin menjemput Hicob, agar ia bisa bertemu dengan Harmoni. "Padahal aku tak memaksa, tapi yang mulia begitu sigap menjawab pertanyaan itu," gelak tawa Hicob dalam hatinya. Hicob sudah bisa merasakan perubahan pada diri Dewa saat pria itu dekat dengan Harmoni. "Saya tutup dulu ya, Tuan!" "Ya, jangan lupa kirimkan aku pesan singkat, jika kau akan pulang," jelas Dewa di seberang ponsel Hicob. "Anda jalan sekarang juga tak apa karena saya dan yang lainnya akan segera pulang sepertinya," pinta Hicob. "Ya!" Tut tut tut tut tut tut Sambungan telepon langsung diputus oleh Dewa lebih dulu. Hicob kembali menuju arah kursi tamu di mana ia duduk semula. "Lama sekali, kau sedang menghubungi siapa? kekasihmu?" tanya Harmoni yang memang tak dapat menjaga mulutnya untuk bertanya perihal urusan orang lain. "Bukan," jawab Hicob singkat namun, menerangkan, jika ia tak menghubungi kekasihnya. Harmoni hanya mencebik kesal karena kebanyakan pria memang begitu, selalu menutupi indentitasnya. Mona hanya tersenyum menanggapi kekesalan yang terlihat pada wajah Harmoni. "Sepertinya aku harus pulang lebih dulu karena aku masih ada acara bersama atasanku," pamit Hicob pada semuanya. "Apa kau ingin merayakan ulang tahun gadis itu?" tanya Mona pada Hicob dan pria itu hanya menganggukkan kepalanya membenarkan. Rasa penasaran kembali menyelimuti hati Mona. Rasa ingin tahunya semakin membuncah, membuat dirinya ingin tahu, seperti apa gadis itu. Apakah pendengarannya yang bermasalah atau memang Hicob sudah memiliki seorang kekasih. "Aku boleh ikut?" tanya Mona pada Hicob. Pertanyaan Mona sukses membuat atmosfer dalam ruangan itu hening dan seketika, arah tatapan semua orang tertuju pada Mona. Yang menjadi pusat perhatian langsung melirik setiap mata yang memandangnya dengan tatapan terkejut. "Kenapa kalian menatapku seperti itu?" tanya Mona keheranan dengan mereka semua yang memandang ke arahnya dengan tatapan aneh. "Kau serius ingin ikut dia?" tanya Harmoni pada Mona. "Tentu saja, Nona! aku ingin ikut merayakannya juga," jelas Mona pada Harmoni. Harmoni tak habis pikir dengan Mona, sebenarnya apa yang sudah ia makan tadi, hanya makanan restoran bintang lima saja apa bisa membuat otak asistennya ini menjadi korslet? "Kenapa kau ingin ikut dengannya?" tanya Harmoni yang masih tak habis pikir dengan cara pikir Mona. Mona masih diam menatap ke arah Hicob, ia ingin tahu apakah gadis yang dimaksud Hicob itu gadis 10 tahunan atau gadis yang sudah siap menikah. "Aku ingin tahu gadis kecil yang dimaksud olehnya!" Jelas Mona pada Harmoni. Semua orang semakin bertanya-tanya dengan maksud perkataan Mona. Hicob yang tanggap akan keadaan itu, langsung menengahi pemikiran mereka semua. "Sebenarnya hari ini adalah hari ulang tahun salah satu anak gadis di sebuah panti asuhan yang mana panti itu, merupakan salah satu pantai yang biasa di kunjungi oleh Tuan Dewa dan saya," jelas Hicob pada semuanya dan raut wajah Harmoni nampak melunak kala ia mendengar nama Dewa disebut oleh Hicob. "Jadi kalian menjadi donatur di panti itu?" tanya Harmoni pada Hicob dan pria berkacamata tersebut menganggukkan kepalanya. "Ternyata pria itu banyak juga menyumbang kebaikan di bumi," pikir Harmoni yang semakin kagum akan kebaikan Dewa. Hicob melihat ke arah jam tangannya dan waktu sudah hampir menunjukkan pukul setengah tujuh malam. "Saya akan segera berangkat ke panti itu," pamit Hicob langsung berdiri dari sofa tamu. "Mau kemana, Nak?" tanya ibu Mona yang baru kembali dari kamar mandi. "Saya pulang dulu ya, Ibu! masih ada acara lain hari ini," jujur Hicob pada ibu Mona. "Terima kasih atas kunjungannya ya, Nak! semoga kau selalu dalam lindungan yang kuasa, kau anak yang baik dan Bibi sangat menyukaimu," tutur ibu Mona membuat senyum di bibir Hicob terbentuk. "Saya juga sangat menyukai, ib ...." "Panggil saja Bibi, agar terdengar lebih dekat, bukankah kau sudah menjadi teman putriku?" tanya ibu Mona dan Hicob menganggukkan kepalanya mengiyakan. "Bibi titip Mona dan Nona Harmoni padamu ya, Nak!" tutur ibu Mona membuat Mona dan Harmoni saling bertukar pandangan. "Saya akan lakukan semua permintaan, Bibi! saya sudah menganggap Bibi seperti ibu saya sendiri jadi, jangan merasa sungkan pada saya," jelas Hicob kembali memeluk ibu Mona. "Sehat selalu ya, Bi!" "Terima kasih, Nak!" Pelukan Hicob akhirnya terlepas dan digantikan oleh pelukan Mona pada sang ibu. "Mona pamit dulu ya, Ma! jangan tidur terlalu malam dan jaga kesehatan," ujar Mona mengingatkan sang ibu. "Iya, Sayang!" Setelah menguasai salam perpisahan, akhirnya mereka semua sudah berada di teras rumah Mona. Jason membuka bagasi mobilnya untuk mengambil sesuatu dari dalam sana. Sebuah bingkisan besar sudah terdapat di kedua tangannya dan pria tersebut memberikan bingkisan tadi pada ibu Mona. "Selamat ulang tahun, Tante! maaf kadonya terlambat datang," tutur Jason yang merasa malu pada ibu Mona karena kado yang ia berikan memang baru ia pesan dari asistennya. "Tak apa, Nak! terima kasih ya?" senyum ibu Mona terukir indah menatap ke arah Jason dan CEO tampan itu juga membalas senyuman ibu Mona. Jason lebih dulu masuk ke dalam mobilnya, sementara Harmoni dan yang lain masih berada di depan teras rumah Mona. "Kenapa kau masih di sini? kemana mobilmu?" tanya Harmoni pada Hicob. "Aku akan di jemput oleh ...." Tin tin tin tin tin Suara bunyi klakson mobil terdengar oleh telinga Harmoni membuat gadis itu langsung menoleh ke arah suara klakson tersebut. "Dewa!" gumam Harmoni dalam diamnya karena ia tak ingin semua orang tahu, jika dirinya dan Dewa sudah begitu dekat saat ini. "Itu dia yang kita bicarakan sudah datang," tutur Hicob langsung berjalan ke arah mobil Dewa. Mona hendak berjalan ke arah mobilnya namun, niatnya diurungkan karena Mona masih melihat Bosnya menatap ke arah mobil Dewa tanpa ingin mengalihkan perhatian. "Nona! apakah Anda ingin ikut dengan saya?" tanya Mona pada atasannya itu. Harmoni melihat ke arah Jason, kemudian beralih ke arah Dewa. "Aku harus bagaimana ya? mana yang harus aku pilih?" tanya Harmoni yang bingung menentukan pilihannya. Harmoni sudah yakin dengan apa yang ia pikirkan, tanpa banyak pikir, akhirnya gadis itu berjalan ke arah Jason dan Dewa melihat semua itu. "Katanya tak memiliki hubungan apapun, tapi masih meminta izin pada pria itu untuk pergi," pikir Dewa yang langsung merasa sesuatu dalam dirinya pupus dan entah perasaan apa itu. "Apa kau mau ikut denganku?" tanya Harmoni pada Jason. "Kemana?" tanya Jason balik. "Ke panti asuhan untuk melihat anak-anak di sana," jelas Harmoni pada Jason. Pria itu melihat ke arah jam tangannya. "Sepertinya aku masih ada urusan lain, lebih baik lain kali saja aku ke sana dan ingat, jangan terlalu malam pulangnya ya, Momo!" tutur Jason tersenyum sembari mengusap lembut puncak kepala Harmoni tepat di hadapan semua orang dan Harmoni tersenyum kikuk menerima perlakuan seperti itu dari Jason. "Apa yang kau lakukan?" tanya Harmoni langsung menepis dengan cara lembut tangan Jason yang tanpa izin berkelana di atas puncak kepalanya. "Melalukan apa yang harus aku lakukan, Momo!" jelas Jason membuat pikiran semua orang menjadi berpikiran yang tidak-tidak, terutama Dewa yang saat ini sudah mengeratkan genggaman tangannya pada alat kemudinya dan urat-urat di tangan pria itu, perlahan mulai menyembul ke permukaan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD