Sore ini, Melodi kembali bekerja di kafe Gema. Ratih, karyawati juga, asik merecoki Melodi dengan cerita-cerita konyol
By the way, Ratih ini beda satu tahun dengan Melodi, cuma Ratih sudah berhenti sekolah dan memilih bekerja.
Seseorang datang ke kafe dan duduk di meja nomor 10 sambil memegeng handphone. Melodi tidak tau ada pelanggan, Ratih yang tau. "Mel, kamu tanya gih yang di meja 10. Aku mau antar pesanan ini dulu."
Melodi menengok ke arah yang dimaksud Ratih. Dia juga masih sibuk. Tidak tau mau pilih yang mana. Tapi akhirnya Melodi memutuskan untuk meneruskan membuat pesanan kopi dan menunggu orang tersebut memanggil saja jika sudah siap memesan.
Ratih sudah kembali, tapi orang tersebut tidak kunjung memesan. Dengan lemas Melodi berjalan menghampirinya, maksud dan tujuannya apa ke sini kalau tidak memesan?
"Mas, mau pesan apa?"
Cowok itu mendongak menatap Melodi. Melodi terkejut, tidak jauh beda dengan cowok di depannya. Tidak ada yang mau menyapa. Mereka sama-sama diam padahal saling kenal.
Ratih melihat Melodi diam di tempat, menatap pengunjung kafe yang tak kunjung memesan itu. "Mel, kok kamu diam aja, tanyain dong cowok di depanmu itu mau pesan apa?" teriaknya.
Melodi menelan ludah, kaku. Ini pertama kalinya teman satu kelasnya memergoki Melodi bekerja. Melodi tidak menyangka jika teman pertamanya yang tau adalah Bian.
Dengan keberanian seadanya, Melodi akhirnya membuka suara. "Mau pesan apa?" tanyanya sambil terus menunduk, sama seperti ketika di kelas.
Sebisanya Melodi bersikap seperti di kelas, Melodi yang pemalu agar Bian atau teman lainnya tidak curiga. Bukan, Melodi tidak punya kepribadian ganda, dia hanya saja mengantisipasi ketakutannya selama ini.
Bian menatap Melodi lama, cowok itu bingung dengan alasan Melodi bekerja di sini. Banyak pertanyaan yang antre di otaknya. Bahkan Bian sempat berpikir kalau kafe ini milik Melodi, namun dia menghapus pemikiran itu karena tidak mungkin pemilik kafe memakai baju pelayan.
"American cofee." Begitu singkat dan kaku.
Melody segera mencatat pesanan Bian kemudian dengan cekatan dia meracik kopi pesanan Bian.
Ratih yang melihat ada kesempatan gratis, dia menghampiri Bian. Menurutnya, Bian ganteng.
"Hai."
Pandangan Bian yang awalnya fokus ke ponselnya, kini beralih menatap Ratih. Dia mengerutkan alis dan menatap Ratih bingung.
"Kenalin, gue Ratih. Teman Melodi kerja di sini. Lo kenal Melodi?"
Bian kemudian berjabat tangan dan menatap Melodi sebentar. "Dia teman sekelas gue. Melodi udah lama kerja di sini?"
Ratih mengengguk antusias. "Dari sewaktu dia masuk SMA pertama kali. Waktu kenal sama Gema. Ini kafe milik Gema lho."
Bian tambah melongo. Bahkan untuk mengerti hubungan Melodi dengan Gema otaknya tidak bisa sampai ke sana. Setaunya, Gema adalah pemilik sekolah PELITA HARAPAN, sekolahnya.
Ratih tahu kalau Bian bingung, maka dari itu dia mencoba menjelaskan secara singkat tentang Melodi. Padahal Ratih tidak tahu saja siapa orang di depannya itu.
"Melodi dan Gema itu sahabatan. Lo kenal Gema kan? Anggota ARION itu?"
Bian mengerti, ARION sangatlah terkenal dengan prestasi dan anggotanya yang tampan dan cantik. Namun jujur, dia tidak tahu kalau Melodi masuk ke ARION.
"Em, saya panggilnya apa ya?"
"Ratih aja," jawab Ratih semangat.
"Jadi, Melodi kerja di sini karena apa? Apa orangtuanya tidak melarang?"
Sebenarnya Ratih tidak mau bercerita masalah keluarga Melodi, tetapi karena cowok itu bilang temannya Melodi, jadi tidak ada salahnya jika dia memberitahu sedikit. Semoga Melodi bisa mengerti.
"Ibunya sudah meninggal, dia tinggal sama Ayahnya. Ayahnya itu pemabuk, nggak kerja, pengengguran. Kasihan Melodi harus kerja."
Saat Bian ingin bertanya lagi, Melodi datang. Ratih juga menghentikan ceritanya. Dia takut Melodi marah. Suasana kembali canggung, Melodi dan Bian diam kembali, tanpa menyapa padahal setiap hari mereka bertemu di sekolah, satu kelas pula.
Melodi terlalu malu, di kelas dia dikenal sebagai cewek pemalu bukan? Jadi sudah sepantasnya dia tetap diam agar Bian percaya, Melodi benar-benar malu di depan Bian.
*****
Baru saja kaki Melodi masuk ke rumah, ayahnya sudah membanting vas bunga tepat di depannya. Dia meracau tidak jelas. Melodi menghela napas kasar, dia capek ingin istirahat.
"Minggir. Saya mau masuk ke kamar."
Namun ayahnya malah mengunci kamarnya dan mengantongi kunci itu. Dia mendorong Melodi keluar rumah. Bahkan Melodi sempat terjatuh di teras.
"Dasar anak nakal! Kamu pergi sana, tidak usah pulang!"
Melodi lelah terus-terusan begini. Dia benar-benar butuh tidur, tapi ayahnya malah mengusirnya. Oke, Melodi akan pergi. Gadis itu mengambil tasnya yang masih di lantai kemudian pergi dari hadapan ayahnya. Masih dengan baju kerjanya, Melodi memeluk tubuhnya sendiri yang terkena angin. Malam ini sangat dingin.
Tidak ada pilihan lain, Melodi akan ke rumah Sera. Melodi harus bergegas karena ia tak punya ponsel untuk menghubungi Sera. Dia harus pergi ke sana cepat, semoga saja Sera belum tidur.
Melodi terpaksa harus naik ojek, uangnya berkurang lagi. Tidak mungkin juga dia menunggu angkot atau bus. Bisa-bisa sampai larut malam dia baru sampai ke rumah Sera.
*****
"Pak, Pak satpam!" Satpam rumah Sera kaget, dia sampai mengarahkan tongkatnya ke segala arah. Untung Melodi sedikit jauh.
"Eh Neng Melodi. Masuk Neng."
Lampu rumah Sera masih menyala. Mungkin Melodi masih bisa masuk ke kamar Sera.
"Pak, saya minta tolong ya. Bisa telepon ke kamar Sera kalau saya mau menginap di sini?"
"Siap Neng."
Setelah menunggu beberapa saat, pak satpam keluar dari pos. Dia terlihat senang. "Kata Non Sera, Neng Melodi langsung masuk ke kamar saja."
"Makasih ya Pak."
Melodi melongok ke dalam rumah, sepi. Kemudian dia menaiki tangga menuju kamar Sera.
"Ser, ini gue Medi." Panggil Melodi sambil mengetuk pintu pelan.
Pintu terbuka, Sera kelihatannya juga belum mengantuk. "Sini Med, masuk. Biasa ya kamar gue berantakan."
Kamar Sera masih sama seperti Melodi pertama kali ke sini. Di tembok, banyak poster band rock terkenal dari berbagai negara. Juga beragam koleksi gitar listrik Sera di pasang rapi di tembok.
Melodi duduk di pinggiran kasur. "Gue nginep ya Ser, Ayah gue ngamuk lagi."
"Kapan pun lo mau ke sini, datang aja. Gue enjoy ada temen." Melody tersenyum, Sera paling mengerti dirinya.
"Eh Med, konser yuk?"
Alis Melody terangkat, "Ini udah malem lho Ser."
"Lo lupa kamar gue kedap suara dari luar?"
Melodi segera mengambil mic dan Serenata mengambil gitarnya, kali ini gitar akustik. Dan selanjutnya mereka menghabiskan menghabiskan malam dengan hura-hura di atas kasur.
Mungkin, ada waktunya Melodi butuh hiburan seperti ini. Hatinya juga perlu sembuh.