Dewa sudah berada di luar restoran tersebut, dengan Harmoni berada dalam gendongannya.
Pria bermata safir tersebut melihat ke arah tempat parkir dan di sana mobil miliknya berada tepat bersebelahan dengan mobil milik Harmoni.
Dewa nampak berpikir sejenak, kemudian pria itu langsung bergegas berjalan menuju ke arah mobil pribadi milik Harmoni karena ia tahu, jika sopir pribadi gadis tersebut masih menunggu atasannya di dalam mobil.
Saat jarak Dewa sudah begitu dekat dengan mobil milik Harmoni, akhirnya pintu di bagian kursi kemudi mobil tersebut terbuka dan Dewa melihat seorang pria keluar dari dalam mobil tersebut, yaitu yang tak lain adalah sopir pribadi Harmoni.
"Apa yang terjadi pada Nona?" tanya pria bertubuh besar tersebut kepada Dewa dengan raut wajah yang cukup mencemaskan keadaan Harmoni saat ini karena wajah Harmoni terlihat begitu memerah menahan rasa panas yang semakin menjadi-jadi.
"Dia berhadapan dengan orang yang tidak benar jadi, lain kali kau dan assisten gadis ini, harus memastikan begitu detail tentang asal-usul klien kalian dan jangan lupa, ringkus pria yang berada di kamar restoran ini," tutur Dewa sebelum pria itu benar-benar pergi dari tempat tersebut.
Saat Dewa hendak berbalik menuju ke arah mobilnya sendiri, tiba-tiba suara pria itu kembali terdengar di telinga Dewa, "Mau dibawah kemana dia?"
Dewa yang awalnya sudah menghadap ke arah mobilnya, akhirnya pria itu kembali berbalik menatap ke arah sopir pribadi Harmoni.
"Aku akan menyembuhkan dia dan katakan pada asisten gadis ini, jika aku akan mengantarkan bosnya dalam keadaan sadar dan terbebas dari pengaruh ramuan gila itu," jelas Dewa pada sopir pribadi Harmoni tersebut.
"Apa saya boleh tahu nama, Anda?" tanya sopir tersebut ingin benar-benar memastikan keselamatan bosnya."
"Dewa Abraham!"
Setelah menyebutkan namanya, akhirnya Dewa langsung bergegas menuju ke arah mobil miliknya.
Harmoni di letakkan di kursi penumpang dengan posisi terlentang dan gadis itu masih saja merasa tubuhnya tak nyaman setelah lepas dari dekapan dingin tubuh Dewa.
Sementara Dewa saat ini sudah berada di kursi kemudi, bersiap untuk melajukan kendaraan roda empatnya.
"Apa kita tak bisa berteleportasi?" tanya Harmoni menahan rasa panas dalam tubuhnya.
Dewa yang akan menekan pedal gas mobilnya, seketika mengurungkan niatnya.
"Apa kau ingin secepat itu berada di rumahku?" tanya Dewa pura-pura tak paham akan kemauan Harmoni.
CEO bertubuh ramping tersebut hanya tersenyum miris sembari menatap ke arah Dewa, di mana pria itu juga tengah memalingkan sedikit wajahnya ke arah Harmoni.
"Jika aku tak dalam keadaan sekarat begini, aku ingin menendangmu," cerocos Harmoni dengan suara semakin melemah.
Dewa hanya tersenyum kecil membalas ucapan Harmoni yang terdengar seperti sebuah lelucon saja.
"Baiklah, jika kau ingin segera cepat pulih, mari kita lakukan teleportasi," ajak Dewa mengulurkan tangannya pada Harmoni dan gadis itu langsung menerima uluran tangan Dewa tanpa rasa sungkan sedikitpun.
Dewa menggenggam tangan Harmoni sangat erat dan Harmoni memejamkan matanya saat proses teleportasi berlangsung.
Tak sampai dua detik, sedetik saja, tubuh gadis itu sudah berada di kediaman Dewa, lebih tepatnya masih berada di dalam mobil pria itu karena mau tak mau, Dewa harus membawa mobilnya sekaligus untuk berteleportasi, agar ia tak perlu bersusah payah meminta bawahannya untuk menjemput mobil tersebut.
Dewa segera keluar dari dalam mobilnya dan berjalan menuju ke arah pintu mobil yang lain untuk menghampiri Harmoni yang masih tak berdaya di dalam sana.
Kini Harmoni sudah berada dalam gendongan Dewa, pria itu menutup pintu mobilnya menggunakan sikunya untuk mendorong pintu tersebut.
Harmoni tanpa rasa sungkan langsung memeluk tubuh Dewa begitu erat karena ia saat ini mencari suhu dingin dari tubuh Dewa.
Dewa terus melangkah masuk ke dalam rumahnya dan secara otomatis pintu rumah tersebut terbuka sendiri karena pria itu sepertinya tak memerlukan kunci atau assisten rumah tangga lainnya.
Kekuatannya nampak sangat lebih dari cukup untuk membuka pintu itu secara otomatis, tanpa menggunakan mesin apapun.
Pria itu sudah hendak menaiki anak tangga rumahnya namun, kepala Harmoni sedikit mendongak ke atas menatap ke arah Dewa dan pria itu secara tiba-tiba menghentikan langkahnya untuk menapaki tiap anak tangga rumahnya.
"Apa kau tak merasa lelah menggendongku sedari tadi?" tanya Harmoni yang mana pertanyaan tersebut terdengar seperti gurauan saja di telinga Dewa.
"Lelah, bahkan sangat lelah karena tubuhmu sangat berat," bohong Dewa membuat gadis itu bergerak-gerak tak enak diam meminta di turunkan.
"Biarkan aku turun, aku tak ingin merepotkanmu, nanti aku akan menurunkan berat badanku lagi saat aku sudah dalam keadaan sadar," tutur Harmoni membuat Dewa ingin sekali tertawa terbahak-bahak namun, ia tahan karena tak ingin Harmoni merajuk padanya.
"Kau tak perlu turun, kekuatanku masih terisi penuh, jika hanya mengangkat sekarung beras seperti ini," ejek Dewa lagi membuat gadis itu sedikit mencubit punggung Dewa namun, tak berasa apapun bagi pria dari planet Amoora tersebut.
"Kenapa aku di cubit?" tanya Dewa pada Harmoni dengan arah tatapan pria itu menatap ke arah kedua manik mata gadis tersebut.
"Karena kau nakal," sahut Harmoni dengan suara khas anak kecil dengan bibir yang ia buat manyun bukan main.
Dewa begitu gemas pada Harmoni sampai ia tak sadar mulai memainkan ujung hidungnya dan ujung hidung Harmoni penuh rasa gemas.
"Jangan memanyunkan bibir seperti itu, kau begitu ingin aku cubit," tutur Dewa dan seketika senyum Harmoni terbit dengan kedua tangan yang masih melingkar pada leher pria itu mulai bergerak mengusap lembut rambut Dewa.
Saat Harmoni melakukan pergerakan itu, bagian dalam diri Dewa merasa sangat nyaman dan menikmati hal tersebut sampai pada saat di mana mata keduanya sama-sama saling terbuka dan menatap lensa mata satu sama lain.
Suasana begitu hening namun, di kedua indera pendengaran anak manusia beda jenis itu, bagai terdengar sebuah alunan musik romantis yang mengalun indah.
Perlahan jarak kedua wajah Harmoni dan Dewa sedikit demi sedikit mulai terkikis habis, sampai kedua ujung hidung mereka kembali bersentuhan dan pada saat itu juga, deru napas masing-masing mulai saling bersahutan.
Dewa saat ini mulai terbawa arus emosi yang mengalir pada jiwanya, sementara Harmoni sudah terpancing oleh ramuan cinta yang diberikan oleh Joni kepadanya.
Keduanya saat ini mulai terlena dengan perasaan mereka masing-masing, sampai sebuah suara membuyarkan suasana manis tersebut.
"Tuan!"
Seketika Dewa langsung menjauhkan wajahnya dari wajah Harmoni dan menoleh ke arah sumber suara di mana sumber suara tersebut adalah milik asisten pribadinya.
"Ada apa?" tanya Dewa yang entah mengapa perasaannya sedikit terganggu karena Hicob datang di saat yang tidak tepat menurut Dewa.
"Bukankah Anda mengirimkan sinyal darurat pada saya?" tanya balik Hicob ingin memastikan.
Dewa memejamkan matanya dengan raut wajah malu karena Dewa sudah lupa dengan sinyal yang ia kirimkan pada asistennya, agar bawahannya itu segera menemui dirinya.
"Kau benar, aku yang memintamu segera menemuiku," sahut Dewa berlagak dingin, padahal ia tengah menahan malu di depan asisten pribadinya.
"Apa yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya Hicob pada tuannya.
"Cepat cari tahu identitas lengkap pria bernama Joni karena aku ingin tahu apa motif pria itu melakukan kejahatan pada Harmoni," titah Dewa pada asisten pribadinya.
"Hanya itu saja?" tanya Hicob lagi.
"Ya!"
"Baiklah, saya akan segera menemui Anda, jika semua data tentang pria itu sudah berada di tangan saya," ujar Hicob hendak pergi dari ruangan itu namun, suara Dewa mengurungkan niat Hicob.
"Tunggu!" teriak Dewa pada Hicob.
"Ada apa, Tuan?" tanya Hicob pada Dewa.
"Meskipun kau sudah mendapatkan semua data tentang pria itu, kau tidak perlu langsung terburu-buru datang kemari, jika kau masih ingin bersenang-senang keluar entah kemana terserah kau saja, yang jelas, kau tidak perlu buru-buru menemuiku," tutur Dewa yang langsung membangunkan insting kecurigaan dalam diri Hicob.
Hicob menatap ke arah bosnya itu dengan tatapan aneh karena baru kali ini Dewa mengatakan hal tersebut padanya.
Biasanya pria itu selalu meminta dirinya pulang lebih cepat, jika ia ada urusan penting di luar karena Dewa merasa kesepian berada di dalam rumahnya sendirian.
Karena di rumah itu hanya ada Dewa dan Hicob jadi, mereka berdua sudah seperti kakak beradik yang saling melengkapi satu sama lain.
"Apa Anda yakin?" tanya Hicob kembali.
"Ya, karena aku harus mengobati gadis ini sampai semua ramuan cinta yang mengalir di sekujur tubuhnya hilang," jelas Dewa pada asisten pribadinya.
Senyum Hicob seketika terukir, saat ia mendengar penuturan dari mulut bosnya sendiri.
"Tampaknya kapal Anda sudah perlahan mulai berlayar, Tuan!" sorak Hicob dalam hati karena ia tahu, jika bosnya sekaligus Pangerannya sudah mulai ada benih cinta pada gadis bernama Harmoni tersebut namun, Dewa nampaknya masih belum sadar akan hal tersebut.