Jessy

1186 Words
“Apa Jessy belum keluar juga, Ma?” “Belum, Pa. Kayaknya dia benar-benar kecewa dengan menghilangnya Vero secara tiba-tiba semalam.” “Kasihan juga dia. Tapi, kita juga tidak bisa memaksakan perasaan satu sama lain. Vero berhak menentukan pilihannya. Dan hilangnya Vero semalam sudah membuktikan kalau dia menolak perjodohan ini.” “Iya, Pa. Mama juga merasa seperti itu. Tapi ... bagaimana dengan Jessy. Dia sudah sangat senang dan sangat berharap perjodohan ini berjalan dengan lancar. Jessy sudah sejak lama menyukai Vero.” “Kita hanya bisa berdoa dan memberikan nasehat yang baik pada anak kita, Ma. Mengingatkan dia supaya bisa menentukan jalan terbaik. Kalau dia masih ingin berjuang, dia harus berjuang dengan cara yang baik pula.” “Iya, Pa. Mama akan berusaha menasihati Jessy.” Percakapan sepasang suami istri di meja makan tersebut membuat siapa pun bisa menebak apa yang terjadi. Ya, mereka adalah Ridwan dan Laras. Orang tua dari Jessy, gadis yang di pilih oleh Melati untuk di jodohkan dengan Vero. Namun, tepat saat Jessy dan keluarganya datang ke kediaman Zeein. Vero sudah tidak ada di rumah, dan sampai sekarang tidak ada yang tahu di mana laki-laki itu berada. Bukan hanya Jessy dan Melati yang merasa kecewa dengan kepergian Vero. Namun, orang tua Jessy juga merasa kecewa dengan cara penolakan Vero. Mereka merasa disepelekan oleh Vero. Tapi, mereka tidak sekecewa dan semarah Jessy dalam menghadapi masalah ini. Mereka masih bisa berpikir jernih dan mengambil hikmah dari apa yang sudah terjadi. Jessy adalah anak yang selalu di turuti kemauannya. Apa pun yang dia inginkan akan langsung dia dapatkan. Tanpa bersusah payah dan menunggu. Jadinya, saat dia mendapati sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan, dia akan marah bahkan bisa nekat. Membuat Ridwan dan Laras, memilih untuk berada di pihak penengah untuk Jessy dan Vero. Seperti saat ini. Mereka yang tahu bagaimana perasaan putri semata wayang mereka yang masih belum bisa menerima penolakan Vero. Memilih untuk tetap di rumah. Mengawasi apa yang akan di lakukan putri mereka. Flashback On. “Ma, bagaimana penampilanku?” tanya Jessy dengan senyuman bahagianya. Laras yang saat itu tengah berada di ruang tengah bersama sang suami pun menoleh ke arah Jessy. Keduanya tersenyum kagum melihat bagaimana cantiknya Jessy malam ini. Dalam balutan dress bermotif bunga Tulip kecil dengan rambut di biarkan tergerai membuat penampilannya sangat sempurna. Kulit putih mulus, serta kecantikan wajah yang sudah tidak di ragukan lagi. Adalah nikmat yang tuhan berikan pada Jessy. Menjadi seorang model majalah terkenal di saat usianya baru menginjak 17 tahun. “Kamu luar biasa, Sayang. Cantik banget anak Mama. Ya kan, Pa?” ucap Laras. “Bener, Ma. Sangat cantik,” jawab Ridwan. “Aah ... makasih, Ma, Pa.” Jessy langsung memeluk kedua orang tuanya. Hati gadis itu benar-benar dalam mood baik saat ini. Apa pun yang dia lakukan harus sempurna tanpa sedikit kekurangan. Apalagi mereka hendak bertamu ke kediaman Zeein. Rumah di mana ada seorang laki-laki yang sudah lama dia incar. “Ya udah. Ayo kita berangkat. Jangan sampai calon suami dan calon mertua kamu menunggu lama,” ucap Ridwan. “Ayo!” seru Jessy bersemangat. Mereka pun berangkat menuju kediaman Zeein. Dengan perasaan bahagia dan penuh harap agar semua berjalan dengan lancar. Setidaknya mereka bisa membahas perjodohan kali ini dengan lancar dan tiada halangan. Atau malah bisa langsung bahas pernikahan. Itu akan menjadi sesuatu yang tiada banding berharganya bagi Jessy dan orang tuanya. Vero adalah calon suami dan menantu sang sangat sempurna. Tampan, mapan, perhatian dan pekerja keras. Orang nomor 5 yang memiliki perusahaan tersukses dalam negeri. Menjadi incaran setiap orang tua yang mempunyai anak gadis. Oleh karena itu, Jessy dan orang tuanya akan berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkan hati Vero. 30 menit kemudian. Rombongan keluarga Ridwan telah sampai di kediaman Zeein. Rumah mewah berlantai dua dengan taman luas di halaman depan dan juga samping membuat siapa pun merasa kagum dengan kediaman CEO muda tampan tersebut. “Waw ... besar sekali rumahnya?” ucap Laras yang memang baru pertama kali datang berkunjung ke rumah besar itu. “Ih, Mama. Jangan gitu ah,” rengek Jessy yang tidak mau memberikan kesan buruk di depan Vero dan calon mertuanya karena terlalu mengagumi rumah tersebut. “Maaf, Sayang.” “Udah ayo masuk,” sela Ridwan yang sudah berada di samping sang istri. Mereka berjalan beriringan masuk ke dalam rumah yang pintu utamanya telah di buka lebar tersebut. Beberapa saat kemudian, seorang asisten rumah tangga keluar untuk menyambut kedatangan keluarga Ridwan. “Selamat malam, Tuan, Nyonya,” sapa sang pembantu. “Malam. Melati ada di rumah, Bi?” tanya Laras basa basi. “Ada, Nyonya. Silahkan masuk.” Mereka semua berjalan masuk menuju ruang tamu yang sudah tersedia beberapa camilan enak di atas meja. “Silahkan duduk, Tuan.” “Terima kasih, Bi.” “Sama-sama. Kalau begitu saya izin ke belakang.” “Silakan.” Ridwan beserta anak istrinya pun menunggu di ruang tamu. Mereka tampak tidak sabar menanti sang pemilik rumah untuk menemui mereka. Namun, hingga tiba-tiba hal yang tidak di harapkan terjadi. Melati turun dari lantai dua. Dengan raut wajah yang tampak menahan kesal dan kecewa. Namun saat menyadari jika keluarga Ridwan sudah sampai , Melati berusaha tampak baik-baik saja. Hal tersebut membuat para tamunya bingung dan penasaran. “Ah, maaf. Aku tidak tahu kalau kalian sudah datang.” Melati berjalan cepat menuju para tamunya dan menyalami mereka satu-satu. “Kami juga belum lama kok.” “Jessy! Kamu cantik sekali, Sayang,” puji Melati menatap gadis di depannya. “Terima kasih, Tante.” Mereka pun akhirnya mengobrol banyak hal. Sampai tanpa di sadari sudah hampir setengah jam mereka membahas berbagai macam pembahasan. “Maaf, Mel. Vero mana? Kok belum keluar?” tanya Laras. “Oh ... i—itu, Vero gak ada di rumah. Dia kabur, entah kemana.” *** Klek! Pintu kamar Jessy terbuka. Membuat Ridwan dan Laras menoleh ke atas. Detik kemudian, Jessy turun dengan keadaan yang sudah rapi. Jelas jika dia hendak pergi. Ridwan dan Laras saling pandang. Berbicara lewat sorot mata mereka tentang Jessy saat ini. “Pagi, Ma, Pa,” sapa Jessy setelah sampai di meja makan. “Pagi, Sayang.” “Pagi.” Mereka saling melempar senyum bahagia di pagi yang cerah ini. “Sayang, apa kamu mau pergi?” “Iya, Ma. Hari ini ada pemotretan.” “Oh, sama Ratih kan?” “Enggak. Ratih aku suruh langsung ke lokasi aja. Nanti aku bawa mobil sendiri. Lagian gak jauh kok tempatnya.” “Mau Papa antar?” “Memangnya Papa gak ke kantor?” “Ke kantor. Tapi nanti agak siangan.” “Oh. Bilang aja takut aku nyari Vero. Pakek alasan berangkat siang.” “Bukan gitu, Sayang. Kami melakukan itu kan juga demi kebaikan kamu. Papa dan Mama tidak mau kamu gegabah, dan akhirnya membuat Vero semakin jauh dari jangkauanmu.” “Maksud Mama apa?” “Jessy, kamu tahu kan alasan Vero pergi dari rumah semalam karena apa. Nah, kalau maksa buat nyari dia dan memintanya untuk menerima perjodohan itu. Justru kamu akan kehilangan dia. Nak.” “Benar apa kata Mama kamu. Kamu harus berpikir dengan kepala dingin. Agar bisa menemukan solusi yang tepat dan aman.”

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD