4. Pertanyaan Sang Mama

1145 Words
"Aby suka ya sama Asa?" Pertanyaan yang terlontar dari Lisa membuat Aby menoleh kepada sang Mama. "Emm, e-enggak kok Ma." "Jangan bohong, Mama tau dari tatapan kamu yang melihat Asa dengan pandangan yang berbeda."Aby hanya diam mendengar penuturan sang Mama pandangannya lurus menatap Asa yang sedang menyuapi Anan adiknya. Seukir senyum tersunggih dibibirnya begitu saja ketika melihat Asa dengan sabar membujuk Anan untuk makan meskipun beberapa kali anak kecil itu menggeleng dan akhirnya membuka mulutnya. "Asa itu kelihatannya anaknya baik dan shalihah, kamu jangan mempermainkan perasaannya ya nak?" Aby mengalihkan pandangannya kearah Lisa yang tersenyum menatap kearah Asa dan Anan. "Mama pengen deh punya menantu kayak Asa, apa Mama coba jodohin aja ya Asa sama Fahri?" Lisa pura-pura berfikir, ia ingin mengetahui apa reaksi putranya itu. "Jangan coba-coba deh Mah." "Tuh kan, kamu ketahuan kalau suka sama Asa. Ngaku aja sama Mama." Lisa kembali menggoda Aby membuat laki-laki itu memalingkan wajahnya kearah lain, takut jika sang Mama akan melihat rona merah yang menjalar dipipinya karena ketahuan telah menyukai Asa. Setelah menyuapi Anan makan dan menyuruhnya meminum obat, Asa menghampiri Lisa dan Aby yang sedang duduk di sofa. Kedua manusia berbeda generasi itu mengalihkan pandangannya kearah Asa. "Emm ... Tan, Asa pamit dulu ya? Udah sore takut nanti dicariin Bunda." Asa melirik sekilas kearah Aby yang memasang muka sok cuek nya, padahal didalam hati udah deg-degan sekali. "Iya makasih ya? Udah jenguk Anan, kamu dianter sama Aby ya?" Aby tersenyum mendengar penuturan sang Mama. "Eh gak usah Tan, Asa bisa pulang sendiri." Lisa mengangguk membiarkan Asa pulang, sedangkan Aby hanya diam sambil memasang wajah memberengutnya karena tidak bisa PDKT an dengan Asa. Ketika Asa memegang kenop pintu Asa terperanjat kaget saat mendapati wajah sang dosen sangat dekat dengannya karena secara bersamaan Fahri membuka pintu ingin masuk sedangkan Asa ingin keluar. "Astaghfirullah" Asa memundurkan tubuhnya menjaga jarak dari Fahri sambil mengelus dadanya karena masih terkejut. Fahri yang juga terkejut langsung mengembalikkan ekspresinya kesedia kala. "Bapak kok bisa ada disini?" Asa langsung menutup mulutnya dengan tangannya ketika sadar bahwa Fahri ini adalah Kakak dari si anak kepdean alias Aby pantas saja dia ada disini. "Lah harusnya saya yang nanya kok kamu ada disini?" "Eem anu Pak-.." Jawaban Asa terpotong oleh perkataan Lisa. "Nak Asa ini yang menolong Anan waktu Anan kecelakaan," jelas Lisa. Fahri hanya mengangguk singkat. "Ya udah kalau gitu saya pamit ya Tante, Pak." Asa ingin membuka pintu tetapi langsung ditahan oleh Fahri. "Biar saya antar." Asa hanya diam. "Kamu diantar sama Fahri aja ya nak?" Akhirnya Asa hanya mengangguk mengiyakan permintaan Lisa. Fahri berjalan terlebih dahulu diikuti Asa yang berjalan dibelakangnya. Sedangkan didalam ruangan, Lisa tertawa kecil melihat muka kusut Aby ketika Asa menerima permintaannya supaya diantar oleh Fahri. "Ih Mama pasti sengaja ini." "Sengaja apa sih Mama gak paham?" Lisa pura-pura tak tahu membuat wajah Aby semakin kusut saja. "Gak tau lah Ma." Aby merebahkan tubuhnya diatas sofa lalu memejamkan matanya. "Kayaknya Fahri suka sama Asa." Ucapan Lisa membuat Aby membuka kedua matanya lalu menatap Lisa kesal. "Ih Mama," rengek Aby. "Kayaknya Asa cocokkan sama Fahri deh daripada kamu, Fahri kan dewasa. Lah kamu masih kekanakan gini, masih bau kencur." "Kekanakan gini juga bisa buat bocah Ma, Mama mau bukti?" "Husss, omongan tuh dijaga Aby." Lisa memukul bibir Aby yang asal bicara membuat Aby meringis. "Aww Ma, sakit." ringis Aby, Lisa hanya tertawa. "Mama." panggil Anan lirih, Lisa pun langsung menghampiri Anan. "Ada apa, Sayang?" "Anan mau tidur, tapi mau dibacain dongeng sama Papa." "Papa lagi keluar kota sayang, ada pekerjaan jadi gak bisa pulang. Mama aja ya yang bacain dongengnya?" bujuk Lisa. Anan menggeleng membuat Lisa menghela nafasnya, Anan kalau sudah sakit pasti ingin dekat-dekat dengan Papa nya. Tapi sekarang Fandi-suami Lisa sedang ada perjalanan bisnis di luar kota dan mungkin tiga hari kemudian baru akan pulang. Melihat sang adik yang berwajah lesu, Aby menghampirinya lalu mengusap puncak kepala Anan. "Anan kalau nanti udah sembuh mau gak Kakak beliin mainan yang Anan suka nanti kita main bareng." Anan hanya diam. Aby menghela nafas. "Anan gak sayang sama Kak Aby ya?" Aby memasang wajah cemberut. "Anan sayang kok sama Kak Aby," sela Anan cepat. "Kalau Anan sayang sama Kakak dan Mama, Anan nurut ya untuk tidur supaya cepat sembuh. Nanti kita bisa main bareng-bareng lagi sama Ayah dan Kak Fahri," jelas Aby. Anan mengangguk lalu mulai membaringkan tubuhnya, Aby mengelus kepala Anan dengan sayang. Lisa yang melihat interaksi antara kedua putranya itu pun tersenyum. Anan sangat dekat dengan Aby karena sifat Aby yang terkesan ramah membuat Anan lebih suka bermain dengan Aby ketimbang Fahri yang memang kurang memiliki waktu luang karena kesibukannya sebagai dosen. * * * Asa membuka pintu mobil samping kemudi ketika Fahri telah berhenti didepan rumahnya. Tadinya ia meminta Fahri untuk menurunkannya di persimpangan jalan kompleks perumahannya, tetapi Fahri menolaknya dengan tegas. Asa pun hanya bisa mewanti-wanti semoga orang rumah tidak akan menanyakan hal-hal aneh kepada dirinya ketika ia turun dari mobil sang dosen. Ternyata doa Asa tak dikabulkan oleh sang maha kuasa nyatanya ketika ia turun saja sang Bunda telah menunggunya didepan rumah dengan senyum yang mengembang, membuat Asa lagi-lagi hanya bisa menghela nafas. "Assalamualaikum Bun." Asa menyalami sang Bunda yang masih mengembangkan senyumnya. "Waalaikumsalam, eh nak itu siapa? Cakep bener." Suci-Bunda Asa mengerlingkan matanya kearah Asa membuat Asa memutar kedua bola mata malas. 'Mulai deh' batin Asa sebal. "Kenalin Bun ini Pak Fahri dosen Asa di kampus," jelas Asa. "Emm, kirain calon kamu." "Bundaaa..." kesal Asa. "Ya udah, kalau gitu saya pamit ya Asa, Tante." "Gak mau mampir dulu nak?" Fahri tersenyum. "lain kali aja ya Tan, soalnya saya ada urusan jadi gak bisa lama." Suci mendesah kecewa, tetapi dia hanya bisa mengangguk membuat Asa bernafas lega karena sang dosen tak akan mampir kerumahnya. Jahat memang, tapi ia bisa apa daripada dirinya nanti ditanyai yang aneh-aneh kalau sampai sang dosen jadi mampir. Asa dan Suci memasuki rumah ketika mobil Fahri tak terlihat lagi di persimpangan jalan, Asa semakin kesal saja sengan sang Bunda yang terus saja menggodanya sepanjang ia dan Bunda memasuki rumah. "Asa masuk ke kamar dulu Bun." "Gak mau diceritain dulu siapa tadi yang ngantar Asa?" goda Suci. "Iih Bundaaa..." Suci hanya bisa tertawa kecil melihat Asa kesal, dia tak ada niatan untuk menggoda putrinya itu. Melihat Bundanya yang tertawa, Asa menaiki tangga menuju kamarnya dengan kesal. Sesampainya di kamar Asa langsung merebahkan tubuhnya diatas kasur. Suara notifikasi pesan masuk dari ponselnya pun membuat ia kelimpungan mencari-cari ponselnya yang ternyata berada disakunya. Dia pun membuka pesan itu. "Ternyata dari si anak kepedean itu," gerutu Asa. Anak Kepedean : Kakak udah sampe rumah? "Ngapain dia nanya gak penting gini?" Dengan ogah-ogahan ia membalas pesan dari Aby. Me : Iya. Lalu meletakkan ponselnya di nakas, ia pun beranjak dari ranjang untuk membersihkan diri yang seharian ini melakukan aktivitas sepertinya tubuhnya terasa lengket sekali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD