Untuk yang kedua kalinya, Melodi harus membuang uang besar-besaran demi naik ojek. Sampai sekolah tadi, Melodi lupa untuk mengambil celana jeans yang tertinggal di tukang permark. Padahal kalau saja Melodi tidak sepikun sekarang, uang itu masih bisa ditabung. Entah kenapa akhir-akhir ini ingatan Melodi memburuk, buktinya saja 1 minggu ini sangat banyak karena harus beberapa kali terpaksa naik ojek.
Melodi langsung melangkahkan kakinya menuju kelas tanpa menghiraukan tatapan bingung dari Fauzan dan Gina. Mereka saling heran melihat Melodi yang bersimpangan dengan Bian, tapi hanya diam, mereka tidak saling menyapa. Untuk ukuran pacar sendiri apa itu wajar? Dihiraukan seperti angin lalu.
Begitupun dengan Bian yang sama bingungnya dengan Fauzan dan Gina. Kemarin Melodi masih bercengkerama dengannya, tapi sekarang seperti tidak mau tau ada Bian di sampingnya. Bian kira hubungannya dengan Melodi sedang tidak ada masalah. Kenapa juga Melodi menjauhinya?
Fauzan mendekat ke Gina. Mereka berbisik. Tidak baik jika melihat teman sedang galau kalau tidak membantu. Maka dari itu, Fauzan dan Gina sepakat akan membuat cara supaya Melodi dan Bian bisa akur seperti sebelumnya.
Di kelas, Melodi membuang muka ke mana pun selain ke Bian. Dia cukup tau bagaimana Bian sebenarnya. Cowok yang ia sukai itu ternyata tidak berbeda dengan ayahnya. Melodi benci cowok yang suka mempermainkan wanita. Sangat tidak beradab.
Karena kesal, Melodi sampai mencoret bagian belakang bukunya. Tulisan asal ia tumpahkan di sana. Segala kekesalan dan kekecewaan yang harus Melodi tanggung tertulis. Melodi menyesal karena dulu dia tidak mendengarkan Dinda dan tetap berpacaran dengan Bian. Tau begitu, sekarang harusnya Melodi masih bisa bersahabat dengan Dinda bukan?
Ah ini semua karena sifat keras kepala Melodi yang juga mirip ayahnya. Melodi tidak mau seperti sang ayah. Melodi juga tidak mau kehilangan orang yang ia sayang. Terlalu berat untuk itu. Rasanya lebih sakit daripada tertusuk jarum jahit.
Sampai pelajaran ke 4 usai, Melodi tak kunjung menengok ke bangku Bian. Meskipun sedari tadi Fauzan sudah mengkode-kode Melodi seperti biasanya. Saat ia marah dengan Bian pasti Fauzan lah yang mencari cara untuk mendekatkan mereka kembali. Seperti memanggil nama mereka satu-satu yang berujung Melodi dan Bian akan saling tatap. Namun tidak dapat disangkal jika usaha Fauzan itu juga pernah gagal.
Terkadang Melodi merasa miris dengan dirinya sendiri. Lucu kadang melihat orang lain yang berusaha untuk hubungannya dengan Bian. Mungkin jika ada cewek lain yang Bian sukai, Melodi akan melepaskannya. Melodi akan bahagia jika Bian bahagia. Itulah prinsipnya, tidak ada yang bisa mengubah atau melarang Melodi.
"Hai Mel, kantin yuk!" Seperti istirahat-istirahat yang lalu, Gina selalu mengajak Melodi makan di kantin bersama. Untuk kali ini, mungkin Melodi akan menolaknya. Jangankan untuk makan, berjalan saja Melodi malas. Dia tidak mau melewati bangku Bian. Yang ada cowok itu malah menahannya di sana.
"Duit gue abis Gin," keluh Melodi. Tapi benar, itu bukan alasan tanpa kebenaran. Uang Melodi sudah terkuras untuk naik ojek dan mengecilkan celananya. Ini semua gara-gara badannya yang terlalu kurus.
"Gue traktir, yuk!" Gina tetap keukeuh menarik Melodi dari kelas serta selamat dari cegatan Bian.
"Tumben lo traktir gue. Ada maksud apa?" tanya Melodi ketika mereka sudah sampai di kantin.
"Ya elah Mel, lo gitu amat sih sama gue. Positive thinking."
"Cepetan kalau gitu, gue laper Gin." Melodi mengusap perutnya yang rata. Dia benar-benar lapar karena tidak sempat membeli sarapan.
"Giliran traktiran lo nomer satu," cibik Gina. Ia langsung memesan dua porsi mie ayam serta es jeruk.
Sambil menunggu Gina kembali, Melodi iseng melihat seluruh penghuni kantin. Matanya berkeliling ke segala penjuru. Tidak ada Bian. Terbesit rasa kecewa pada diri Melodi.
"Nyariin siapa?" Gina datang dan menaruh satu manguk mie ayam di depan Melodi berserta es jeruk yang telah mereka samakan pesanannya.
"Nggak ada."
"Eh Mel, gue mau ajak lo nih," kata Gina bersemangat. Kuah di mangkuknya sampai muncrat ke depan tangan Melodi. Untung saja Melodi sempat menghindar.
"Ih jorok banget sih Gin. Telen dulu sana. Emang mau kemana?"
"Kebun belimbing. Murah tau nggak di sana Mel. sekilo kilo aja lima ribu, murah kan?"
Melodi menimang sebentar. Tapi mungkin saja omongan Gina meleset sedikit, seperti harganya tidak 5 ribu tapi 6 ribu?
"Uang gue nipis Gin." Melodi menyesap es jeruk dan meminggirkan mangkuk mie ayam yang sudah kosong.
Gina harus sabar jika rencananya bersama Fauzan ingin berhasil. "Gue deh yang bayarin. Tapi anterin gue!"
"Oke sip."
*****
Berbeda dengan Gina yang membujuk Melodi dengan alibi ke kantin, Fauzan sekarang sedang membujuk Bian di kelas dengan cara bermain PS. Sedari tadi mulut Fauzan ingin mengutarakan keinginannya untuk mengajak Bian ke kebun belimbing, tapi itu susah. Sampai akhirnya laptop Fauzan mati dan Bian melihatnya gugup.
"Kenapa Zan? Kebelet boker?"
"Asem! Ngapain gue nahan boker segala," elak Fauzan.
"Siapa tau emang bener." Bian berdiri dan ingin kembali ke bangkunya, tapi Fauzan mencegah.
"Bi, anterin gue ke kebun belimbing dong. Gue mau ketemuan sama seseorang."
Bian menoleh, "terus gue jadi obat nyamuk Zan? Lebih baik gue tidur daripada ikut lo."
"Lo harus solid Bi sama temen. Gue kan mau dapet pacar, masa lo nggak mau ndukung?"
Mungkin Fauzan benar, ada kemajuan pada teman Bian satu itu. Untung saja dia tidak jadi jomlo karatan seperti Fauzan. Bian jadi ingat Melodi, pacarnya yang seperti temannya.
"Oke gue mau. Tapi lo harus beliin gue dua kilo belimbing buat keluarga gue."
Fauzan harus merelakan uangnya demi rencananya dengan Gina. "Oke, oke gue rela."
*****
Sore ini terlihat mendung. Melodi sempat ragu untuk ikut. Pasalnya dia sekarang masih di halte bus dekat sekolah. Kata Gina, Melodi harus menunggu di sini sampai Gina datang. Melodi juga heran kenapa Gina tidak memanfaatkan mobilnya di rumah dan malah mengajak Melodi naik bus. Anak itu memang labil.
Di sisi lain, begitu halnya dengan Bian, dia sudah menunggu Fauzan lama di depan gerbang sekolah seperti gelandangan. Bagaimana tidak? Gerimis sudat turun dan rambut Bian jadi lepek terkena air hujan.
Karena tidak kunjung datang, Bian memutuskan untuk berteduh di halte sampai Fauzan datang. Bian berlari kecil untuk sampai ke sana. Dia melepas jaket tebal yang disampirkan di tas. Kemudian kepalanya menegadah ke atas. Suasana sore seperti ini sangat cocok untuk digunakan tidur.
Namun, Bian seperti baru tersadar. Ada orang lain di halte ini. Dia menengok ke arah orang tersebut. Benarkah Melodi? Apa Bian tidak salah lihat?
"Mel?" tanya Bian memastikan.
Melodi hanya menoleh tanpa membalas sapaan Bian atau tersenyum seperti saat Bian memanggilnya.
Bian membuang napasnya pelan. Bagaimana mau memperbaiki sebuah hubungan kalau salahnya saja kita tidak tahu di mana?
"Gue salah apa sih Mel sampai lo nggak mau ngomong lagi ke gue?"
Melodi berharap agar Gina cepat datang dan merusak usaha Bian untuk meruntuhkan pertahanannya agar tidak berbicara pada Bian. Dan keberuntungan berpihak padanya.
Dari depan gerbang sekolah, Gina terlihat berlari dengan Fauzan. Dan arah mereka ke halte tempatnya dengan Bian. Untunglah Melodi tidak perlu menjawab Bian.
Tapi Melodi merasakan hal aneh di sini. Secara kebetulan Gina bisa bersama Fauzan, menuju halte, dan masing-masing tersenyum. Oh tidak, apa mungkin keberadaannya di sini bersama Bian juga karena rencana mereka?
"Gin jelasin ini semua!" Wajah Melodi merah menahan marah karena dia merasa ditipu Gina. Melodi kira Gina sungguhan ingin pergi ke kebun belimbing karena dia memang ingin buah itu. Tapi melihat Fauzan dan Bian di sini sudah memperjelas semuanya. Ini rencana Gina dan Fauzan untuk mendekatkan Melodi dengan Bian.
"Eh busnya udah dateng tuh! Yuk ke sana daripada kehujanan."
Gina menghiraukan penjelasan yang Melodi tunggu. Gadis itu sudah masuk duluan ke dalam bus bersama Fauzan. Sedangkan Bian masih di samping Melodi.
"Masuk aja Mel, nanggung."
Melody menurut meskipun dia ingin menolak. Lagipula pertemuannya dengan Bian bukan kehendak dirinya. Melainkan Gina dan Fauzan.
Di dalam bus, Melodi masih berdiri dan mencari tempat duduk Gina. Melodi maju ke bagian depan dan melihat Gina duduk bersama Fauzan. Kalau begini Melodi harus duduk di mana?
"Zan minggir. Gue mau sama Gina."
"Ini tuh angkutan umum Mel, semua orang berhak duduk di mana aja. Daripada lo nggak duduk, mending sama Bian." Fauzan melirik Bian yang berada di kursi seberang.
"Gue tau ini juga rencana kalian!" Sungut Melodi dan terpaksa duduk di samping Bian.
Rasanya di bus malah semakin sunyi bagi Melodi. Dia harus duduk berdua dengan Bian tanpa sepatah kata pun yang keluar. Melodi benci keadaan di mana dia sudah berada di zona nyaman tapi ada hal yang mengganggunya. Hatinya menolak untuk duduk berdua dengan Bian, tapi otaknya menginginkan sebaliknya.
Terdengar petir menggelegar dari luar sana. Sudah bisa dipastikan mereka akan terjebak hujan dan kemungkinan ke kebun belimbing tidak sebaik sebelumnya. Melodi tidak lagi memikirkan tetesan air hujan yang bocor masuk ke dalam bus dan membasahi rambutnya. Melodi cuma ingin bus cepat sampai di kebun belimbing agar tidak ada lagi canggung di antara dirinya dan Bian.
"Mel, pindah ke sini aja. Biar gue yang di situ. Ntar lo sakit kena air hujan." Bian menawarkan Melodi untuk segera pindah tempat, tapi gadis itu tidak menghiraukan dan terus mengusap lengannya tanda kedinginan.
"Untuk kali ini aja, gue mohon lo nurut Mel."
Tanpa menjawab, Melodi segera keluar dari bangku bus kemudian dia duduk di dekat jendela. Posisinya yang tadi berada di bawah atap bus yang bocor sudah digantikan Bian.
"Pakai jaket gue ya Mel. Lo pasti kedinginan." Bian mengambil jaketnya yang tersangkut di tas.
"Nggak usah, makasih," ketus Melodi.
Bian memaklumi Melodi marah jika dia yang bersalah. Tapi, yang membingunkan Bian tidak tau salah apa itu.
"Kalau nggak mau, kita pakai berdua aja biar nggak ada yang basah." Bian menaungkan jaketnya di atas kepala Melodi dan juga dirinya. Mereka berpayungkan jaket di dalam bis.
Gina dan Fauzan bertos ria tanpa sepengetahuan dua orang yang sedang bergelut dengan egonya itu. Rencana mereka berhasil. Setidaknya kalau mereka gagal membuat baikan, Melodi dan Bian sudah mau saling berbicara.
Di kebun belimbing mereka berteduh sejenak di rumah makan. Mereka makan mie ayam dan es teh. Hari ini Melodi makan mie ayam kedua kalinya. Bisa melilit nanti ususnya. Bian membiayai makanan Melodi walaupun sebelumya gadis itu sudah menolak berulang kali. Yang namanya Bian, dia sama keras kepala seperti Melodi. Sampai akhirnya mereka ber-empat memutuskan untuk pulang bersamaan dengan munculnya senja.