Wira menghabiskan sisa waktu yang seolah ia miliki dengan menunggu Dokter Jonson mengatakan sesuatu padanya. Dia sudah berupaya untuk mengerti dengan yang beliau katakan, tapi daripada mengerti, kepalanya malah dibuat pening sendiri. Wira masih belum mengerti juga. Bahkan meski sudah satu jam lebih menunggu di ruangan Dokter Jonson, dokter pribadinya itu tetap tidak mau mengatakan arti kiasannya.
"Dok, ayolah, saya harus menemui Sabrina secepat mungkin." katanya agak menuntut saking frustasinya menunggu sedari tadi."
Dokter Jonson yang mendengar Wira seperti merengek hanya bisa mengembuskan napas pelan. "Wira? Apa kamu belum mengerti juga?" tanyanya tak habis pikir. Bagi yang mengalami sendiri, mungkin tidak sadar. Maka dari itu orang-orang di sekeliling Wira yang mengeluhkan sifat anehnya beberapa tahun terakhir ini.
"Saya memang tidak tahu apa-apa, Dok?" Agaknya, Wira sudah frustasi sendiri. Setelah sedari tadi menerima kenyataan tak rasional di depan matanya. Sekarang, dia bertanya petunjuk dengan yang lebih tua, malah diputar-putar seperti ini. Wira sudah tidak bisa berpikir lagi. Dia butuh seseorang langsung menceritakan yang sebenarnya kepadanya. Bukan main tebak-tebakan seperti ini.
"Kamu yang bermasalah di sini, Wira. Tubuh kamu yang didiami oleh sosok hantu perempuan yang ada di dalam video yang kamu tunjukkan ke saya. Masih tidak mengerti juga?"
Mulanya, Wira diam, antara tercengang, tidak habis pikir, dan tidak percaya juga. Namun, dia tidak merespon apa-apa dan meraih handikam itu lagi, mengamatinya dalam diam, mungkin ada yang dia lewatkan.
Wira melihat bagian di kamar, yakni saat hantu itu terlihat tidur begitu dekat, bahkan sampai memakan tempat di tubuhnya. Sesaat kemudian, dirinya tahu-tahu bangun dan melakukan semua gerakan yang persis sekali dengan kebiasaan perempuan. Masak dia senam seperti ibu-ibu? Padahal, semalam Wira ingat betul kalau dia hanya tidur dan tidak melakukan sesuatu yang aneh seperti yang dia lihat sekarang. Lalu saat di kantor, dia melihat dirinya sendiri sedang melakukan tindakan kejahatan pada salah satu pegawai kantor yang tidak melakukan apa-apa kepadanya.
Jujur saja Wira bingung sendiri melihat dirinya tiba-tiba melakukan hal yang tercela dengan menjambak dan mencakar wajah perempuan itu. Belum lagi tidak ada yang berani menegurnya, yang ada orang-orang malah lari ketakutan. Kemudian pula caranya berjalan. Wira berjalan persis sekali dengan cara perempuan berjalan. Belum cukup, rekaman Lingsir wengi yang tiba-tiba muncul di speaker yang ada di sana sampai Wira yang awalnya tidak tahu, hingga mendorong benda itu terdorong ke depan, untuk tidak sampai terkena Dokter Jonson, saking terkejutnya dia merinding sendiri.
Wira tepekur. Jadi ini jawaban dirinya yang dituduh berkepribadian ganda? Jangankan orang lain, Wira sendiri saja tidak bisa mengenali dirinya sendiri. Benar saja orang-orang menghundarinya beberapa tahun terakhir ini. Kalau Wira berada di posisi mereka, Wira juga akan melakukan hal yang sama, cari aman.
Namun sayangnya, semuanya berbeda. Kenyataannya, dirinya yang mengalami ini semua Jadi mau tak mau, Wira harus mencari jalan keluarnya segera. Dia tidak bisa terus-terusan seperti ini. Dia juga tidak mau tubuhnya dimanfaatkan oleh makhluk tak kasat mata tersebut. Enak saja.
"Sudah mengerti maksud saya?"
Wira menatap dokter di depannya ini serius. "Lalu apa yang terjadi dengan Sabrina, Dok? Saya masih tidak paham. Apa dia menghindari saya karena takut dengan perilaku saya begitu dirasuki hantu itu atau bagaimana? Dan soal sakitnya, apa itu ada hubungannya dengan saya yang begini?"
Dokter Jonson menghela napas pelan, kemudian dengan berat hati, dia sengaja menceritakan semua yang terjadi pada Wira. Beliau rasa, sudah waktunya pria itu untuk tahu sebelum tubuhnya kembali di rasuki lagi.
Belum juga Dokter Jonson menceritakan semua yang dia ketahui selama ini. Wira yang diam di depannya tiba-tiba matanya merah dan menatap Dokter Jonson begitu tajam.
"Ya Tuhan...Wira?" beliau memekik. Ingin berlari tapi dia bertahan di sana saat Wira memejamkan matanya dan menggeleng dengan hanya bagian putih mata yang terlihat. Dan saat Wira sudah terlihat lebih normal kembali, Dokter Jonson berani menegurnya kembali. "You okay, Wir?"
"Dok? Saya sekarat, Dok." kata Wira tiba-tiba. "Saya memang sering tiba-tiba merasa ada yang aneh pada tubuh saya. Dan bagian yang aneh adalah yang baru saya alami tadi. Saya merasa ditarik tapi tidak sadar apa yang terjadi. Bahkan saya tidak ingat dengan yang saya lakukan. Apa saya sudah melukai dokter?" Wira menatap Dokter Jonson khawatir.
"Tidak, kamu tidak melukai saya. Tapi saya bersyukur sekali karena kamu mulai menyadari keganjilan yang terjadi terhadap tubuh kamu." Dokter Jonson menarik napas pelan dan memulai ceritanya. "Saya memang dokter kejiwaan, Wira. Tapi sedari lahir, saya memiliki kepekaan tersendiri dengan hal-hal berbau mistis seperti ini. Dan pertama kali kamu berobat ke saya, dan mengadu kalau banyak orang yang mengeluhkan dirimu sebenarnya seorang berkepribadian ganda, saya langsung menolak pernyataan itu dalam hati dan memilih mendengarkan kamu terlebih dahulu."
"Sebagai dokter, saya tidak mungkin mengatakan jika tubuhmu dirasuki hantu perempuan dan sikapmu sering kali berubah begitu tiba-tiba hingga orang-orang yang ada di sekitar kamu, berasumsi kalau kamu penyintas kepribadian ganda. Waktu kita bersalaman di awal, saya tahu kamu tidak sakit. Tapi saya tidak bisa langsung mengatakan yang sebenarnya karena Sabrina dan Aris yang meminta."
"Mereka?" tanya Wira dengan alis terangkat, bingung. "Memangnya kenapa? Untuk apa melakukan semua itu?" lanjutnya bertanya tidak paham sama sekali.
"Karena kamu akan sakit dan mereka takut jika kamu sampai kenapa-kenapa lagi. Dan puncaknya waktu Sabrina meminta mengakhiri hubungan denganmu saat itu, apa kamu sudah tahu kejadian yang sebenarnya bagaimana?"
Wira menggeleng pelan. Yang dia tahu sampai sekarang, Sabrina mengkhianatinya. Dia tidak mungkin secara blak-blakan mengatakan hal semacam itu kepada Dokter Jonson. Selain tidak baik, Wira mana mau mengungkapkan aib orang yang pernah berjasa besar dalam hidupnya? Sebenci apapun Wira pada Sabrina di waktu yang akan datang, dia tidak akan menjelek-jelekkannya.
Dokter Jonson hanya bisa diam melihat Wira hanya bungkam. "Saya minta maaf, Wira. Bagian itu, saya tidak bisa mengatakannya. Kamu yang harus mencari tahu sendiri."
"Dokter tahu jika Sabrina juga diganggu, Dok? Saya sering mendapati Sabrina dalam mimpi saya berada di tempat asing dan seperti disiksa di sana. Saya juga sempat melihat makhluk tak kasat mata itu secara langsung saat menggerogoti tubuh Sabrina, seperti Sabrina itu adalah makannya. Dan beberapa saat lalu, Aris yang meminta saya untuk record ini semua dengan bantuan garam yang Aris beri dan ini semua berhasil membuka mata saya lebih lebar. Saya mungkin tidak gila, Dok, tapi memang saya yang bermasalah."
Sekali lagi, Dokter Jonson hanya bisa menatap Wira prihatin. Di tidak bisa memberikan obat-obatan lagi pada Wira karena tidak beerguna. Yang benar sedari dulu, Dokter Jonson selalu memberikan vitamin padanya. Karena sedari awal Wira datang, pria itu baik-baik saja. Hanya saja, sosok yang mendiami tubuhnya yang tidak baik-baik saja dan selalu mencari perkara.
"Lalu saya harus bagaimana, Dok?" tanya Wira kembali kebingungan. "Apa yang terjadi dengan Sabrina lain cerita dengan saya? Masalahnya, saya pernah melihat Sabrina diganggu oleh hantu perempuan itu waktu di apartemen saya." pada akhirnya, pecah sudah cerita yang Wira pendam beberapa waktu lalu ini.
"Apa Sabrina pernah bercerita? Dan di keadaannya yang memburuk sekarang ini, apa dia tetap mau bercerita?"
"Tidak, Dok." Jawab Wira antusias. "Sabrina tidak pernah mengatakan apapun pada saya. Dia hanya mengatakan kalau saya harus tetap sehat."
"Lalu Aris?"
Wira diam. Dia masih ingat perkataan Aris yang membahas tentang Sabrina yang katanya melakukan perjanjian terkutuk pada iblis. Namun, Wira masih belum bisa mempercayainya karena tidak paham untuk apa Sabrina sampai melakukan semua itu. Sabrina bukan orang miskin yang akan meminta bantuan para makhluk terkutuk itu demi mendapatkan kekayaan yang melimpah.
"Sepertinya saya harus memastikan semua yang terjadi pada diri saya sendiri terlebih dulu, Dok. Saya tidak mau salah bicara dan tidak ingin merugikan orang lain."
Dokter Jonson mengangguk mengerti mendengar pernyataan Wira barisan. Dia juga berharap jika pasiennya ini segera mendapatkan titik terang yang sesungguhnya. Dan sampai sekarang, kalau boleh jujur, Dokter Jonson tidak pernah sekalipun melihat Wira datang tanpa teman. Kalaupun tidak ada Aris ataupun Sabrina. Hantu itu selalu berdiri di samping Wira setiap saat, setiap waktu dan tak segan menatap Dokter Johnson tajam dengan matanya yang hampir keluar layaknya sedang mengancam kalau dirinya tidak boleh berbicara apa-apa.
Dan dokter Jonson pun memilih bungkam seperti yang seharusnya. Dan untungnya, hantu dengan wajah menyeramkan yang sedari tadi berdiri di samping Wira tidak melakukan apa-apa. Dan Dokter Jonon meyakini jika Wira masih menyimpan garam yang Aris beri, makanya hantu itu tidak bisa berbuat lebih selain melotot ke arahnya. Kalaupun tadi hantu itu berusaha merasuki Wira lagi, beruntung Wira bisa menahannya.
***
Wira berjalan tak tentu arah usai berbicara panjang lebar dengan Dokter Jonson. Saking terguncangnya, Wira sampai tak sadar jika langkah kakinya sudah sampai di ruang perawatan Sabrina. Hingga Aris yang kebetulan ada di luar sampai membutuhkan tiga usaha panggilan untuk membuat Wira tersadar.
"Woy, kenapa? Gue panggil dari tadi nggak nyaut-nyaut?" introgasi Aris saat WIra sudah berbalik dan berjalan ke arahnya. Kemudian saat Wira sampai di depan Aris sekalipun, dia hanya diam.
"Wira astaga? Lo jangan kebanyakan ngalamun elah, ntar kerasukan." kata Aris tanpa sadar. Dan begitu tersadar akan yang baru saja dia katakan, Aris jadi menatap Wira yang juga tengah menatapnya was-was. "Becanda Wir, becanda. Serius amat mukanya."
Daripada meladeni Aris, Wira lebih memilih melihat ke arah Sabrina yang tengah terlelap di dalam sana.
"Keadaannya gimana?" Wira mengambil ruang untuk duduk di samping Aris seraya bertanya. "Ada kemajuan, nggak?"
"Hm," balas Aris berat. "Tadi tiba-tiba enakan, terus bisa jalan. Habis itu, panas lagi deh, belum bangun juga sampai sekarang."
Wira yang mendengar kenyataan itu hanya bisa menghela napas pelan. Kemudian mengeluarkan handikam dan memberikannya pada Aris. "Buka, ada temen lo tuh."
"Temen gue siapa?" tanya Aris bingung.
"Lihat aja," jawab Wira nampak tak peduli.
Dengan kening mengernyit dalam, Aris menyalakan handikam itu dan melihat apa yang berada di sana.
Wira yang duduk di samping Wira hanya tersenyum meremehkan, sudah membayangkan kalau Aris akan menjerit ketakutan setengah mati begitu melihat sosok yang ada di dalam sana.
Namun kenyataannya, Aris biasa saja. Yang ada, pria itu malah nampak muram. Kalau memang tujuannya membantu Wira, harusnya pria itu bersuka cita begitu Wira sudah tahu penyebab keanehan dalam tubuhnya.
"Kok?"
"Apaan?" tanya Aris tak tertarik.
"Nggak takut? Ini dia yang jadi biang keror lhoh, Ris? Yang selalu ngerasukin gue sampai orang-orang pada nganggep gue gila. Direktur aja baru manggil gue tadi, diceramhai panjang lebar."
Aris malah semakin tak tertarik sama sekali dengan yang Wira bawakan. "Sabrina sekarat, Wir."
"Ya?" tanya Wira kebingungan sendiri. Jelas-jelas, Sabrina baik-baik saja, dia lebih baik dari sebelumnya. "Omongan itu doa, Ris!"
"Gue ngomong apa adanya." balas Aris lemas. "Kalau gini terus, lama-lama--"
"Aris! Lo ngomong gitu lagi gue tonjok beneran!" ancamnya.
Butuh waktu agak lama sampai akhirnya Aris mau menatap serius ke arah Wira. ia hanya mengatakan yang sejujurnya. Aris tahu kalau setiap nyawa ada di tangan Tuhan. Tapi, dari dulu sekali, kalau masalah seperti ini, seringnya jiwa yang ditahan yang akhirnya nanti akan tiada. Aris hanya takut kalau itu benar akan terjadi. Tapi dia juga tidak akan terima jika Sabrina sampai harus pergi seperti itu. Dia perempaun yangbaik. Tidak seharusnya para hantu terkutuk itu memperlakukan Sabrina seperti ini.
Aris bukannya dendam. Hanya saja, siapa mereka sampai mengganggu kamu manusia? Baiklah kalau seandainya Sabrina pernah menganggu. Lah ini, Sabrina tidak pernah mengganggu sama sekali tapi salah satu kakinya ditahan bersama jiwanya yang lain. Itu tidak adil. Harusnya mereka hidup di dunianya sendiri, tidak usah sampai ke dunia manusia.
Pria itu tahu kalau terkadang ada manusia juga yang sengaja cari gara-gara dengan setann, tapi kan Sabrina tidak pernah cari gara-gara. Jadi benci sekali Aris dengan mereka. Ingin dia hajar habis-habisan, biar kapok dan tidak mengganggu manusia lagi. Sudah cukup yagn diderita Sabrina. Jangan sampai ada Sabrina-Sabrina yang lain lagi.
Baru saja ingin merespon sesuatu yang lain, Wira dikejutkan dengan Aris yang tiba-tiba menyender pada dinding seperti pri tidak memiliki tulang dan kakinya bergerak ke atas seperti anak bayi yang sedang bermain atau saat ditimang orang tuanya.
"Minum," cicit pria dewasa yang mendadak menjelma seperti anak kecil itu pelan.
Wira yang melihat itu semua sampai menoleh ke kanan dan ke kiri. Kemudian saat mendapati sepi, dia tatap kesal sahabat karibnya ini. "Ris, nggak usah bercanda. Nggak lucu, sumpah!"
Namun Aris yang sudah diperingati tetap seperti itu. Dia terus saja merajuk meminta air minum. Wira seketika merinding dan berlari untuk mencari bantuan. Dalam otaknya yang paling cerdas sekalipun, Wira malah pergi menghampiri Dokter Jonson, meminta bantuan dokter paruh baya tersebut.
"Dok, Aris kesurupan, Dok. Kayak anak kecil." kata Wira ngos-ngosan setelah lari sedari tadi.
"Gimana ceritanya?"
"Nggak tau, dia minta minum dari tadi tapi saya nggak punya air."
Dan Dokter Jonson, langsung mengumpati Wira dalam hati.