3. Rumah Sakit

1197 Words
Asa menghampiri Iza yang saat ini tengah duduk dikantin bersama Fara dan Aya, sahabatnya termasuk sahabat Asa juga. Mereka bertiga melambaikan tangannya kearah Asa yang juga sedang melambaikan tangannya. "Assalamualaikum," salam Asa. "Waalaikumsalam," jawab mereka bertiga serempak. Asa mendudukan dirinya di kursi samping Iza. "Eh lo tadi gimana? Gak diapa-apain kan sama Pak Fahri? Gak dihukum kan?" "Enggak kok." "Lah terus alasan lo tadi dipanggil kenapa?" "Gue kesal deh masa tadi Pak Fahri ternyata ya manggil gue karena minta tolong buat ngajarin anak kepedean itu pelajaran statistika, tapi gak apa-apa deh gue dikasih nilai tambahan juga." Mereka bertiga menatap Asa bingung. "Anak kepedean?" tanya mereka berbarengan. "Siapa tuh?" Aya bertanya sambil meminum jus mangganya. Asa mengetukkan jarinya diatas dagunya tanda berfikir. "Kalau gak salah nama anak itu Aby deh. Adik tingkat kita," jelas Asa. "Hah serius lo? Demi apa?" Fara berteriak heboh dan bangkit dari duduknya membuat mereka terlonjak. Aya langsung menarik tangan Fara lalu kembali mengajaknya duduk. "Inget penampilan Far," tutur Aya membuat Fara menyengir. "He..he..he.. sorry." Fara mengangkat kedua jarinya membentuk 'peace' tanda maaf Asa, Iza dan Aya hanya menggelengkan kepalanya. "Eh tapi serius, lo diminta sama Pak Fahri buat ngajarin Aby?" Asa hanya mengangguk. "Beruntung banget lo." Asa mengernyit bingung 'beruntung? buntung sih iya harus ketemu terus sama si anak kepedean itu.' Mengingatnya membuat Asa mendengus. "Maksudnya?" tanyanya bingung. "Hah? Beneran lo gak tau? Aby itu adiknya Pak Fahri dan orangtua mereka berdua adalah donatur terbesar di kampus ini," jelas Fara membuat Asa membelalakkan matanya tak percaya. 'Masa sih? tapi kok gue gak tau?' "terus apa hubungannya sama gue?" Asa bertanya bingung. "Iya lo enak lah bisa dekat-dekat sama anak donatur terbesar di kampus ini, siapa tau salah satu dari mereka ada yang naksir sama lo. Kan lumayan." "Sembarangan," ketus Asa. "Beneran lo gak mau?" Asa hanya diam. "Ya udah sini salah satu buat gue aja lah." "Iya kalau mereka suka sama lo," celetuk Aya membuat Fara memberengut kesal. "Ya kan namanya usaha." "Enak tuh kalau sama Pak Fahri dia kan dosen tuh, sapa tau kita nanti dibantuin. Kalau jadi istrinya dia mana ganteng lagi." mata Aya berbinar-binar membayangkannya. "Eh enggak lah mending sama Aby aja, berondong-berondong gitu tapi ngegemesin tau," ucap Fara tak mau kalah. "Kalau sama Aby entar lo dikira Mbaknya mau?" ejek Aya ke Fara. "Ye, ya enggak lah." Asa dan Iza saling berpandangan lalu mereka berdua menggelengkan kepala kompak. "Kalian ini kerjaannya ngomongin cowok mulu, kuliah dulu yang benar." "Ye, di sini kan banyak yang kuliah sambil nikah, enak tau." "Ya sana lo kalau mau nikah calon aja kagak punya." Aya menimpali. "Udah-udah kok malah pada ribut sih?" Iza melerai. Asa bangkit dari duduknya kemudian berkata, "daripada gue ngeliat kalian ribut, lebih baik gue pulang deh, Assalamualaikum." "Waalaikumsalam." "Yah dia nya ngambek," sindir Aya. Asa tak menggubris sindiran Aya, ia melangkahkan kakinya menyusuri koridor kampus. Saat ia melewati area parkir kampus Asa memicingkan mata ketika melihat seorang laki-laki yang mungkin ia kenali sedang menaiki motor ninjanya, Asa mengedikkan bahu acuh lalu melanjutkan kembali langkahnya menuju depan kampus, ia telah memesan ojek online. Tinggal menunggu saja. Kebetulan disamping tempat ia meunggu ada toko buah, ia pun bersegera masuk untuk membeli buah lalu kembali ketempat semula ia menunggu. Tak lama ojek pesanannya pun datang, ia langsung meminta bapak tukang ojek itu menjalankan kendaraannya ke rumah sakit. Setibanya di rumah sakit ketika Asa berjalan hendak memasuki rumah sakit yang kebetulan ia harus melewati area parkir, ia melirik sebuah mobil yang terparkir. Ia sepertinya mengenali mobil itu. 'Kok kayak mobilnya Pak Fahri ya? Ah kan banyak mobil yang mirip gak mungkin lah mobilnya Pak Fahri' batin Asa. Ia menggelengkan kepala lalu memasuki Rumah sakit. Ketika ia membuka kamar inap anak laki-laki yang ia tolong tadi pagi, ia membelalakkan matanya terkejut saat mendapati seorang laki-laki yang ia juluki si anak kepedean sedang duduk di sofa pojok ruangan bersama seorang wanita paruh baya yang Asa perkirakan seusia Ibunya. "Assalamualaikum." Asa berucap salam membuat dua orang berbeda generasi itu pun menoleh kearahnya dengan tatapan berbeda-beda. "Loh Kak Asa kok ada disini?" tanya Aby dengan bingung, tapi tak bisa menyembunyikan senyumnya ketika ia kembali bertemu dengan Asa. "Loh kamu kenal By?" Lisa-Mama Aby bertanya bingung. "Iya Ma kak Asa ini senior aku ditempat kuliah." Lisa menganggukan kepalanya. "Sini Nak." Lisa mengajak Asa memasuki ruangan Asa pun menurut. "Eh iya Tante ini saya bawain buah buat adeknya." "Duh pake ngerepotin segala, sekali lagi makasih ya kamu udah nolongin Anan. Kalau gak ada kamu Tante gak tau nasibnya Anan gimana." Lisa terisak kecil membayangkan putra kecilnya yang akan meregang nyawa apabila tidak segera di bawa kerumah sakit. Asa mengusap punggung Lisa dengan lembut mencoba menenangkannya. Aby yang melihat perlakuan Asa kepada Mama nya tak bisa menyembunyikan kebahagiaan yang ia rasakan ketika orang yang sangat, ehm. Ia cintai memperlakukan Mama nya dengan lembut, ia pun bertekad akan menjadikan Asa istrinya kelak. Ia tak ingin bermain-main dengan Asa seperti apa yang dia lakukan kepada kebanyakan mantannya dulu. "Oh iya Tan, Anan tadi udah sadar belum?" Asa bertanya ketika melihat Lisa sudah lumayan tenang. "Tadi udah kok tapi dia udah tidur lagi." "Alhamdulillah." Asa tersenyum lega karena dia juga cukup khawatir ketika melihat Anan berlumuran darah di tengah jalan, apalagi waktu ia mengantarkan Anan ke Rumah Sakit. Dokter berkata harus mengoperasinya dan ia pun tak dapat menunggui Anan karena ia ada mata kuliah, oleh karenanya ia menghubungi Lisa lewat ponsel Anan yang berada di tas ransel anak itu. untungnya memang Anan di perbolehkan untuk membawa ponsel karena untuk berjaga-jaga. Lisa dan Asa mengalihkan pandangannya kearah Anan yang sedang mengerjapkan matanya. Anan mencoba untuk duduk di tepi ranjang yang langsung dibantu oleh Lisa. "Kakak ya yang udah nolongin aku?" Anan bertanya dengan suara seraknya khas bangun tidur. Asa mengangguk lalu tersenyum, ia mendudukan dirinya mendekat kearah Anan. Mengelus kepala Anan dengan sayang, ia meringis ketika melihat banyaknya luka di seluruh tubuh Anan. Ia kasihan dengan nasib anak sekecil ini yang menjadi korban tabrak lari. "Gimana keadaan Anan sekarang? Ada yang sakit gak?" Asa bertanya lembut. Anan mengangguk lemah. "Badan Anan rasanya mau patah semua Kak." Rasanya Asa ingin menitikkan air matanya ketika mendengar penuturan Anan, tetapi ditahan olehnya. Ia tidak boleh menangis Anan yang mengalami luka separah ini pun tidak menangis masa ia yang sudah besar menangis. "Yang sabar ya sayang nanti lukanya pasti sembuh kok." Anan mengangguk. "Kak Fahri mana Ma?" Anan bertanya kepada Lisa yang asik memperhatikan interaksi antara Asa dan Anan. "Oh, Kak Fahrinya tadi keluar sebentar." Lisa mengambil kotak makanan yang berada diatas nakas samping brankar lalu mendekati Anan, membuat Asa sedikit menjauh membiarkan Lisa memberikan makanan kepada Anan. "Makan dulu ya nak?" Anan menggeleng. "Pahit." "Harus dipaksakan biar cepat sembuh." lagi-lagi Anan menggeleng membuat Lisa menghembuskan nafasnya, ia sudah tau jika Anan akan menolak makan. Pasalnya Anan kalau sudah sakit pasti akan sulit untuk membujuknya makan. Asa mendekat kearah Lisa dan Anan. "Biar saya aja yang bujukin Anan Tan." Lisa mengangguk, membiarkan Asa membujuk Anan. Ia beranjak menuju sofa di pojok ruangan, mendudukan dirinya di samping Aby yang menatap Asa tak berkedip. "Aby suka ya sama Asa?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD