2. Kembali Bertemu

966 Words
Asa menatap orang yang berada dihadapannya dengan tatapan tajamnya, kenapa ia bisa bertemu dengan laki-laki ini lagi? Apalagi dengan kejadian yang hamper sama seperti tadi pagi, bedanya tubuhnya tak lagi-lagi terbentur kerasnya lantai saat bertabrakan dengan laki-laki itu. “Ngapain kamu disini?” sinis Asa. “Lah harusnya saya yang nanya kenapa Kakak disini?” tanyanya seraya tersenyum manis. “Dipanggil Pak Fahri,” ketusnya lalu meninggalkan laki-laki itu memasuki ruangan Pak Fahri. Laki-laki itu, Abyanata Darmawan biasa dipanggil Aby. Menggelengkan kepalanya sebelum mengikuti Asa memasuki ruangan Fahriyanata Darmawan, Kakaknya sekaligus dosennya. Ya Fahri dan Aby adalah dua Kakak beradik, selisih umur mereka terpaut cukup jauh yaitu 8 tahun. Fahri adalah salah satu dosen mata pelajaran statistika termuda yang ada di Universitas Islamiyah, dia menyelesaikan S1nya pada usia 21 tahun dan S2nya 23 tahun di Universitas tempat ia mengajar saat ini. Setelah ia menyelesaikan kuliahnya ia tak langsung menjadi dosen, melainkan harus melanjutkan pekerjaan Ayahnya mengurusi kantor anak cabang yang berada di Kairo. Setelah ia menyelesaikan pekerjaan Ayahnya mengurusi kantor anak cabang yang ada di Kairo selama kurang lebih dua tahun lamanya, ia kembali ke Indonesia dan kemudian menjadi seorang dosen ditempat ia menyelesaikan kuliahnya dulu karena menjadi seorang dosen adalah cita-citanya sejak kecil. Selain ia menjadi seorang dosen, ia pun menjabat sebagai seorang CEO di kantor pusat milik Ayahnya. Menggantikan sang Ayah yang sebentar lagi pensiun. Sebelum memasuki ruangan, Asa mengetuk pintunya sebanyak tiga kali. ‘tok..tok..tok…’ Ketika mendengar suara dari dalam yang mempersilahkan ia masuk, Asapun membuka pintu berwarna coklat itu dengan pelan lalu memasuki ruangan itu diikuti Aby yang mengekor dibelakangnya. “Silahkan duduk.” Asa dan Abypun duduk bersisian menghadap Fahri yang saat ini tengah membereskan berlembar-lembar kertas, entah apa isi didalamnya. “Salsabilla, kamu tau kenapa saya menyuruh kamu kesini?” Asa menggelengkan kepalanya, bayangan tentang dirinya yang akan menulis berlembar-lembar kertas berisikan kata istighfar membuatnya bergidik ngeri dan takut akan tangannya yang akan patah saking banyaknya ia menulis. “Saya gak akan dihukumkan Pak?” tanyanya was-was. Fahri tertawa pelan membuat Asa bergeming ditempatnya ketika melihat sang dosen yang terkenal galak nan kejam tertawa dihadapannya, menambah kesan ketampanannya semakin berlipat-lipat. Fahri menampilkan wajah datarpun sudah banyak yang terpesona. Apalagi ketika laki-laki itu tertawa seperti ini, suatu hal langka yang pernah Asa temui. ‘Rezeki anak shalihah nih liat dosen terkejam nan tergalak tertawa,’ batinnya. “Ya enggaklah, untuk apa saya menghukum kamu?" Fahri berbalik menatap laki-laki yang sedari tadi diam disebelah Asa. “Kamu Aby, sudah tau belum kenapa saya menyuruh kamu kesini?” Aby menggelengkan kepalanya malas. Sedangkan Asa menoleh dengan kepala manggut-manggut, ‘jadi si anak kepedean ini namanya Aby’ batinnya. Fahri memperbaiki posisi duduknya lalu menatap serius dua orang yang berada dihadapannya saat ini dengan ekspresi yang berbeda-beda, yang satu melihatnya malas dan yang satunya lagi melihatnya was-was. Fahri berdehem untuk menetralkan nada suaranya. “Saya dengar dari dosen statistika kamu sebelumnya kamu sangat ahli dibidang ini, apakah itu benar?” “I-iya Pak.” “Bagus, begini… saya ingin meminta tolong kepada kamu untuk mengajari Aby hingga ia pandai dalam mata pelajaran ini, ya semacam les privat.” Asa menganggukan kepalanya, tetapi seakan sadar dengan apa yang dosennya katakana ia langsung bangkit berdiri karena terkejut. Ketika melihat Aby dan Fahri menatap kearahnya dengan tatapan heran mereka, ia langsung kembali mendudukan dirinya. “T-tapi Pak kenapa harus s-saya?” “Karena saya maunya kamu.” Asa mengerjapkan kedua matanya, apa yang baru saja dosennya bilang tadi tak salah? “Hmm, m-maksudnya kamukan ahli dalam mata pelajaran ini makanya saya menyuruh kamu untuk mengajari Aby supaya ia bisa. Saya sudah lelah mengajari anak ini, i-iya begitu.” Fahri menjadi gelagapan ketika sadar bahwa ia tadi salah bicara. Aby mendengus mendengar perkataan Kakaknya, sudah lelah katanya? Ya sudah, toh ia juga tak meminta Kakaknya untuk mengajarinya. “T-tapi Pak…” “Kamu akan saya beri nilai tambahan kalau mau mengajari Aby.” Bagaikan diberikan sebongkah berlian, mata Asa langsung berbinar-binar mendengarnya. Bayangkan saja ia akan diberikan tambahan nilai hanya untuk mengajari si anak kepedean ini pelajaran statistika, peluang tak datang berulangkan? Sebelum diembat orang lain lebih baik ia mengiyakan. Asa menganggukan kepalanya membuat Fahri maupun Aby mengembangkan senyumnya. “T-tapi Pak saya ada satu permintaan.” Fahri dan Aby sama-sama menaikkan sebelah alisnya ingin mengetahui apa permintaan Asa. “Boleh tidak Bapak mengabsen saya saat saya terlambat, tadikan saya sudah memberikan alas an logis mengapa saya bisa terlambat Pak.” “Oh untuk itu tidak bisa.” Jawaban membuat Asa menekuk wajahnya, memang dasar dosen killer tetap aja tegaan. Lagi-lagi Fahri tertawa melihat wajah tertekuk Asa yang menurutnya sangat menggemaskan. “Saya hanya bercanda, baiklah saya turuti permintaan kamu asalkan kamu mengajari Aby hingga dia pandai.” “pandai? Emangnya gue anak kecil?” Gerutu Aby yang masih bisa didengar baik Asa maupun Fahri, mereka berdua mengalihkan pandangannya kearah Aby yang masih sibuk menggerutu tidk jelas. “Kamu jangan banyak protes, syukur-syukur ada yang mau ngajarin kamu.” “Untuk waktu kalian bisa tentukan sendiri kapan sempatnya," lanjut Fahri. “Iya deh Kak, eh maksudnya Pak.” “Baiklah, kalau begitu kalian boleh keluar.” Asa dan Abypun keluar dari ruangan Fahri, ketika Asa ingin melanjutkan langkahnya tangannya ditahan oleh seseorang. “Ih, gak usah pegang-pegang.” Asa berucap ketus. “Santai aja kali Kak.” Aby memasang senyum menyebalkannya membuat Asa mendengus kesal. “Mau kamu apa? Saya buru-buru.” “Nomor ponsel.” Aby menyerahkan ponselnya kearah Asa. “Hah?” Asa tak menerima ponsel yang Aby serahkan, ia mengernyitkan dahinya tak paham. “Nomor ponsel Kakak.” “Buat apa?” “Kan kita disuruh nentuin sendiri waktunya sama Kak eh Pak Fahri, jadi biar mudah nanti kalau saya menghubungi Kakak.” Aby kembali menyerahkan ponselnya kearah Asa. “Oh.” Asapun mengambil ponsel itu lalu mengetikkan nomornya, setelahnya ia mengembalikan ponsel itu kepemiliknya. “Udahkan?” Aby mengangguk membuat Asa melanjutkan langkahnya. “Kak.” Panggil Aby membuat Asa menghentikan langkahnya dan menoleh. “Hati-hati.” Aby melambaikan tangannya. Asa mendengus lalu kembali melanjutkan langkahnya. “Gak jelas.” Gerutunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD