19. Mencari Kebenaran

2105 Words
Meskipun Wira dan Aris kelihatannya sudah berdamai karena kejadian semalam, nyatanya Wira kembali merasa sengit dengan Aris lagi. Fajar dia pulang dari menunggui Sabrina. Kata dokter, keadaan Sabrina sudah lebih baik meski Wira tahu jika Sabrina tidak akan baik-baik saja kalau masih diganggu. Begitu ia pulang, tentu Aris masih setia menunggu di sana. Ya tentu Wira sudah ada janji dengan rekan kerjanya dan ingin berbicara dengan Melati juga. Meskipun sebentar, Wira akan menyempatkan sedikit waktunya. Usai melakukan meeting di luar dengan salah satu koleganya, Wira menghentikan mobilnya di parkiran yang tidak jauh dari taman kota. Saat sampai, Melati sudah di sana, kipas-kipas karena memang suhu saat ini begitu tinggi. “Hai? Udah lama?” Melati yang melihat Wira datang langsung tersenyum manis. Dia menampilkan gigi putih bersihnya yang rapi. “Baru semenit.” Wira tertawa. Karena sadar waktunya singkat, Wira memutuskan to the point saja. “Melati, saya beberapa kali melihat Sabrina disiksa dan diganggu sosok makhluk halus. Dan tadi malam, dia juga diganggu.” Perempuan yang Wira tanyai ini terlihat sedang berpikir keras. “Melati, everything is okay?” tanya Wira sekali lagi. Melati masih tidak menjawab dan Wira mencoba memaklumi, mungkin Melati sedang mencari jawabannya, jadi Wira tidak boleh mengganggu terlebih dahulu. Hampir lima menit menunggu, akhirnya Wira mendapatkan jawabannya juga ketika Melati menatapnya serius. “Nyawa Bu Sabrina dalam bahaya, Mas. Kaki sebelah kirinya diikat di dunia lain.” Sedari awal, Wira memang tidak percaya dengan hal tidak masuk akal seperti ini. Jadi, meski Melati sudah mencoba untuk menjelaskan, Wira tetap saja kesulitan untuk mengerti. Bukan karena Wira tidak percaya makhluk gaib, Wira hanya bertanya-tanya tentang bagaimana bisa Sabrina ditimpa musibah seperti ini? Dia perempuan yang begitu lemah lembut, rasanya pasti berat sekali untuk mengahadapi cobaan seperti ini. Raganya tengah berbaring di rumah sakit, tapi salah satu jiwanya ditahan di tempat lain. “Maksudmu—” “Maung mengatakannya padaku. Kasihan Bu Sabrina, Mas.” Masih dalam sesi yang kesulitan melnelan makanannya sendiri, Wira kembali bertanya. Ada yang harus segera ia selesaikan. “Bagaimana kamu bisa tahu, Lathi?” “Maung mengatakannya kepadaku. Dia bilang kalau Sabrina tidak akan dilepaskan meski apapun yang terjadi. Dia sudah jadi tumbalnya.” Kata Melati dengan berat hati. Dan pernyataan yang terakhir berhasil membuat Wira tercengang. Baru saja kemarin dia memperoleh informasi baru, sekarang informasi yang ada membuatnya ingin jatuh pingsan saja. “Heh, kamu jangan bercanda. Kalau Sabrina—” “Kalau tidak percaya, kemari dan genggam tangan saya. Saya sudah melihat semuanya, Mas. Bu Sabrina sudah dibawa setengah jiwanya menuju tempat terkutuk itu. Alih-alih mengumpat, dengan semua hantu-hantu yang menyusahkan-nya beberapa waktu yang lalu ketika ditemui di sana, Wira kembali berpikir keras hendaknya ia harus melakukan apa agar Sabrina bisa dilepaskan kembali. “Doa, Mas. Mas jangan lelah berdoa untuk Bu Sabrina karena hanya itu satu-satunya.” “Tidak ada jalan keluar lain selain berpangku tangan seperti ini? Pasti ada cara lain,” Wira bersikeras. “Ada,” jawab Melati lesu kemudian. Wira yang mendengar jadi memiliki harapan lagi. Sesaat kemudian, dengan tatapan sedih, Melati kembali mengatakan yang diketahuinya. “Kalau ingin Bu Sabrina terlepas dari sana, maka jalan satu-satunya ya dengan menggantikan posisi Bu Sabrina, menjadi tumbal itu.” “Caranya? Aris bilang, Sabrina membuat perjanjian dengan iblis terkutuk. Lalu bagaimana cara saya bisa membuat perjanjian ulang? Dan satu lagi, apa saya akan langsung meninggal?” Melati menatap Wira sendu. Pertanyaan yang diajukan terlalu dalam sekali. Dia mana tega mengatakan yang sebenarnya? “Melati come on, jawab saya.” Desah Wira agak frustasi karena Melati malah diam saja. “Saya sudah menjawab apa yang saya ketahui.” “Benarkah? Kamu tidak mengetahui hal setelah saya menyerahkan diri? Kenapa tidak—” “Iya-iya saya tanyakan lagi.” Kembali lagi Melati memejamkan matanya dan Wira menunggu dengan harap-harap cemas. Harapannya begitu besar untuk mencari jalan keluar dari semua persoalan ini. “Maaf, Mas.” Lirih Melati kemudian, setelah lima menit tadi dia terdiam dengan mata terpejam. “Saya benar-benar tidak tahu. Maung juga tidak mau memberi tahu saya. Katanya, kalau ingin tahu, harus mencari tahu sendiri.” Pupus sudah harapan Wira untuk segera mengetahui apa yang harus dia putuskan. Kalau begini, dirinya memang harus melakukan perjuangan ekstra. Tapi tak apa, demi Sabrina, Wira akan melakukan apapun untuk membantunya. Bukankah sebagai manusia sudah sepatutnya saling tolong-menolong? Kalau sedari dulu Sabrina tidak segan membantunya, sekarang Wira juga akan melakukan hal yang sama. “Kalau begitu, saya akan mencari tahu sendiri.” Tekad Wira bersungguh-sungguh. Sedari dulu, dia terbiasa berpikir rasional untuk menyelesaikan semua pekerjaannya. Dan sekarang, dia harus menjadi orang yang irrasional, yang bukan dirinya sendiri demi mencari tahu apa yang yang sebenarnya terjadi. Mungkin benar jika Sabrina menduakannya dan menjatuhkan harga dirinya sampai ke dasar-dasar. Tapi sekarang, melihat Sabrina tak berdaya seperti ini, Wira merasa kalau lebih baik dirinya saja yang menderita asalkan jangan Sabrina. Tidak apa jika semua orang mencibirnya menjadi b***k cinta sekali lagi. Bagi Wira, ini bukan rasa semacam perbucinan, tapi lebih kepada tanggung jawabnya pada Sabrina dulu yang selalu menemaninya. Mari kita anggap bahwa ini semua hanyalah ajang balas budi sebelum kembali menjadi orang yang tidak tahu diri. Terkadang, jangan terlalu berbaik hati dan keras kepada diri sendiri. Yang sedang-sedang saja *** Hari ini, Wira sengaja tidak berkunjung ke ruangan Sabrina. Dia hanya melihat dari kejauhan saat Aris yang menunggui perempuan itu mencoba menghiburnya. Wira memang sepengecut itu untuk mengatakan jika dirinya masih sayang. Keadaan tidak memungkinkan, dan sudah terbentang jarak terlalu jauh di antara mereka. Berbekal percakapannya dengan Melati kemarin, Wira memang belum mendapat titik terang. Tapi setidaknya dia sangat bersyukur sekali karena sudah diberikan petunjuk. Dengan informasi seminim itu, Wira akan berusaha untuk menemukan jawabannya. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, dan Wira akan membantu Sabrina kembali dari jeratan hantu-hantu terkutuk itu. Lebih dari apapun, Wira ingin sekali menghujat seluruh deretan para wewe, pocong, genderuwo, kuntilanak, sundel bolong, dan masih banyak lainnya! Berani-beraninya mereka menganggu Sabrina yang lemah lembut dan penyayang. Wira pernah mendengar jika mereka tidak akan menganggu jika tidak diganggu lebih dulu. Tapi sekarang Wira tidak memegang teguh kalimat itu lagi. Buktinya jelas jika mereka yang suka menggoda dan mencari gara-gara. Wira saja tidak pernah menganggu, mencoba mengangguk saja tidak pernah. Tapi Wira juga terkena impasnya. Kuntilanak menyebalkan yang sewaktu-waktu mendatanginya. Belum kalau ingin mengganggu orang seolah sengaja memamerkan perbuatannya. What the hell, kan? Wira jadi naik pitam. Dia kira, Wira tidak bisa marah apa? Memang tidak bisa! Tapi Wira juga tidak akan diam saja kalau hidupnya selalu diganggu makanya tidak tenang seperti ini. Entah apa susahnya diam dan terbang dari satu pohon ke pohon lainnya dalam dunianya sendiri. Kalau terbangnya di depan rumah orang kan membuat orang takut! Untung Wira bukan penakut. Maka di malam yang terasa dingin ini, Wira melakukan apa yang Aris perintahkan tapi baru sempat terpikirkan sekarang. Wira akan memasang handikam itu pada syarat-syarat aka kriteria yang sudah Aris sebutkan karena konon katanya, ini akan menjadi kunci yang membawanya pada kebenaran. Wira meletakkan handikam itu pada meja kerja sama seperti pertama kali. Yang jadi pembedanya, Wira sudah menaburkan garam untuk melingkari handikam tersebut. Begitu yakin akan apa yang terjadi, Wira bergegas tidur dan tak lupa membaca doa setelah wudhu tadi. Apapun yang terjadi nanti, entah Sabrina yang pergi atau dirinya sendiri, yang penting Wira sudah melakukan semampu yang dia bisa. Dia tidak akan tenang hidup di lain benua sekalipun jika tahu orang yang pernah mengisi hatinya hidup menderita seperti ini. Wira ingin memastikan Sabrina baik-baik saja saat dirinya pergi nanti. Wira sadar ini bukan tanggungjawabnya untuk membuat orang lain terus bertahan. Namun selagi nyawa masih menyertai, kenapa tidak dimanfaatkan untuk berbuat kebaikan, kan? Dan Wira yakin kalau dirinya bisa membantu Sabrina keluar dari jerat menyakitkan ini. Begitu tidur, Wira langsung lelap dan tidak bermimpi apa-apa seperti yang biasa ia alami tiap malam. Malam ini, tidurnya benar-benar nyenyak sekali. Tidak ada mimpi buruk. Tidak ada masa depan dan masa yang sudah terlewatkan dalam benaknya. Juga, tidak ada bisikan-bisikan lagi. Wira benar-benar bisa tidur dengan tenang. Begitu fajar menggundang, dia bergegas bangun dan kembali mengambil air wudhu. Dia akan salat Subuh di masjid yang berada di setiap lantai. Bagitu sampai di masjid, tidak ada bisikan-bisikan itu lagi. Apa dirinya betulan sudah terlepas dari semua ini? Wira bahkan tidak tahu harus menamai yang terjadi pada dirinya sendiri seperti apa. Yang Wira tahu, yang terjadi padanya tidak benar. Sudah itu saja. Makanya, Wira ingin terlepas dari ini semua karena dia rasa, Sabrina berhubungan erat dengan semua hal-hal aneh belakangan. Jika Wira berhasil menguak apa yang sebenarnya terjadi, sudah pasti dia bisa membantu Sabrina dan membantu dirinya sendiri. Beberapa saat kemudian, Wira langsung melakukan rutinitas seperti biasa, memasak sederhana untuk dirinya sendiri. Makhlum ya, belum menikah, apa-apa sendiri. Tapi tidak apa-apa, besok juga tiba saatnya sendiri bagi Wira untuk menikah. Tenang saja. Telur ceplok dan soto menjadi pilihannya. Untung Wira bukan tipe orang yang suka mulas jika makan yang berkuah pagi-pagi. Jadi, aman-aman saja. Sistem pencernaannya tidak akan mendebat mengajak bertengkar. Usai makan, kemudian mandi dan berpakaian, Wira membawa serta handikam dalam kamarnya menuju ruang tamu apartemennya. Begitu ia duduk setelah mengambil pantofel, Wira menyempatkan diri untuk melihat hasil dari rekaman itu sebentar. Ketika Wira memutar video yang menampilkan latar belakang kamarnya, perasaan Wira mendadak tidak enak begitu melihat sosok yang kerap dilihatnya terlihat keluar dari tubuhnya. Ini bukan sosok pocong disko ataupun sosok berjubah hitam kurang ajar yang berani memukuli seorang perempuan. Tapi yang Wira lihat, itu adalah sosok perempuan yang sering mengganggunya, yang kalau menampakkan diri, wajahnya hancur lebur dengan belatung yang sampai jatuh teececeran. Belum lagi kalau berbau wangi atau busuk sama-sama membuat Wira ingin mengeluarkan isi lambungnya. Tidak sampai di sana, beberapa saat kemudian, hantu itu kembali lagi memasuki dirinya dan tak selang lama, dirinya bangun. Wira bahkan sampai tidak bisa berkata-kata begitu melihat dirinya menari-nari bak orang gila dan mengelus sesuatu layaknya rambut. Dan bagian paling tidak menyangkanya lagi, caranya tersenyum yang menyerupai mbak kuntilanak membuat Wira bergidik ngeri dan memutuskan untuk mengakhiri video tersebut dan buru-buru pergi dari apartemennya. Lebih dari pada apapun, Wira malah miris dengan tubuhnya sendiri. Bagaimana bisa dia dirasuki dan tidak sadar. Jadi, perkataan orang-orang selama ini itu benar? Kebanarannya sudah jelas, Wira bukan penderita alter ego, melainkan dirasuki hantu perempuan. Tapi kalau dirasuki, kenapa orang-orang setiap hari mengeluhkan sikapnya yang begitu buruk. Apa jangan-jangan--sebenarnya Wira tidak dirasuki, tapi... *** Begitu melihat rekaman dari handikam itu, Wira pergi sambil membawa beberapa potong baju dalam mobilnya. Dia akan mencari sesuat dan meyakinkan dirinya sendiri kalau perkataan orang-orang benar adanya jika dirinya aneh. Selama ini Wira selalu mengelak, tapi melihat bukti itu, Wira jadi yakin kalau memang bukan orang lain yang salah, tapi dirinya sendiri yang bermasalah. Karena itu, pagi-pagi sekali, Wira meminta bantuan helper untuk memasang handikam yang sana di lobi lantai 18 sementara dirinya akan berjalan mulai dari lift begitu jam kerjanya sudah dimulai. *** Wira tidak mampu berkata-kata lagi begitu melihat kenyataan yang selalu ia tangguhkan kebenarannya selama ini. Jika banyak perempuan di kantor yang dulunya begitu mengidolakan dirinya, sekarang Wira tahu alasannya kenapa dia mendadak jadi haters. Dari rekaman yang berhasil diambil selama 30 menit ini, Wira melihat sisi lain dari dirinya yang tidak dia ketahui. Begitu ada perempuan yang sedang membicarakannya tentang hal baik, maka dirinya akan marah-marah dengan sikap kemayu layaknya perempuan. Lalu, saat dirinya dijelek-jelekkan tentang kejelekannya, Wira malah semakin menunjukkan sifat kemayunya. Hal pertama yang Wira lakukan adalah pergi ke rumah sakit untuk menemui Dokter Jonson. Dia ingin mengonsultasikan sisi lain dari dirinya. Dan hari ini juga, Wira berharap segera mendapat jawaban dari semua pertanyaan rumpang dalam benaknya selama ini. Wira tahu kalau dirinya sangat tidak tahu sekali, tapi dia tidak punya pilihan lain. Dia hanya ingin memastikan dan segera melakukan tindakan untuk langkah selanjutnya. Sebelum semuanya makin tidak terkendali, Wira harus bergerak cepat. Pria itu membuka ruangan Dokter Jonson tanpa salam atau apa dan membuat dokter yang sedang bersiap untuk pulang ini mengernyitkan dahinya kebingungan. "Wira?" "Dok? Dok tolong saya, Dok." "Ada apa?" tanya dokter itu masih bingung. "Coba duduk dulu, yang tenang. Ceritakan pelan-pelan." Wira bukan lagi bercerita, tapi dia keluarkan handikam yang ia pegang erat sedari tadi oada Dokter Jonson. Awalnya, beliau juga kebingungan, ingin mempertanyakan tujuan Wira apa memberinya handikam ini. Tapi daripada banyak bertanya, Doker Jonson membuka covernya dan memutar video tersebut. Wira hanya menatap dokter di depannya ini dengan cemas. Sedangkan Dokter Jonson sendiri menggeleng tidak habis pikir. "Akhirnya kamu sadar juga." "Ma--maaf, Dok?" "Saya sudah pernah bilang kalau kamu ingin sembuh, ada dua caranya. Pertama, kamu tidur dan tidak bangun lagi. Dan yang kedua, cari tahu kebenaran yang sebenarnya dan hiduplah lebih lama lagi. Jujur saja, Wira tidak paham dan mencoba mengerti pun, dia tak kunjung mengerti juga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD