Part 4

1988 Words
"Kamu, kamu benar-benar berniat membawaku pulang ke rumahmu?" Mengulang pertanyaan pada Aliando Steven, Chalisa Reina masih tidak percaya bagaimana mungkin pria itu mengatasnamakan keperjakaan demi bisa membawanya pulang ke rumahnya. "Tentu saja!" Sahutnya pendek. Berulang kali Chalisa menyibakkan rambut panjangnya ke belakang, dia terlihat sedang berpikir keras. Sesekali gadis itu melihat ke arah Aliando Steven yang duduk santai di sebelahnya, pria itu sejak tadi menatap wajahnya tanpa berkedip sama sekali sambil mengulum senyum. "Kamu menertawaiku? Aliando, maksudku presdir Aliando, saya tahu saya sudah salah saat menangkap anda beberapa hari lalu. Tapi saya benar-benar tidak berniat untuk merenggut kesucian anda. Saya mohon pengertian anda, saya sedang dalam masa bertugas sekarang." Ujarnya dengan sungguh-sungguh pada pria di sebelahnya. Chalisa tetap menyatakan keberatan meskipun dia tahu jika pria itu tidak berniat merubah keputusannya sama sekali. "Apa menurutmu ucapanku bisa diganggu gugat?" Ujarnya sambil tersenyum. "Sialan! Aku sudah tahu cara ini tidak akan berhasil!" Gumamnya dengan bisikan pelan. Chalisa tersenyum manis sambil menatap wajah pria tampan di sebelahnya tersebut dari ujung kepala hingga ujung kaki. Lalu dengan berani dia menarik leher Aliando hingga terjungkal di atas pangkuannya. "Chalisa, lepaskan aku! Uhk! Uhk! Uhk!" Aliando terbatuk-batuk karena Chalisa menekan lehernya. "Tuan presdir anda baik-baik saja?! Apa yang terjadi?" Sopir yang berada di kursi depan ikut panik mendengar presdirnya berteriak. "Hentikan mobilnya! Atau aku patahkan leher presdir-mu!" Sergah Chalisa pada sopir Aliando. Karena dia tidak ingin terjadi sesuatu pada presdirnya, sopir tersebut segera menepikan mobilnya. "Uhk! Uhk! Uhk!" Aliando memegangi lehernya yang masih tertahan dalam bekapan Chalisa. Ketika mobil berhenti gadis itu segera melompat turun, dia berlari ke seberang jalan untuk menghentikan taksi, berniat kembali ke kantor kepolisian tempatnya bekerja. "Presdir anda tidak apa-apa?" Tanyanya lagi pada atasannya tersebut, seraya menepuk-nepuk punggungnya. "Aku tidak apa-apa." Ucapnya seraya menyeringai lebar, lalu berbalik menatap Chalisa yang baru saja naik ke dalam taksi. Sampai di kantor tempatnya bekerja Chalisa mendapatkan surat pemecatan sudah berada di atas meja kerjanya. Pandangan matanya kemudian beralih ke arah seluruh rekan kerjanya yang juga berada di ruangan tersebut. Tidak ada satupun dari mereka yang menatap ke arahnya, seolah-olah itu bukan hal yang baru atau mengejutkan. "Braaakkk!" Chalisa menggebrak meja kerjanya, hingga membuat seluruh karyawan menatap ke arahnya. "Apa ini?" Tanyanya pada setiap mata yang menatap ke arahnya. "Chalisa, ikut aku sebentar!" Revan menarik pergelangan tangannya menuju ke kantor atasannya. "Kenapa kamu membawaku ke mari?" Tanyanya pada Revan karena tidak mengerti maksud pria itu membawanya ke ruang kepala kepolisian di kantor tempatnya bekerja. "Dia yang memberikan keputusan, dan aku minta maaf tidak bisa menolongmu, kali ini kamu harus menyelesaikan semuanya sendiri." Ucapnya seraya menepuk bahu gadis itu sambil berlalu pergi. "Sepertinya sejak menangani kasus pria kembar itu, situasi ku jadi semakin rumit!" Gumamnya sebelum mengetuk pintu ruangan atasannya. "Tok! Tok! Tok!" "Masuklah." Perlahan gadis itu masuk ke dalam ruangan atasannya, lalu berdiri di seberang meja. "Bolehkah saya bertanya? Kenapa saya dipecat?" Tanyanya segera saat atasannya hanya berdiam tanpa ingin menjelaskan. "Ah itu sebetulnya bukan keputusan saya Chalisa, tapi keputusan langsung dari pusat." Jelasnya pada gadis itu seraya menunjukkan surat keputusan kepada gadis itu. Chalisa segera mengambil selembar kertas tersebut. Begitu banyak tuntutan yang diajukan oleh Aliando Steven terhadap dirinya. Juga ada pernyataan yang menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki kelayakan sebagai petugas kepolisian. Darahnya mendadak terasa mendidih, ingin sekali dia melumat habis tubuh Aliando karena saking kesalnya. "Baiklah kalau begitu saya permisi pak." Pamitnya pada atasannya tersebut lalu keluar dari dalam ruangan. Dengan langkah lesu gadis itu keluar dari kantor tempatnya bekerja seraya membawa sebotol air mineral. Dia tidak terkejut melihat Aliando sudah berada di halaman kantornya. "Apa aku bilang? Sebaiknya kamu tidak menolakku, hingga tidak harus kehilangan pekerjaan." Ucapnya ringan pada gadis tersebut. Chalisa hanya tersenyum mendengar ucapannya, lalu menghabiskan sebotol air mineral tersebut. Dia kembali menyibakkan rambutnya ke belakang. Lalu melangkah santai melewati pria itu menuju ke rumah kost tempat dia tinggal. "Apa? Dia mengacuhkan ku? Hahahaha!" Ucapnya seraya tertawa lebar. Lalu mengikuti gadis itu dari belakang punggungnya. Chalisa mendengar langkah kaki Aliando di belakang punggungnya segera menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap pria tersebut. "Kamu kenapa mengikutiku?" Tanyanya pada pria berjas rapi tersebut. "Aku mengikuti calon istriku, apa masalahnya?" Ujarnya penuh rasa percaya diri. "Tuan presdir, hentikan omong kosong itu. Saya tidak ada hubungannya dengan anda! Mengenalmu hanya akan membuat hari-hariku suram dan sial!" Gerutunya seraya melangkah lebih cepat dari sebelumnya. Saat tiba di depan kost-an tempat dia tinggal Chalisa Reina kembali dikejutkan dengan barang-barang miliknya yang sudah berada di luar rumah. "Bu? Ini kenapa barang-barang saya ditaruh di luar kost-an?" Tanyanya pada pemilik rumah kost tersebut. Wanita berbadan gemuk tersebut terlihat sibuk menghitung setumpuk uang dalam genggaman tangannya. "Kost-an ini sudah aku jual!" Ujarnya sambil berlalu pergi seraya mengibaskan uang tersebut di depan wajah Chalisa. Kini Chalisa beralih menatap wajah Aliando, pria itu tersenyum sambil bersiul-siul santai melihat wajah geram gadis di depannya. Chalisa meremas jemari tangannya, dia sudah kesulitan mengatur keuangan dalam sepekan terakhir, kini malah tiba-tiba ditendang keluar dari tempat bekerja juga dari tempat tinggal satu-satunya itu. "Aliandoooo! Jrooottt!" Pukulan Chalisa mengenai hidung pria tampan di depannya dengan telak. Melihat hidungnya berdarah pria itu langsung sempoyongan dan jatuh rubuh ke tanah. "Bruuuk!" Kini Chalisa mendadak panik sekali, dia tidak menyangka jika Aliando bakalan pingsan hanya dengan sekali pukul, karena dia ingat bagaimana pria itu sangat kuat sekali menggilas tubuhnya di atas ranjang hingga berjam-jam. "Aliando! Bangun! Aliando!" Akhirnya dengan susah payah Chalisa menarik tubuhnya masuk ke dalam kamar kost-an dimana dia tinggal sebelumnya, merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Dia mengompres kening serta membersihkan darah pada hidungnya. "Cepatlah bangun!" Bisiknya dengan nada sedikit tertekan. Dia menerka-nerka, bagaimana jika pria itu tiba-tiba koma akibat pukulan kencangnya barusan. Mungkin hidupnya akan segera berakhir di dalam penjara. Chalisa membuka kancing baju Aliando satu persatu, dia berniat mengompres dadanya juga. Saat dia menyentuh d**a bidangnya dengan kain basah, dadanya tiba-tiba terasa berdebar-debar. Wajah tampan rupawan, juga tubuhnya yang sangat bagus, karirnya yang cerah. Pria dengan kriteria sangat lengkap, juga menjadi idaman setiap gadis. Chalisa memejamkan matanya sambil mengompres dadanya. Karena tidak mampu lagi menguasai nalarnya! Dia takut akan terlena dengan wajah tampan di depannya itu. "Akkhhh! Bruuukk!" Pekikan Chalisa terdengar ketika Aliando tiba-tiba menarik pergelangan tangannya hingga membuatnya jatuh di atas d**a bidangnya. Chalisa mengerjapkan matanya berkali-kali, dia gugup sekali. Kedua telapak tangannya masih bertumpu di atas d**a bidang Aliando Steven. Pria itu juga terdiam dan hanya menatap wajah wanita muda di depannya. "Sejak kapan kamu bangun?" Tanya Chalisa padanya. "Sejak kamu membuka kancing bajuku." Sahutnya datar. "Aku, aku tidak bermaksud untuk melukaimu. Aku tadi marah sekali jadi, jadi aku.." Chalisa kebingungan ingin mengatakan sesuatu padanya, karena matanya sejak tadi hanya menatap tubuh bagus yang masih dia gunakan untuk bertumpu sekarang. "Kenapa kamu menolakku? Berikan aku alasanmu." Tanyanya pada Chalisa. "Aku akan mengatakan alasanku padamu, tapi jangan tahan pinggangku seperti ini. Biarkan aku bangkit duduk." Ucapnya, karena Aliando tidak memberikan kesempatan padanya untuk beranjak dari posisinya sekarang. "Katakan saja sekarang, apa susahnya?" Jawabnya santai. "Tapi aku tidak tahu akan berapa lama lagi bisa bertumpu dengan kedua telapak tanganku. Aku bisa saja jatuh dan menempel pada tubuhmu." "Kalau begitu jatuhkan saja tubuhmu!" "Akkhhhh! Bruuuk!" Setengah sentimeter lagi hidung Chalisa akan menyentuh hidung Aliando. Nafas pria itu terasa menerpa wajahnya, membuatnya semakin gugup. "Aliando aku. Aku mohon jangan begini." Ucapnya pada pria yang masih tetap menahan pinggangnya. "Kalau tidak boleh begini, berarti bisa begini!" Sekejap mata Aliando memutar posisi tubuhnya, membuat gadis itu berada di bawah tubuhnya. Chalisa terpaksa memalingkan wajahnya ke samping, karena merasakan dekatnya wajah mereka berdua. "Aliando, jangan." Tahan Chalisa saat pria itu menarik resleting celana yang dikenakan oleh gadis itu. "Kenapa?" Tanyanya pada Chalisa, karena dia merasa itu bukan yang pertama kalinya mereka sedekat itu. "Pokoknya jangan lagi!" Jeritnya pada Aliando. "Bekas kemarin malam belum sembuh! Tapi dia sudah ingin memulainya lagi! Bagaimana bisa pria ini tiba-tiba berubah menjadi sangat m***m!" Gerutunya panjang lebar dalam hatinya. "Bukankah kita sudah melakukannya kemarin?" Tanyanya lagi dengan polosnya. "Apa kamu pikir aku gadis bodoh!? Aku tidak akan menurutimu! Cepat lepaskan aku!" Bentaknya pada pria itu. "Jadi apa alasanmu menolak lamaranku?" "Aku baru menginjak awal karirku, aku belum ingin menikah di usiaku sekarang." Jelasnya jujur. "Tapi kita sudah melakukannya, Chalisa. Aku ingin bertanggung jawab atas semua yang aku lakukan padamu." Ucap Aliando tetap berkeras hati untuk mempertahankan pendapatnya. "Aliando! Maksudku presdir, anggap saja kita tidak saling kenal dan berhenti mencampuri urusan pribadi masing-masing. Oke?" Chalisa juga tetap bersikeras dengan pendapatnya sendiri. Dia tidak ingin menikah sekarang. "Tapi kamu harus menyembuhkan luka hatiku!" Tandas Aliando yang tetap masih tidak mau menyerah. "Luka apa? Kita sudah selesai. Dan anggap saja malam itu kamu sedang mabuk, lalu salah melakukan sesuatu." Ucap gadis itu lagi, ketika Aliando menempelkan bibirnya di pipi kirinya. Aliando seperti tidak mau mendengarkan alasan apapun darinya. Chalisa merasakan bibir lembutnya perlahan menyusuri pipinya. Dan hampir singgah pada bibirnya. "Aliando! Emmmhhh!" Aliando berhasil menyambar bibirnya, dan tak membiarkan bibir gadis itu terlepas dari pagutan lembut bibirnya. Aliando benar-benar menikmati bibir Chalisa. Dipagutnya perlahan-lahan, dan dilumat sekejap, lalu dilepas, dan dilumat lagi. Ketika Chalisa Reina berniat mendorong tubuhnya agar menjauh, pria itu segera menahan kedua tangannya dengan tangan kanannya. "Emmmhhh..." Chalisa menggelinjang ketika jemari tangan kiri Aliando menarik celananya turun, juga melepaskan seluruh kancing bajunya. Lumatan bibirnya turun ke bawah menikmati dua buah benjolan kenyal pada d**a Chalisa yang sudah mengeras sejak ia melumat bibirnya. "Emmhhhh.. Presdir, jangan.. akkkhhhhh.. emmhhhh.. awhhhh..." Chalisa menggeliat merasakan lidah pria itu menyusuri seluruh tubuhnya lalu berhenti di antara kedua pahanya. Dengan gencar Aliando Steven melumat gundukan berbulu halus tersebut. Permainan lidahnya pada bibir berlendir tersebut membuat Chalisa meliuk-liukkan tubuhnya kesana-kemari. Kedua pahanya tertahan dalam genggaman kedua tangan Aliando. Pria itu tidak tidak memberikan kesempatan sedikitpun padanya untuk mengatupkan kedua kakinya atau menarik mundur pinggulnya. "Akkhhhhh.. awhhhhh.. ahhhhh.." Chalisa belingsatan merasakan gigitan-gigitan kecil pada area sensitifnya. Setelah melihat Chalisa benar-benar pasrah, Aliando mulai berpacu di atas tubuhnya. "Al... Ahhhhh... Awhhhh.. emmmhhh.. sakit... Ahhhhh.. pedih sekali.. aahhhhh..." Rintihnya sambil menatap tonggak kejantanan pria tampan itu keluar masuk area sensitif miliknya. Aliando masih memegangi kedua paha Chalisa. "Akkhhhhh.. ahhhhh.. emmmhhh .. ahhh." Rintihannya membuat Aliando semakin gencar menghentak-hentakan pinggulnya bertubi-tubi menghujamkan senjatanya pada bibir berlendir milik gadis di depannya. Saat menatap Chalisa mendongakan kepalanya meregang merasakan klimaksnya, Aliando Steven tersenyum puas sekali. Dia melumat bibir tipis gadis itu untuk kesekian kalinya. Sambil tetap berpacu di atas tubuhnya. Aliando merasakan kedutan bibir sensitif milik Chalisa menjepit erat senjatanya, membuat gairahnya semakin menggila. "Akh! Akh! Akh! Aliando... Emmmhhh... Akkhhh, awhhhhh.. pelan sedikit.. awhhh.." Chalisa memekik kecil karena Aliando mempercepat laju permainannya. Seusai melepaskan klimaksnya pria itu jatuh tersungkur di atas tubuhnya. "Bisakah kamu melepaskanku sekarang?" Tanyanya pada pria yang masih rebah sambil merengkuhnya. "Tidak bisa." Bisiknya lagi, tetap pada posisinya. "Aliandoooo!" Teriaknya sambil memijit pelipisnya. "Apa sayang?" Sahutnya sambil tersenyum manis, menatap wajah gadis di sebelahnya. Pria itu menopang kepalanya dengan satu tangannya. "Say? Sayang?! Kamu memanggilku dengan sebutan sayang?" Chalisa semakin gusar dengan sikap Aliando sekarang. "Aku ingin kembali ke negara asalku saja, lepaskan aku dan biarkan aku pergi." Rajuk-nya tiba-tiba pada pria itu seraya mengelus lembut bahunya. Keduanya masih belum mengenakan pakaian sama sekali. Membuat mereka berdua leluasa saling melihat tubuh telanjang masing-masing. "Kenapa aku malah berperilaku seperti wanita penghibur yang sedang melayani pria kaya!? Menyebalkan sekali!" Desisnya dalam hati, Chalisa merasa sudah bertingkah sangat memalukan sekarang. "Kapan? Aku akan menemanimu, sekaligus minta restu dari kedua mertuaku." Chalisa terlonjak kaget hampir mati mendengar Aliando dengan sangat santai mengatakan pinangannya. "Aku, aku batalkan saja!" Ralat Chalisa Reina segera. Batinnya sangat geram sekali. Dia ingin meremukkan tulang belulang pria di sebelahnya itu. Tapi niatnya dia tahan mati-matian, karena tidak mau situasinya menjadi semakin buruk lagi. "Apakah kamu bercanda? Kita baru kenal beberapa hari yang lalu. Dan aku juga tidak mengenalmu tuan Aliando Steven. Hubungan kita ini sangat mustahil." Rengeknya tidak bisa lebih bersabar lagi menghadapi sikap pria itu. "Mau tidak mau, kita tetap menikah, karena kita sudah melakukan hubungan intim Chalisa." Aliando tersenyum puas melihat gadis itu cemberut kesal seraya menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD