Mobil hitam yang dikendarai Dewa sudah berada di halaman parkir sebuah tempat dengan lalu lalang orang-orang yang ingin berburu sesuatu di sana.
"Tempat apa ini?" tanya Harmoni pada Dewa.
Pria itu hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Harmoni sembari membuka sabuk pengamannya.
"Coba kau baca banner yang ada di depan itu," pinta Dewa pada Harmoni.
Mengikuti ucapan sang kekasih, membuat Harmoni mengalihkan tatapannya ke arah banner yang terpampang begitu besar tepat di pintu masuk tempat tersebut.
"Ini acara bazar?" tanya Harmoni pada Dewa.
"Ya dan acara ini pasti sangat pas untuk kita jadikan tempat berkencan," jelas Dewa pada Harmoni.
Dalam pikiran Harmoni hanya dua kata yang terlintas, yaitu "tidak mungkin".
Harmoni yang masih fokus dengan pikirannya sendiri, akhirnya gadis itu tanpa sadar ada tangan seseorang yang sibuk membantu membuka sabuk pengamannya.
"Jangan sibuk melamun, nanti ada mahluk halus lewat, baru tahu rasa kau," ledek Dewa yang masih sibuk membuka sabuk pengaman milik Harmoni.
"Apa kau yakin dengan tempat ini?" tanya Harmoni yang masih ragu dengan tempat yang di pilih oleh Dewa.
Dewa yang merasa, jika kekasihnya tak percaya padanya, akhirnya mendekatkan wajahnya pada Harmoni dan ....
Cup
Kecupan manis mendarat di pipi kekasihnya.
"Kita lihat saja nanti, apakah tempat yang aku pilih ini salah atau malah kau akan betah berada berlama-lama di sini," tutur Dewa meyakinkan Harmoni.
Pria itu langsung keluar dari dalam mobilnya, sementara Harmoni masih diam berada di dalam karena ulah Dewa yang lagi-lagi membuat detak jantungnya berdetak lebih kencang.
"Dasar pria menyebalkan!" umpat Harmoni ikut keluar dari dalam mobil Dewa.
Kedua manusia beda jenis itu menjadi pusat perhatian para pengunjung yang datang karena paras mereka yang di atas rata-rata manusia biasa, apalagi Dewa dengan warna matanya yang sangat mencolok, sungguh menjadi santapan lezat bagi para kaum hawa yang menatapnya.
Harmoni yang sadar akan tatapan para perempuan di luar sana, langsung menghampiri Dewa dan melingkarkan tangannya pada lengan pria itu.
Dewa menatap ke arah Harmoni dengan tatapan penuh rasa curiga.
"Kenapa?" tanya Dewa yang merasa aneh dengan reaksi kekasihnya.
"Kita pasangan, bukan? jadi, apa salahnya, jika aku sebagai KEKASIHMU merangkul tanganmu, SAYANG!"
Harmoni sengaja menekankan kata kekasih dan sayang di hadapan para pengunjung yang datang dan benar saja, mereka langsung memalingkan wajahnya ke arah lain karena tak ingin ketahuan oleh Harmoni, jika mereka curi pandang terhadap Dewa.
Harmoni tersenyum puas karena semua rencananya berjalan lancar.
"Sudah memiliki kekasih, tapi masih berani lirik sana-sini!" gumam Harmoni yang dapat di dengar oleh telinga Dewa.
Senyum pria itu langsung mengembang, kala ia tahu, jika Harmoni menaruh rasa cemburu padanya.
"Apa kau kesal pada mereka?" tanya Dewa pada Harmoni.
"Tentu saja! mereka kemarin bersama kekasihnya, tapi matanya mondar-mandir mencari pria yang segar dipandang mata, apa tidak aneh perempuan seperti itu, sekali-kali, mereka harus diberi pelajaran, agar mereka itu hanya bisa melihat pria yang bersamanya, bukan malah asyik menatap pria lain, dan pria itu sudah memiliki kekasih," celoteh Harmoni yang memajukan bibirnya karena merasa kesal pada para perempuan tersebut.
Dewa hanya bisa tersenyum diam-diam karena ia tahu, bukan hanya rasa kesal yang merayapi hati Harmoni, rasa cemburu mulai menghinggapi hati gadis itu.
"Apa aku cemburu?" tanya Dewa pura-pura tak paham dengan maksud Harmoni.
"Tentu saja, kenapa kau ma ...."
Harmoni langsung diam tak melanjutkan perkataannya karena ia baru sadar, jika mulutnya itu sudah membongkar semua perasaan yang selama ini ia tahan.
"Kenapa diam? ayo lanjutkan," pinta Dewa pada Harmoni.
"Yang mana?" tanya Harmoni pura-pura bodoh.
Dewa tersenyum sembari menarik ujung hidung Harmoni karena ia merasa gemas dengan gadis itu.
"Apa kau sungguh merasa cemburu padaku? jika kau memang merasa seperti itu, jujur saja tak apa karena aku ...."
"Siapa bilang! itu hanya sebuah formalitas saja karena kita harus profesional dalam berakting, bukan begitu?" ujar Harmoni mengeluarkan pendapatnya pada Dewa.
Pria itu hanya menganggukkan kepalanya mengiyakan semua ucapan Harmoni.
"Apa kita sudah bisa masuk sekarang?" tanya Dewa pada gadisnya.
"Tentu saja, daripada kau di sini menjadi umpan untuk para perempuan yang suka menikmati ketampanan pria seperti dirimu" sahut Harmoni yang terdengar masih kesal.
Dewa tersenyum pada gadis itu dan perlahan melepaskan tangan Harmoni yang melingkar di lengannya.
"Kenapa dilepas?" tanya Harmoni sudah dengan raut wajah tak bersahabat dan Dewa tahu, pasti yang ada dalam pikiran gadis di hadapannya ini adalah pikiran negatif.
"Aku tak nyaman, jika harus berkencan dengan cara seperti itu, aku lebih nyaman berkencan dengan cara seperti ini," jelas Dewa langsung menyatakan telapak tangannya dengan telapak tangan Harmoni.
Dewa sengaja mengangkat telapak tangannya yang sudah menyatu dengan telapak tangan Harmoni dan memperlihatkan penyatuan telapak tangan keduanya.
"Apa ini sudah terlihat seperti sepasang kekasih sungguhan?" tanya Dewa.
"Jangan banyak tanya, cepat masuk!" elak Harmoni dari pertanyaan Dewa.
Pria yang menjabat sebagai putra mahkota kerajaan Amoora itu, hanya bisa tersenyum sembari mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam dan Harmoni juga ikut masuk ke dalam dengan wajah yang mulai bersemu merah menahan rasa malu sekaligus debaran jantung yang sudah tak menentu.
Dewa dan Harmoni sudah berada di dalam tempat bazar itu berlangsung.
Di sana terdapat berbagai jenis makanan dan tentunya wangi semua makanan yang tersaji di setiap lapak begitu menggugah selera Harmoni.
Mata gadis itu melihat ke arah kanan, di mana bagian sudut itu menjual berbagai macam makanan tradisional dan pastinya sangat cocok di lidah Harmoni yang suka sekali dengan makanan zaman dulu.
Harmoni mencoba beralih ke arah kiri, di mana sudut itu menjual makanan yang di goreng.
Harmoni mencoba beralih ke arah sudut tepat di hadapannya dan pastinya sudut itu sangat lurus dengan keadaannya saat ini.
Berbagai jenis minuman masa kini ada di sana dan hal tersebut begitu menggugah selera Harmoni.
Dewa yang sedari tadi memperhatikan tatapan mata sang kekasih hanya bisa geleng-geleng kepala karena ia tahu, jika Harmoni sepertinya, ingin mencicipi semua makanan yang berada di setiap lapak yang sudah tersedia.
"Apa kau mulai lapar?" tanya Dewa pada Harmoni.
"Tentu saja karena tadi aku sengaja makan sedikit, niatnya ingin mengurangi kalori dalam tubuh, tapi kau malah membawaku ke tempat yang bisa membuat berat badanku naik berkilo-kilo," tutur Harmoni langsung mencubit lengan Dewa.
"Hahaha! lebih berisi, bukankah lebih enak di peluk," goda Dewa yang dua kali mendapatkan cubitan di lengannya.
"Sakit! kenapa kau hobi sekali mencubitku? apa kau tak ada jurus lain selain itu?" tanya Dewa yang mengusap lengannya karena cubitan Harmoni yang kedua ini cukup sakit.
"Biar saja! rasakan itu," kesal Harmoni yang semakin menjadi-jadi.
"Hah, baiklah! aku yang mengalah, sebaiknya aku memberimu makan saja, agar kau tak menggerutu seperti itu," ujar Dewa membuat wajah Harmoni berbinar.
"Benarkah? sekarang?" tanya Harmoni masih tak percaya.
"Iya, Sayang! aku tak ingin kekasihku kelaparan dan langsung pingsan di sini," ledek Dewa menarik tangan Harmoni ke arah makanan tradisional.
Harmoni sibuk melihat setiap lapak yang menyediakan berbagai jenis makanan, mulai dari jenis makanan daerah Sabang sampai Merauke, semua makanan dari berbagai daerah ada di sana.
Dewa yang tak terlalu paham hanya bisa mengikuti kemana langkah kaki Harmoni menuntunnya.
Akhirnya gadis itu berhenti di sebuah lapak dengan berbagai macam jajanan tradisional.
Karena perut Harmoni yang sudah lapar, ia memilih makanan berat terlebih dulu karena tadi saat di rumahnya, Harmoni sudah menyantap roti bakar buatan pelayan rumahnya.
"Apa kau ingin makan makanan ini?" tanya Dewa menunjuk ke arah opor ayam.
"Iya! kau juga mau?" tanya Harmoni menawarkan makanan yang terbuat dari kuah santan tersebut.
Dewa masih melihat dengan cukup lama makan itu, sampai pada akhirnya, Dewa mengangukkan kepalanya.
Harmoni tersenyum pada Dewa dan beralih ke arah penjualan opor ayam tersebut.
"Opor ayam dua porsi, Bu!" tutur Harmoni pada penjual opor tersebut.
"Paket komplit atau biasa, Neng?" tanya penjual itu.
"Paket komplit saja," sahut Harmoni langsung diangguki oleh si penjual.
Setelah melihat bagaimana proses peracikan makanan tersebut, Harmoni dan Dewa yang sudah menunggu sedari tadi, akhirnya mendapatkan makanan yang menurut CEO cantik itu bisa membuat perut ratanya kenyang.
Harmoni melihat ada tempat duduk yang memang di khususkan untuk para pengunjung yang datang ke acara bazar tersebut.
Harmoni langsung melangkahkan kakinya ke arah kursi tersebut, diikuti oleh Dewa yang juga membawa makanan di tangannya.
Kini Harmoni dan Dewa sudah duduk di kursi yang sudah tersedia.
"Kau ingin minum apa?" tanya Dewa pada gadisnya.
Harmoni melihat ke arah bazar lapak yang menjual minuman dan di sana aja sebuah minuman yang sedang viral.
"Aku ingin es boba," ujar Harmoni pada kekasihnya.
Dewa melihat ke arah lapak minuman yang menjualnya dan benar saja, lapak itu berada di barisan paling depan.
"Rasa apa?" tanya Dewa pada CEO cantik tersebut.
"Durian king full varian semua topping," jelas Harmoni pada Dewa.
Tanpa basa-basi, pria bermata biru itu berjalan ke arah lapak es boba yang diinginkan oleh Harmoni.
Tanpa harmoni sadari, antrian yang Dewa ambil cukup panjang dan hal tersebut baru saja membuat kedua mata gadis tersebut membola bukan main.
"Sampai sepanjang itu? bukankah tadi masih terlihat sepi?" tanya Harmoni pada dirinya sendiri.
"Apa aku ganti minuman saja ya?" pikir Harmoni yang mulai mencari keberadaan Dewa di barisan para antrian es boba tersebut.
Betapa terkejutnya seorang Harmoni, kala ia menemukan prianya berada di antara para gadis yang tersenyum menatap ketampanan Dewa namun, pria itu tak merespon sama sekali.
Hanya sikap dingin yang Dewa tunjukkan pada gadis-gadis tersebut.
Harmoni sudah tak tahan melihat semua itu dan akhirnya ia mau tak mau harus turun tangan sendiri.
Dengan langkah yang begitu mempesona, CEO cantik bermarga Sudarmanto tersebut datang menghampiri Dewa dan memeluk tubuh pria itu dengan raut wajah manjanya.
"Apa masih belum selesai mengantri?" tanya Harmoni pada Dewa dengan suara yang ia buat semenggemaskan mungkin di hadapan para gadis yang mengelilingi Dewa saat ini.
Dewa terkejut karena pelukan tiba-tiba dari Harmoni.
Namun otak tanggap Dewa seketika langsung bekerja dan membalas pelukan Harmoni sembari mengecup manja kening gadis itu di hadapan para gadis yang ia pastikan sudah masuk dalam daftar tatapan tajam kekasihnya.
"Masih belum, Sayang! apa kau sudah ingin minum es ini?" tanya Dewa pada Harmoni.
Harmoni menengadahkan wajahnya menatap ke arah Dewa.
"Sudah tak ingin, aku ingin minum jus jeruk saja, di sana," tunjuk Harmoni pada lapak yang memang tak banyak pembeli mengantri.
Dewa tersenyum karena ia tahu maksud Harmoni kali ini.
"Baiklah! kita ke sana saja," ajak Dewa langsung menarik tangan Harmoni keluar dari antrian yang panjangnya minta ampun.
Sementara di ruangan Mona, gadis berambut pendek tersebut masih sibuk dengan laptop dan laporannya karena ia harus menyelesaikan semuanya hari ini.
Hicob yang tanpa sadar sudah tertidur menunggu Mona menyelesaikan tugasnya.
Mona yang haus akan mengambil minuman, mata gadis itu tak sengaja membidik bayangan seorang pria yang sedang tertidur pulas di atas sofa ruangannya.
Merasa kasihan, akhirnya Mona mengambil sebuah selimut tipis yang memang sudah ada di ruangannya karena, jika Mona sedang lembur, ia juga tak sengaja tertidur di sofa ruang itu dan mau tak mau Mona harus menyediakan selimut, meskipun tipis.
Mona perlahan dan dengan gerakan sangat hati-hati mulai meletakkan selimut tipis tersebut pada tubuh Hicob yang masih tertidur pulas.
"Apa dia juga bisa merasa lelah? bukankah dia pria hebat yang memiliki kekuatan? mana mungkin dia merasa lelah seperti diriku yang manusia biasa ini," gumam Mona yang merasa penasaran dengan Hicob.
Saat Mona ingin pergi mengambil minuman, pergelangan tangan gadis berambut pendek itu dicekal oleh Hicob.
"Jangan pergi!" pinta pria berkacamata tersebut dengan mata yang masih terpejam.
Mona merasa terkejut karena serangan tiba-tiba dari Hicob.
"Apa dia sudah bangun? atau hanya mengigau saja? tapi matanya masih tertutup rapat," pikir Mona mencoba melihat dengan sungguh-sungguh ke arah wajah Hicob.
Karena merasa pria itu hanya mengigau saja, Mona mencoba melepaskan genggaman tangan Hicob pada pergelangan tangannya dan akhirnya terlepas juga.
"Huh, sungguh membuat orang terkejut saja, aku kira dia sengaja mencekal pergelangan tanganku," gumam Mona berjalan mengendap-endap ke arah dispenser untuk mengambil air minum karena tenggorokannya sudah terasa begitu kering dan haus.
Di kerajaan Amoora, para pelayan sudah sibuk mempersiapkan acara pemilihan putri mahkota yang akan dilakukan tiga hari lagi dan besok Dewa akan kembali ke planetnya.
"Apa kau sudah mengingatkan pada Dewa, jika besok dia harus kembali kemari?" tanya Darren pada istrinya.
"Bukan pada Dewa, tapi pada Hicob karena dia tangan kanan Dewa jadi, semua yang berhubungan dengan Dewa langsung katakan saja padanya, pasti anak itu akan memberitahukannya pada Dewa," jelas Dorotta selaku ibu dan Ratu planet itu.
"Kau benar! Hicob sangat bisa kita andalkan karena dia satu-satunya orang yang dapat kita percaya menjadi tangan kanan Dewa, baik saat ini dan seterusnya," setuju Darren atas ucapan istrinya.
"Lapor yang, Mulia Raja dan Ratu!"
"Ada apa?" tanya Darren pada pengawalnya.
"Suhu di daerah Amoora semakin panas, entah apa penyebabnya, tumbuhan yang hidup di daerah kita mulai layu karena suhu panas yang semakin bertambah setiap harinya," lapor pengawal tersebut.
Darren melirik ke arah istrinya dan Dorotta menganggukkan kepalanya pada sang suami.
"Kau kembali ke tempatmu dan terus pantau keadaan di setiap harinya," pinta Darren pada bawahannya.
"Baik, Yang Mulia!"
Pengawal tersebut perlahan mulai mundur dan meninggalkan istana untuk kembali berpatroli.
"Pasti ini ulah, Kak Dalgon!" tebak Darren menundukkan kepalanya merasa kecewa pada saudaranya itu.
Dorotta hanya bisa mengusap punggung suaminya dan menenangkan Darren.
"Jangan terlalu dipikirkan, semua ini sudah takdir dari sang pencipta, kau jangan terlalu merasa bersalah dengan semua takdir yang sudah digariskan padamu, semua ini bukan salahmu, kau hanya bisa mencegah hal buruk terjadi dan melawan, jika memang peperangan yang harus kita hadapi untuk menegakkan keadilan," jelas Dorotta pada suaminya.
Darren menatap ke arah sang istri sembari tersenyum manis.
"Aku sangat beruntung bisa memiliki dirimu," tutur Darren.
"Aku yang lebih beruntung memiliki suami yang berjiwa besar dan masih mau mengakui seseorang sebagai kakaknya, meskipun orang itu sudah berkali-kali ingin membunuhmu, bahkan membunuh semua anggota kerajaan," tutur Dorotta dengan suara bergetar.
"Aku tak akan membiarkan siapapun menghancurkan keluarga kita," gumam Darren menarik Dorotta ke dalam pelukannya.