Part 21 Kondisi Rifal

1156 Words
Part 21 Kondisi Rifal "Fal, Mar. Kalian belum bangun?" Aku mengetuk pintu kamar Marina dan Rifal. Tidak ada sautan dari dalam kamar. Tapi aku tetap saja mengetuknya. Tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara Putri dari belakang, dengan sigap aku segera menoleh ke belakang, "Tuan dan Nyonya tadi pergi ke rumah sakit, Bu?" Aku kaget apa yang diucapkan oleh Putri, "apa yang terjadi pada Rifal sampai-sampai jam segini pergi ke rumah sakit?" Aku sangat cemas dan khawatir. "Ibu duduk disini dulu ya, Putri akan menghubungi Nyonya!" Putri membawaku untuk duduk dikursi yang ada di samping kamar Rifal. Aku menuruti kemauan Putri, aku duduk dan meremas-remas tangan tanda cemas dan khawatir. Sedangkan Putri mencoba menghubungi Marina lewat telepon rumah. Tut tut tut tut Aku bisa mendengar suara panggilan terhubung tapi tidak ada jawaban dari Marina. Aku menyuruh Putri untuk menghubunginya sekali lagi. "Hallo, Nyonya. Nyonya ada di rumah sakit mana, ini Ibu mencari Nyonya dan Tuan?" Putri bertanya pada Marina melalui panggilan telepon. "Iya hallo, Put. Aku sekarang ada di Rumah Sakit Medika Baru," jawab Marina. Putri menutup salah satu speaker telepon lalu menoleh kearahku. "Nyonya sekarang ada di Rumah Sakit Medika Baru, Bu," ucap Putri. "Bilang ke Marina, kalau kita berdua mau nyusul kesana," jawabku. "Baik, Bu," jawab Putri. Lalu dia kembali membuka speaker telepon. "Saya dan Ibu mau nyusul kesana Nyonya," ucap Putri. "Iya, aku tunggu disini," jawab Marina. "Baik, Nyonya," jawab Putri. Lalu dia menutup telepon itu. Dan menghampiriku. "Kata Nyonya, beliau menunggu kita disana," ucap Putri padaku. "Yasudah ayo kita siap-siap sekarang, jangan lupa kamu bawakan makanan buat Marina dan Rifal," jawabku sambil beranjak berdiri. "Baik Bu," jawab Putri. Aku pergi ke dalam kamar untuk siap-siap, dan Putri berjalan pergi ke arah dapur untuk menyiapkan makanan yang akan dibawa nanti ke Rumah Sakit. Di dalam kamar aku langsung mengganti pakaian, dan tak lupa membawa obat-obatku. Lalu aku keluar. Aku melihat Putri sudah menungguku di depan sambil membawa makanan yang dia taruh di dalam rantang, "loh Put kamu sudah siap?" Aku sambil menutup pintu kamar. "Iya bu. Ibu sudah siap?" Putri berdiri dan menghampiriku. "Sudah kok Put, naik apa kita kesana?" Aku bertanya pada Putri. "Tadi Putri sudah menghentikan taksi Bu, dan sekarang sudah menunggu kita di depan. Ayo Bu," jawab Putri sambil memapahku untuk berjalan ke luar rumah. Aku keluar dari rumah tak lupa Putri mengunci pintu rumah. Dan benar adanya, taksi sudah ada di depan. Dengan sigap Pak Sopir mengambil barang bawaanku dan Putri lalu menaruhnya di dalam bagasi mobil. "Terimakasih Pak," ucap Putri pada Pak Sopir taksi itu. Aku hanya melihatnya dan tersenyum. "Sama-sama Nona, mari saya bantu Bu," ucap sopir itu lalu membantu Putri untuk memapahku masuk kedalam taksi. "Terimakasih Pak," sautku. "Sama-sama Nyonya," jawab Pak Sopir itu. Aku dan Putri masuk kedalam taksi dan mengambil duduk di bangku kedua sejajar dengan Putri. "Ke Rumah Sakit Medika Baru ya, Pak," ucap Putri pada Pak Sopir untuk memberitahukan kemana kita akan pergi. "Baik, Non," jawab Pak Sopir sambil mengangguk pelan. Aku membuka ponselku, berharap ada notifikasi pesan atau panggilan dari Marina. Tapi ternyata tidak ada notifikasi apapun. Aku semakin bertambah cemas karena nomor Rifal dan Marina tidak bisa dihubungi. "Pak, agak cepat sedikit ya." Aku bertambah gelisah sehingga aku meminta agar Pak sopir jalannya lebih cepat agar cepat sampa di rumah sakit. "Baik, Nyonya," jawab Pak sopir. Dan akhirnya Pak Sopir pun melajukan taksi dengan kecepatan diatas rata-rata, meskipun aslinya jantungku terus berdebar dan hampir copot. Tapi aku tetap memasang wajah tenang agar cepat sampai di Rumah sakit. "Ibu tidak apa-apa kan?" Tiba-tiba Putri bertanya padaku. Bodohnya aku kenapa masih bisa dilihat oleh Putri kalau jantungku berdebar dan takut karena laju taksi yang sangat cepat ini "Iya Ibu baik-baik saja kok," jawabku sambil menoleh ke arah Putri. "Nyonya kelihatannya takut, akan saya kurangi kecepatannya Nyonya. Maaf," saut Pak Sopir yang melirikku dari spion yang ada di depan yang menghadap ke arahku dan Putri. "Saya baik-baik saja,terus jalan saja Pak, tinggal sedikit lagi sudah sampai," jawabku sambil menunjuk ke arah jalan di depan. "Baik Nyonya," jawab Pak Sopir itu. Aku mencoba untuk menenangkan diri agar bisa melupakan ketakutan ini. "Ini Ibu minum dulu!" saut Putri sambil memberiku sebotol air putih. Aku menerima sebotol air itu lalu meminumnya, "terimakasih ya, Put," tambahku sambil memberikan senyuman. Rasanya sudah sedikit tenang hatiku setelah meminum air putih itu. Taksi berhenti tepat di depan Rumah Sakit Medika Baru. Pak Sopir segera turun dan membukakan pintu untukku dan Putri. Lalu pergi ke bagasi mobil untuk menurunkan semua barang bawaan yang tadi aku dan Putri bawa dari rumah. "Terimakasih, Pak. Ini uangnya," aku menyodorkan dua lembar uang seratus ribu kepada Pak sopir sebagai bayaran karena sudah mengantarku dan Putri ke rumah sakit. Putri membawa barang bawaanku dan dia, aku segera berjalan ke temoat administrasi untuk menanyakan Rifal dirawat di kamar nomor berapa. "Mbak mau tanya, pasien atas nama Muhamad Rifal dirawat di kamar nomor berapa?" Aku bertanya pada salah satu perawat yang menjaga bgian administrasi Rumah sakit. "Kami cek dulu ya, Bu." Perawat itu mengecek nama Rifal di komputer. Aku benar-benar sangat cemas dan khawatir akan kondisi Rifal. "Pak Rifal sekarang masih ditangai di UGD, Bu. Dari sini Ibu lurus saja nanti ada belokan, Ibu belok kanan, ruangannya ada di sebelah kiri," jawab perawat itu sambil menunjukkan arah. Tanpa sepatah kata, aku langsung berjalan sesuai arahan petunjuk dari perawat itu. Sedangkan Putri masih berada di belakang. "Terimakasih Mbak," jawab Putri pada perawat. "Iya, Bu," jawab perawat itu sambil tersenyum. Aku menoleh kebelakang, dan kulihat Putri berusaha mengejarku. "Bu jangan cepat-cepat nanti luka Ibu basah lagi," ucap Putri padaku. "Ibu khawatir Put sama kondisi Rifal," jawabku sambil terus berjalan tergesa-gesa. "Iya Bu, Putri juga khawatir sama kondisi Tuan. Tapi Ibu juga harus mengutamakan kesehatan Ibu," saut Putri lagi. "Iya, Put. Itu Marina, ayo kita kesana," ucapku sambil menggeret tangan Putri menuju ke Marina yang sedang duduk di kursi ruang tunggu depan UGD sambil keremas-remas tangannya. Bisa kuoihat dia sedang khawatir, karena bagaimanapun Rifal adalah suami sahnya. "Mar, bagaimana kondisi Rifal?" Aku memegang bahu Marina dan membuat Marina kaget melihatku. "Dia sedang ditangani oleh Dokter," jawab Marina. "Apa yang terjadi semalam, sampai Rifal kayak gini?" Aku bertanya lagi pada Marina. "Ini semua gara-gara Ibu," jawab Marina sambil berdiri dari duduknya dan menghadapku. "Maksud kamu apa, Mar?" jawabku tak mengerti aoa masalahnya. "Mas Rifal itu semalaman khawatir sama kondisi Ibu, jadi pas dia ingin pergi ke kamar Ibu, dia malah terjatuh dari atas kasur dan kakinya kejepit," jelas Marina sambil menunjuk-nunjuk ke arahku dan membentakku sampai semua orang yang lewat melihat kearahku dan Marina yang sedang dalam amarah. "Lalu kenapa kamu tidak langsung membawa Rifal ke Rumah Sakit?" Aku bertanya pada Marina. "Mas Rifal tidak mau, dia khawatir Ibu drop. Dan dia memutuskan untuk tidur dan dihantui oleh rasa sakit. Dia tidak mau Ibu khawatir," tegas Marina. Sebelum aku menjawab ucapan Marina itu, aku meilhat dokter keluar dari ruangan UGD dengan wajah melas. "Bagaimana kondisi anak saya, Dok?" Aku menghampiri dokter itu dan bertanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD