Chapter 14

1381 Words
… Pa-ra-ra-ra-ra Pa-ra-ra-ra-ra Pa-ra-ra-ra-ra Pa-ra-ra-ra-ra Pa-ra-ra-ra-ra Pa-ra-ra-ra-ra O-o-o-o-o-o-oh … Aku ingin berjalan bersamamu Dalam hujan dan malam gelap Tapi aku tak bisa melihat matamu … Aku ingin berdua denganmu Di antara daun gugur Aku ingin berdua denganmu Tapi aku hanya melihat keresahanmu … Pa-ra-ra-ra-ra Pa-ra-ra-ra-ra Pa-ra-ra-ra-ra Pa-ra-ra-ra-ra Pa-ra-ra-ra-ra Pa-ra-ra-ra-ra O-o-o-o-o-o-oh O-o-o-o-o-o-oh … Aku menunggu dengan sabar Di atas sini melayang-layang Tergoyang angin menantikan tubuh itu … Aku ingin berdua denganmu Di antara daun gugur Aku ingin berdua denganmu Tapi aku hanya melihat keresahanmu Akuu ingin berdua denganmu Di antara daun gugur Aku ingin berdua denganmu Tapi aku hanya melihat keresahanmu Lagu dari Payung teduh itu sudah mengalun dua kali dirumah singgah pada saat pukul tujuh malam, dari ponsel Ucup yang sedang tergeletak diatas meja. "Cup.. matiin lagu nya" ujar Jenar dengan segelas teh manis hangat nya. Ucup menatap Jenar dengan kenimg yang berkerut, "Ah elu mah.. enak ini lagu" Jenar menggelengkan kepala nya dengan cepat, "Cupp.. gue bilang matiin!!" "Apaan sih, Je?!" seru Ucup dengan sedikit emosi. "Gue bilang matiin atau nanti dia bakal datang!!" jawab Jenar dengan sedikit bentakan. Jenar bukan hanya sekedar ucap, bagi Jenar lagu itu seperti memiliki daya tarik yang dapat memanggil "dia" untuk datang dan kembali bertemu dengan Jenar. "Siapa Ra?" tanya Ayana yang baru saja berdiri di samping dirinya. "hantu itu, Na. tolong bilangin ke dia untuk ganti atau matiin lagu nya!" ujar Jenar yang merasa ketakutan dengan menunjuk pada Ucup yang sedang menatap kedua nya dengan mulut yang menganga. Ayana yang paham dengan segera menenangkan Jenar, dan meminta kepada Ucup untuk mengganti lagu itu. "Ucup ganteng.. gue mohon ganti lagu nya" ujar Ayana merayu pria itu. Ucup hanya menggelengkan kepala nya tanda bahwa dia tidak ingin menuruti ucapan Jenar dan Ayana. Melihat hal itu, mata Jenar mulai berkaca kaca, cairan bening mulai menggenang di dalam pelupuk mata nya. "Na.. pliss" ucap Jenar dengan suara yang bergetar. Ayana menelan saliva nya melihat sahabatnya yang sudah sangat ketakutan itu, dengan segera ia langsung merebut ponsel milik Ucup, dan mematikkan musik yang sedang mengalun itu. "Matiin! nanti gue ganti pake makanan" ucap nya tegas, seraya menyerahkan kembali ponsel pria yang saat ini tengah melongo itu. "Lagian kenapa sih, Je? perkara lagu doang, heboh lu!" timpal Monic yang melihat itu semua. Ayana melirikkan mata nya kepada Monic yang sedang membawa bungkus cemilan pada tangan kanan nya. Ia juga tersenyum sinis kepada Monic, "Lagian kenapa sih, Mon? elu suka banget ngurusin hidup orang?!" Monic terdiam, dia membuang muka dan pergi masuk kedalam kamar nya. Dan melihat hal tersebut, entah bagaimana Ucup justru tertawa dengan keras. "Gue suka gaya elu, Ayana. Haha" Ayana yang tadi nya terpancing emosi itu, ikut tertawa melihat Ucup yang nampak senang dengan keberanian diri nya. "Gue keren ya Cup.. bisa bikin kicep tuh cewek" ucap Ayana yang bangga dengan diri nya. Mereka berdua justru terlibat obrolan yang seru, dan melupakan Jenar yang masih terlihat ketakutan karena lagu yang Ucup putar itu benar dengan dugaan nya, ada arwah yang terpanggil dengan lagu itu. Memang bukan arwah penari, namun arwah lain yang saat ini sudah datang dan berada di depan pintu rumah singgah yang tertutup. Jenar dapat merasakan dengan jelas kehadiran arwah itu. Jenar menelan saliva nya, dia mencoba memberikan kode kepada Ayana bahwa dia merasakan sesuatu, namun Ayana tidak menyadarinya. Wajah Jenar semakin menjadi pucat pasi ketika di jendela yang terbuka itu, dia melihat ada wajah yang tersenyum dengan seramnya. "Na.." ucap Jenar dengan suara yang bergetar. "Na, tutup!" kali ini Jenar berteriak hingga membuat semua yang berada di dalam rumah singgah terkejut. Ayana yang menyadari hal itu segera membawa Jenar kedalam pelukan nya. Menenangkan sahabat nya itu yang sedang menangis dengan tubuh yang bergetar. "Ra.. kenapa?" "Ucup... lagu itu beneran manggil" ujar Jenar dengan air mata yang mulai mengalir pada pipi nya. Ucup yang mendengar apa yang Jenar ucapkan, dengan segera mendekat pada Jenar dan Ayana, dan melihat pada titik yang Jenar tunjukkan dengan tangan nya. "Jangan ngaco lu, Ra.. malam jum'at nih" ucap Ucup yang juga merasa ketakutan. "Gue serius, Ucup! elu sih bandel banget" Ucup menelan saliva nya, pria itu mulai mengeluarkan peluh pada kening nya. "Gimana dong?? gue 'kan nggak tau kalau itu beneran manggil. Gue kira elu lagi sakit, maka nya ngomong ngelantur" Jenar menatap sedih pada Ucup yang berkata seenak nya, "Gue juga nggak mau kali, Cup. kayak gini, lihat hal hal yang nggak bisa kalian lihat. Tapi gimana lagi?" Ucup terdiam, merasa tidak enak karena perkataan nya telah menyakiti hati Jenar. Gadis itu bahkan sampai melepaskan pelukan nya dan berjalan sendiri ke dalam kamarnya. Meninggalkan Ayana yang menatap tajam pada Ucup yang sedang melongo dengan reaksi yang Jenar tunjukan. "Je.. maafin gue. Gue nggak maksud gitu kok" teriak Ucup pada Jenar yang sudah menutup pintu kamar nya. Kemudian Ucup kembali pada Ayana yang masih berada di sampingnya. TAtapan gadis itu seolah siap untuk memangsa Ucup hidup hidup. Melihat hal tersebut, Ucup meringis ngeri dan langsung mengambil tangan Ayana untuk disungkem oleh dirinya. Agar diri nya tidak terkena amukan dari cewek yang terkenal sangat galak itu. "Na, ampun.. Gue nggak bermaksud kasar kok" Ayana dengan kesal langsung menghempaskan sungkeman itu dan berlalu meninggalkan Ucup diruangan tengah itu. "Gue doain lu, biar di samperin hantu di mimpi lu!" ujar Ayana sesaat sebelum menutup pintu kamar nya. "Aamiin.." sahut Dodi dan Jaya dengan bebarengan. Mereka berdua memang sangat suka jika melihat Ucup dalam kesulitan, terbukti dari tadi mereka hanya menahan tawa nya melihat wajah Ucup yang nampak gusar dan khawatir memperhatikan sekeliling nya. dan tidak henti melafazkan ayat ayat Al-Qur'an yang dia hafal. *** Ayana melihat pada sahabat nya yang sedang membungkus tubuh nya di dalam selimut. Terdengar samar suara isakan dari Jenar yang sangat lirih dan menyakitkan untuk dirinya yang sudah menganggap Jenar sebagai Adik nya sendiri. Ayana menghela napas nya, mengingat bagaimana ucapan dari Ucup itu sangat terdengar ringan untuk diucapkan, namun sakit ketika di dengar. Dengan perlahan, Ayana melangkah mendekat pada Jenar. Ia jelas bingung harus berbuat apa untuk menghibur sahabat nya itu. Sejujurnya Ayana sangat merasa sedih karena Jenar di hina oleh bebrerapa teman yang lain. Ia selalu ingat, bagaimana Jenar mendapatkan kemampuan tak terduga nya itu. Dan itulah sebab nya dia merasa sedih, karena Jenar seperi sekarang ini adalah akibat dari ucapan nya. Ayana telah sampai tepat disamping ranjang, tangan nya ia ulurkan dengan perlahan untuk menyentuh selimut yang menutupi tubuh Jenar. "Ra.." setelah panggilan perrtama nya itu, tidak ada jawaban yang Jenar berikan. Dan hal itu membuat Ayana semakin merasa sedih, hingga tanpa sadar cairan bening mulai melapisi manik mata nya. "Ra.. maaf, hiks" Dan loloslah sudah tangisan yang selalu Ayana tahan ketika sahabat nya itu mendapatkan masalah dari apa yang dia ucapkan, tangisan yang dia tahan ketika sahabatnya mendapatkan hinaan dan ejekan dari terkabulnya keinginan konyol dirinya itu. "Ra.. maafin gue. ini semua salah gue, nggak seharusnya-" Ucapan Ayana terhenti karena Jenar membuka selimut yang menutup tubuhnya itu, gadis itu merubah posisi nya menjadi duduk, kemudian meminta Ayana untuk duduk juga bersama dnegan dirinya. Dengan tangan yang berusaha untuk menghapus jejak air mata nya, Ayana menuruti apa yang Jenar inginkan, duduk bersama tepat disamping dirinya. Jenar juga melakukan hal yang sama, menghapus jejak air mata nya dan juga menghilangkan ingus yang keluar dari hidung merah nya. Setelah itu, Jenar menatap Ayana yang berada di sampingnya. Kening Jenar berkerut melihat air mata Ayana yang tak kunjung berhenti. Walaupun sudah di hapus, air mata itu tetap keluar membasahi pipi nya. "Elu kenapa deh, Na?" Pertanyaan Jenar itu tidak lantas membuat tangis Ayana berhenti, tangisan itu justru bertambah keras, dan tubuh nya bergetar karena Ayana berusaha untuk meredam tangisan nya itu. "Na, elu kenapa dih? cengeng ah" entah kenapa melihat Ayana menangis dihadapan nya itu membuat Jenar ingin sekali tertawa dengan keras. karena menurutnya wajah sahabat nya itu terlihat menggelikan ketika menangis. "Gue.. hiks" Dan akhirnya tawa Jenar meledak dengan keras nya, ketika tangis Ayana juga pecah dengan lirih nya. "Hahaha.. elu kenapa sih, Na?" Pertanyaan yang di sertai tawa yang menggelikan itu tidak dijawab oleh sahabatnya, karena Ayana masih sangat asik dalam tangisan nya. Sampai sekitar dua menit lama nya Jenar tertawa, akhirnya tawa itu terhenti, dan digantikan oleh senyuman geli. "udah sih, Na. lagian gue nggak apa apa kok. Gue tadi cuma kesal sedikit doang" ujar Jenar, berusaha menenangkan sahabatnya itu dengan mengelus lembut pundak Ayana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD