Chapter 13

1193 Words
Semenjak hari itu, kehidupan Jenar berubah menjadi tidak tenang dimana pun dan kapanpun. Bukan hanya sosok penari itu yang terlihat oleh mata nya, namun makhluk halus lain nya pun terlihat bahkan ketika dirinya sedang bersama dengan teman teman nya. Hari kedua, yang merupakan hari pertama mereka menjalankan program kerja di desa itu. Di awali dengan kegaduhan para wanita yang sedang menyiapkan sarapan untuk mereka semua. Sarapan pagi ini, mereka hanya menyiapkan nasi goreng dan telor ceplok yang di masaka oleh Jenar dan Bella. Sedangkan untuk minuman nya, Ayana dan Monic membuat wedang teh di teko yang besar, dan air mineral yang berada di galon yang mereka bawa. Mereka semua akan memulai kegiatan pada pukul delapan pagi nanti. Agenda mereka untuk hari pertama ini tidaklah begitu sulit dan melelahkan. Mereka hanya akan bertemu dengan anak anak desa untuk mengetahui sejauh apa ketertinggalan tentang pendidikan di desa Muara ini. Jika kalian bertanya tentang maksud dari nama desa Muara? sebenarnya Jenar dan teman teman tidak tau tentang hal itu, dan mereka hanya menganggap itu hanyalah sebuah nama. Akan tetapi, sebenarnya juga ada sesuatu yang Jenar rasakan aneh tengang desa tersebut, yang mungkin hanya Jenar lah yang merasakan nya. Terbukti dari kejadian kejadian tidak masuk akal kemarin. Pada saat dirinya baru pertama kali menginjak tanah jawa ini, khusus nya desa Muara. Keanehan yang tidak masuk akal, mulai ia rasakan. Dan hal itu cukup membuatnya penasaran, tentang apa yang terjadi, beberapa tahun silam. Sekitar pukul setengah tujun pagi, makanan dan minuman tersaji dengan rapih pada masing masing piring. Mereka memang sengaja membagi nya secara merata agar terbagi adil, mengingat jumlah stok makanan yang mereka bawa. "Siap nih.. yuk merapat" seru Monic dengan wajah senang nya. Semua mengikuti seruan dari Monic, wajah wajah lapar terlihat jelas ketika mencium aroma sedap dari masakan Jenar. Walaupun hanya sederhana, namun setidaknya hal itu dapat membuat mereka bertahan hidup di desa yang berada di tengaah hutan itu. Semalam, setelah mimpi buruk itu, Jenar dan Ayana memutuskan untuk tidak memberi tahu kepada teman yang lain dan menyimpan nya menjadi rahasia kedua nya. Selain tidak ingin membuat repot teman yang lain, Jenar pun tidak ingin mengganggu dan di anggap aneh oleh mereka. Dan juga, Jenar ingin KKN tidak terhambat karena kemampuan baru nya itu yang dapat melihat makhluk tak kasat mata. Semua nya mulai memakan sarapan pada kursi mereka masing masing. Agenda di pagi ini, mereka akan bertemu terlebih dahulu dengan para warga, yang tentu nya di dampingi dengan Pak Broto. Meninjau tempat tempat apa saja yang ada di desa kecil itu, sekaligus perkenalan lebih dalam tentang desa tersebut dan adat istiadat yang ada. Athar bilang, mereka semua akan menemui Pak Broto pada pukul delapan pagi, di rumah beliau yang berjarak tidak jauh dari rumah singgah. Desa Muara adalah sebuah desa kecil yajg penduduknya hanya terdiri dari kurang lebih lima puluh kepala keluarga. Sebuah desa yang berada di pedalaman jawa. Desa yang masih sangat asri dan terjaga itu, dihuni oleh penduduk penduduk yang begitu ramah, namun sayang nya menjadi salah satu desa yang tertinggal. Sebenarnya ada beberapa remaja desa yang mulai merantau menuju desa untuk kehidupan yang maju dan modern. Akan tetapi, sangat jarang dari mereka yang kembali ke desa dan membawa perubahan pada tempat kelahiran mereka. *** Sarapan mereka telah selesai, dan semua nya telah bersiap untuk berangkat menuju kediaman rumah Pak Broto. Rumah rumah disini masih sangat sederhana dan jauh dari kata modern. semua nya hanya terbuat dari batu bata dan juga kayu, serta anyaman bambu. "Tungguin gue dongg" teriak Monic yang masih berada di dalam kamarnya. Setelah selesai makan tadi, Monic dengan cepat masuk ke dalam kamarnya untuk memakai pakaian yang rapih, sekaligus memeriksa penampilan nya. Dan karena hal itu, teman teman yang lain harus rela menunggu nya untuk beberapa saat. Selama mereka menunggu, Jenar berjalan sendiri menuju teras rumah untuk menikmati suasana pagi di desa Muara. Untuk pakaian hari ini Jenar hanya menggunakan, sneakers hitam, celana jeans hitam yang tidak ketat, dan juga kemeja monokrom abu putih berlengan panjang. Jenar tidak ingin kesusahan nanti nya jika dia memakai pakaian yang tidak tepat dengan wilayah nya saat ini. Untuk hiasan pun, Jenar hanya memakai bedak tipis, eyeliner, eyebrow, maskara dan lipstik berwarna nude yang membuat wajah nya tampak ayu dan tidak menor. Suasana pagi di desa memanglah sangat menyejukkan, Jenar melihat beberapa warga desa yang sedang melakukan aktifitas rutin mereka. Seperti memberi makan hewan ternak, menyapu halaman rumah dan lain nya. Warga disini sangat ramah, sehingga ketika Jenar berada di teras, tidak jarang Jenar tersenyum sembari membalas sapaan dari mereka yang juga menyapa Jenar. Jenar mengedarkan pandangan nya, kalau melihat keasrian dan keramahan yang di sajikan oleh desa Muara ini, rasanya Jenar tidak percaya jika desa ini memiliki misteri yang harus dirinya pecahkan. Jenar menghela napas, sampai saat ini Jenar tidak mengerti mengapa dirinya harus berhubungan dengan kasus yang berbeda dunia. Maksud nya, mungkin Jenar akan dapat mengerti dan bisa segera membantu jika kasus nya antara manusia dengan manusia. Akan tetapi, kasus yang saat ini Jenar hadapi ialah kasus mahkluk tak kasat mata. Kasus yang berhubungan dengan arwah penasaran. "Je.. jangan melamun" suara serta tepukan pada pundak nya membuat ia terkejut dan segera menolehkan pandangan pada seseorang di belakangnya. Jenar menghela napas nya, lalu mengukir senyum di wajah ketika melihat Ucup lah yang menghampiri diri nya. "Cup.. kaget gue" "Jangan kebanyakan melamun, bahaya" ujar pria itu sembari mengunyah roti yang berada di dalam genggaman nya. Jenar menganggukkan kepala nya, "Gue cuma lagi lihat lihat suasana pagi aja kok, Cup" jawab Jenar. "Itu.. mereka belum selesai emang?" lanjut Jenar seraya tersenyum melihat burung yang sedang berkicau di atas pohon mangga. Ucup berdecak, "Cewek ribet ya. Dandan nya lama banget" setelah berucap seperti itu, Ucup mengaduh ketika Jenar memukul pundak nya dengan cukup keras. "Kok gue di pukul sih Je?!" "Gue cewek, tapi gue nggak ribet yaaa!" omel Jenar yang tidak terima dengan ucapan dari pria tukang makan di sampingnya itu. Ucup tertawa mendengar hal tersebut, "Gue rasa elu bukan cewek, Je.. Hahaha" "Siαlan lu" Mereka berdua tertawa bersama hanya karena hal sederhana, dan karena itu Jenar bisa sedikit melupakan hal gila yang diri nya alami di desa. Kemudian, satu persatu dari teman teman yang lain mulai keluar dari rumah singgah. Jaya yang terakhir, dia bertugas sebagai pengunci pintu. "Yo.. langsung jalan aja ya, udah mepet waktu banget" ujar Athar. Semua nya patuh pada perintah Athar, berjalan bersama menuju rumah Pak Broto untuk mengawali kegiatan mereka. "Semalam banyak banget nyamuk, selesai KKN kayak nya gue harus rutin ke salon deh. lihat kulit gue.. bentol bentol gini" ucap Monic berbicara kepada Elsa dengan suara yang heboh. Elsa menganggukkan kepala nya, "Lihat.. gue juga sama dong. Ya ampun.. gue kapok deh kalau harus tinggal di desa lebih lama lagi" Jenar mendengar hal itu, cukup maklum memang untuk anak kota seperti mereka mengeluh karena pengalaman baru yang mereka rasakan. Namun menurut Jenar, mereka berdua tidak perlu mengatakan nya dengan suara yang keras. Jenar hanya takut jika ada warga desa yang mendengarnya. Akan tetapi, Jenar bungkam, tidak mengatakan apapun tentang obrolan Monic dan Elsa pun. Bahkan anggota yang lain pun tidak mengeluarkan suara mereka. karena mereka semua sudah tau bagaimana cerewet nya dan manja nya kedua perempuan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD