PART 3

1023 Words
Jamie Delamano, sang koki paling senior di Delicios La Fonte Resto itu kini sedang menggenggam erat kelima jemari kanan Julie Ashley. Ia benar-benar kalut dengan keadaan anak dari mendiang majikannya ini. Sejak dulu, Jamie memang sudah sangat perhatian dengan Julie yang masih berusia belia, beranjak gadis dan kini sudah dewasa. Bahkan saat ia menikah pun. Jamie seolah sangat tidak rela jika Julie harus mengikat janji suci dengan Argadivo Chaniago, sang Koki senior juga di tempat kerjanya. Memang, ia sama sekali tak menampik jika sudah sekian lama tahun dirinya cukup tertarik dengan pesona yang Julie pancarkan ketika sedang memegang buku dan belajar disekitar area Resto. Saat ia sedang mencoba menghafal segala jenis rumus kimia dan fisika yang menurut Koki itu sangat berbelit-belit, Julie dapat dengan mudah menghafal dan menjawab beberapa contoh soal yang berada dalam buku. Sesuai dengan arahan Mendiang Ayah Julie, Dokter Sebastian Ashley. Begitupun, ketika Nyonya Clarinet mengajari sang putri tunggal meremas tepung gandum untuk dijadikan seporsi Pizza Berlusconi yang merupakan makanan khas dari Negara tempat Jamie Delamano berasal, Finlandia dan juga adalah makanan favoritnya. Koki senior itu semakin bertambah takjub akan telenta yang Julie miliki. Lelaki itu selalu saja mengingat bagaimana rasa lembut dari irisan dendeng rusa kutub yang bercita rasa khas, manis berasap. Ditambah taburan toping saus tomat, keju, jamur chanterelle, dan irisan bawang merah besar saat makanan itu menyatu dengan lidahnya. Sebab sejak saat itu, ia begitu getol mengusulkan pada sang Tuan Resto, Mendiang Nyonya Clarinet. Untuk menambahkan Pizza Berlusconi lengkap dengan resep dan takaran yang Julie Ashley buat. Demikianlah Jamie sudah sangat lama menyimpan rasa suka yang sulit ia artikan untuk Julie. Namun setiap kali ia berusaha menyelami semua itu, ada satu sisi yang membawa dia begitu kuat mengelak jika rasa tersebut, tak lebih karena mereka saling mengenal dan Julie memang pantas mendapatkan serangkaian pujian karena selalu bisa menempatkan dirinya sesuai porsi yang pas. Baik itu ketika ia memimpin resto, menjadi teman curhat atau adik sekali pun. “Julie, cepatlah sadar. Kau sedang mengandung. Tidak baik jika kau hanya mengandalkan cairan infus ini untuk memberi nutrisi untuk embrio kecil dalam perutmu. Aku yakin Divo juga saat ini sedang membutuhkan dukungan darimu dan calon buah hati kalian. Jadi sebaiknya kau segera siuman. Okey?” *** “Bagaimana, Suster? Golongan darah saya sama bukan dengan pasien yang sedang kritis di kamar operasi atas nama Argadivo Chaniago?” Nugie Allans, bertanya dengan sedikit mendesak sang petugas bank darah di Laboratorium untuk menjawab pertanyaannya. Ketika wanita sekitar empat puluh tahunan itu membawa selembar kertas di tangannya. “Suster? Apakah golongan darah sa--” Brakh! Sekali lagi Nugie Allans bertanya pada sang petugas wanita itu. Namun belum juga Nugie selesai berkata, sang petugas lebih dulu menggebrak meja kerja yang ada di depannya. Tak ayal, Gischa Maharani yang ternyata sudah berada sekitar lima menit lalu dan berdiri tepat dibelakang Nugie pun terkekeh geli. Sebenarnya suara kekehan itu sih tidak terlalu besar. Hanya saja karena Nugie sedang dalam posisi duduk dan Gischa berdiri. Maka indera pendengaran Nugie pun masih dengan jelas mendengarnya. “Huh, wanita aneh ini datang lagi. Kupikir dia sudah pergi tadi. Malah menertawakanku lagi. Bukankah tadi aku sudah memberinya kartu nama? Apa dia tak percaya jika aku akan mengganti seluruh biaya kerusakan mobilnya? Cih, dia pikir aku lelaki apa? Lihat saja nanti. Akan kuberi pelajaran. Dia kan bekerja sebagai asisten Chef utama katanya tadi. Heemmm... Hahahaha...” “Heiii!!! Apa Anda sudah gila Mister? Tadi Anda menyuruhku menjawab pertanyaan Anda dengan cepat. Namun, sekarang malah tertawa di sini. Saudara Anda itu sedang dalam masa kritis. Bukankah sudah kujelaskan jika kau harus segera pergi ke ruangan operasi yang berada di sisi Timur rumah sakit ini? Lalu, mengapa masih diam saja di sini? Dasar Pria Aneh!” Mendengar rentetan cibiran dari mulut petugas bank darah itu. Sang koki ternama, Nugie Allans benar-benar sangat malu. Wajahnya memerah bagai Musrom Tomato Sauce yang dicampurkan sedikit cuka, hingga membuat rasa asin dan kecut bercampur menjadi satu. Belum lagi Gischa yang tak juga mau berhenti tertawa sembari menarik pergelangan lengan kanannya. Maka semakin mengumpat pula lelaki itu dalam hati. Namun saat ia melihat bagaimana gadis berkulit eksotik itu tersenyum, sembari masih memegangi pergelangan tangannya. Ia seperti kembali mengingat Karen Pelangi, sang sahabat kecil yang sudah sangat lama ia tinggalkan di Padang tanpa pamit. “Karen Pelangi. Seperti apa kini rupanya? Aku bahkan benar-benar jahat karena pergi tanpa pamit dan tak lagi berusaha menghubunginya.” Nugie sekali lagi masih saja melayangkan semua pemikiran hasil kerja otaknya ke segala arah. Hingga pada saat sebuah brangkar besi membutuhkan jalan karena membawa pasien gawat darurat. Sekali lagi kejadian tidak mengenakkan terjadi di sana. “ARGHHH....” BRUGH! Gischa Maharani, ternyata jatuh tersenggol kerumunan para tenaga medis yang berjalan setengah berlari. Akibat dari dirinya yang menarik lengan Nugie. Namun, lelaki itu sedang melamun. Untung saja Gischa jatuh terduduk di atas pangkuan sang koki terkenal, sehingga b****g wanita itu tak terlalu sakit karena mendarat tepat ke lantai keras. Tapi ternyata sesuatu yang sekali lagi membuat Gischa harus pecah tertawa adalah wajah Nugie yang mendesah seolah menahan gejolak hasrat akibat dari cara terjatuh mereka. “Hahaha ... Chef, Mengapa kau terlihat begitu lucu hari ini? Hahaha ... Di mana wibawa kesombonganmu yang kulihat di siaran televisi. Oh, ya ampun. Hahaha ... Ayo lekas berdiri! Divo sedang membutuhkan darahmu. Ckck ... Kau tenang saja. Divo pasti kuat. Aku mengenalnya sejak umurku masih lima belas tahun. Kami sama-sama bersekolah di SMK Tata boga, Padang. Hanya saja aku tak pernah mengetahui jika ia memiliki seorang kakak. Jadi sekali lagi kau harus fokus dan pergunakan matamu dengan baik. Transfusi darahnya tidak akan lama kok. Yah? Setelah itu kita bisa--” “Maaf, aku tak sengaja. Tapi apa yang kau bilang tadi? Kau adalah sahabat Divo sejak di Padang? Emm ... Jadi, apa kau juga mengenal Karen Pelangi? Bagaimana kabarnya sekarang? Mengapa dia tak ikut bersama kalian bekerja di Seattle?” “Mengapa semua lelaki yang ku inginkan selalu menanyakan tentang Karen atau Julie? Cih ... Apa Chef Nugie juga mengenalnya? Ini tidak bisa dibiarkan. Aku membuat Karen pergi meninggalkan Padang akibat anak-anak pengungsian posko tsunami terkena keracunan makanan saat itu. Jika kali ini Darwin Parkinson gagal membuat Julie mati, maka aku pastikan sekali lagi, aku sendiri akan turun tangan menghabisi wanita itu agar tidak salah sasaran lagi kali ini.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD