S1 Chapter 04 – Tebasan Api yang Berdaya Hancur

1278 Words
Kellion berdiri di tengah reruntuhan kota, tubuhnya masih berlumuran darah dan lendir, tapi napasnya panjang dan stabil. Di sekelilingnya, monster-monster dari berbagai ukuran terus berdatangan. Ada yang setinggi gedung tiga lantai, berkulit keras berlapis duri, cakar menebal, rahang yang siap menggigit; ada yang kecil tapi gesit, lincah, seperti kawanan serangga raksasa dengan mata merah menyala. Mereka datang dari semua arah, mengitari Kellion, seolah kota ini adalah wilayah kekuasaan mereka. Tubuhnya tidak lelah. Luka-luka yang sebelumnya menganga kini menutup instan, rasa sakit hilang. Stamina pulih seketika, jantungnya berdetak normal, dan ia merasa lebih kuat dari sebelumnya. Pedangnya menyala merah menyala, api membungkus bilah logamnya, setiap tebasan membakar kulit monster. Monster lain menyerang dari samping. Kellion menggunakan serpihan gedung sebagai pijakan, melompat tinggi, dan menebas beberapa sekaligus. Dengan pedang mode elemen api, tebasan yang dilepaskan langsung menghasilkan kobaran api, hasilnya adalah para monster yang terkena tebasan akan terbakar instan. “Ini yang baru namanya keren.” Gelombang monster berikutnya datang lebih banyak. Ada yang bersayap, terbang di udara, kulit bersisik hijau kehitaman, cakar runcing dan panjang. Mereka menukik, mencoba mencengkeram tubuh Kellion. Ia menarik napas, melompat ke reruntuhan gedung, memutar pedang di udara, dan menebas sayap mereka. Api menyala, membakar sisik mereka, menjatuhkan beberapa di antara mereka ke jalanan yang retak. Tubuhnya melompat tinggi, memutar, menendang reruntuhan berat, menggunakan puing beton sebagai dorongan untuk menyeberang dari satu sisi ke sisi lain kota. Monster raksasa yang mencoba menahannya ditebas dengan tegas. Api pedang membakar duri, cakar, dan kulit bersisik, menciptakan percikan besar di udara. “Kenapa… mereka begitu banyak… seolah kota ini… pusat kawanan mereka… Cih, sepertinya aku sudah mendarat di tempat yang benar-benar salah,,” gumamnya sambil meluncur dari reruntuhan ke reruntuhan. Tubuhnya gesit, lentur, melompat tinggi, menebas, dan mengangkat benda berat untuk dijadikan senjata tambahan. Monster bersisik besar setinggi dua lantai menyerang. Kellion menatap mereka, lalu melompat tinggi, memutar tubuh, dan menebas pedang dari atas. Api menyala, membakar seluruh bagian depan monster, membuatnya terguncang hebat. Monster lain mencoba menyerang dari belakang. Ia meloncat ke reruntuhan mobil, memutar tubuh, dan menebasnya dengan satu ayunan melingkar. Tebasan kedua ini menciptakan semburan api yang membuat monster itu semakin terbakar dan terbunuh. Di belakangnya, monster berukuran besar bergerak menyerang, Kellion menendang mobil ringsek rusak ke arah monster itu. Lalu berlanjut melepaskan tebasan api untuk membakar monster lain yang berada dalam radius serangannya. Berbeda dengan basic mode, tebasannya bukan hanya menghasilkan semburan api, tapi terlihat jelas bahwa kekuatan tebasannya juga lebih kuat. Dia juga tampak begitu mudahnya melepaskan serangan. “Ada yang sedang membuat barbeque di sini? Aku mencium aroma daging panggang,” gumam Kellion yang berkelakar tatkala melihat para monster yang terbakar. Monster bersayap lain mencoba menukik dari udara. Kellion meloncat dari reruntuhan gedung, memutar tubuh di udara, dan menebas sayap mereka. Api pedang menyala lebih terang saat mengenai kulit bersisik, membuat beberapa terjatuh dan terbakar habis. Tubuhnya terasa ringan, hampir seperti tidak ada gravitasi. Ia menendang puing berat, memantulkan dirinya ke udara, dan menyerang beberapa monster sekaligus. Dia mendarat tepat di punggung makhluk itu, dengan satu tangan dia memegang erat bagian sisik yang mencuat yang bisa dijadikan pegangan. Monster itu meronta-ronta, terbang acak mencoba menjatuhkan Kellion dari punggungnya. “Coba jatuhkan aku kalau bisa!” seru Kellion yang saat itu tersenyum senang karena dibawa terbang oleh monster itu naik ke ketinggian. Kemudian, monster itu maju lurus menuju ke arah gedung tinggi, berniat menabrakkan diri. “Ini tidak bagus.” Kellion melepaskan cengkeramannya, dia melompat bebas menuju ke arah monster yang ukurannya besar, setinggi gedung. Dibantu dengan gaya jatuh, dia memegang pedang dengan kedua tangan lalu melepaskan tebasan vertikal ke arah monster berukuran raksasa itu. Tebasan yang menghasilkan api memanjang dan semburan apinya begitu besar. Apabila dilihat dari kejauhan, api itu tercipta dari ketiadaan membentuk garis lurus merobek udara dengan kobaran yang panas. Robekan api yang vertikal itu bergerak menggila membakar monster berukuran raksasa tersebut. Berhasil menciptakan serangan besar seperti itu, Kellion tak berhenti. “Berikutnya adalah bagian bawah.” Kellion bergegas berlari secepat yang dirinya mampu, kali ini ia mengangkat pedang ke atas, pedang yang menciptakan api itu langsung disayatkan ke bagian bawah tubuh monster itu, dengan satu lompatan tinggi, menggunakan puing sebagai pijakan, dia berhasil menggapai bagian bawah monster yang memiliki ketinggian lebih dari enam meter. Satu serangan menciptakan bagian bawah monster terluka dan dari luka itu tercipta kobaran api. Raungan monster itu terdengar keras, bergerak liar merusak berbagai bangunan yang ada di sana, berusaha memadamkan api. Akibat gerakan itu, bukan hanya terjadi kerusakan pada bangunan dan puing. Melainkan monster-monster berbagai ukuran yang ada dalam area lingkup gerak monster itu, mereka terbunuh cepat saat terinjak, tertimpa puing atau terlempar. Kabar buruknya, Kellion akan menjadi salah satu korban itu. “Ini gawat, ini gawat!” Kellion yang masih berada di bawah monster itu, keselamatannya terancam. Dia bergerak secepat mungkin sambil menghindari kaki monster itu, menghindari bangunan dan puing yang runtuh, menghindari bongkahan dan potongan yang terlempar ke sana sini. Sambil berlari menyelamatkan diri, sesekali dia harus menebas memotong sesuatu yang terbang ke arahnya, atau dia harus menangkis menepis saat dia tak sempat mengayunkan senjatanya. “Aku akan terluka kalau seperti ini.” Kellion yang sedang berlari kemudian melihat ekor monster ini melecut-lecut hebat. “Ini akan menjadi ide bodohku yang lain.” Saat masih sedang berlari, Kellion berusaha menyesuaikan timing. Kemudian setelah dirasa sudah tepat dia melemparkan pedang apinya sekuat mungkin, senjata itu terbang cepat lalu menancap menembus ujung ekor monster itu yang sedang berayun melecut. Dikarenakan pedang itu memiliki rantai yang terhubung melilit di tangan kanan Kellion, pria itu langsung terseret cepat bertepatan dengan potongan gedung jatuh di lokasinya berada, Kellion memelesat cepat tertarik oleh gaya lecutan ekor monster tersebut, dia terlempar ke ketinggian. Lalu dengan satu tarikan kuat, dia mencabut lepas pedangnya, senjata itu tertarik kembali ke tangannya. Sebagai catatan, rantai yang menghubungkan tangannya dan gagang pedang, itu bisa memanjang dan memendek sesuai kebutuhan. “Oke, makan serangan pamungkasku, monster besar.” Kellion bergumam pelan. Dia memegang pedangnya dengan kedua tangan. Senjata hitam besar itu mengeluarkan kobaran api yang besar, lalu tubuh Kellion pun mulai jatuh tertarik gravitasi. Dia meluncur tepat menuju ke arah punggung monster raksasa itu. “Meteor s***h Explosion!” teriak Kellion yang kemudian menciptakan ledakan besar menghancurkan tubuh monster raksasa tersebut, tubuhnya yang terbakar terpotong menjadi banyak bagian, potongan-potongan itu terlempar ke berbagai arah. Ledakan dari serangan itu juga melemparkan bangunan dan puing yang terkena dampaknya. Bukan hanya itu, para monster yang berada dalam radius ledakan juga terkena dampaknya. Mereka yang terlalu dekat dan cukup kecil akan hancur seketika, sebagian hanya akan terlempar jauh, sebagian lagi terlempar dalam keadaan terbakar. Intinya, serangan itu menghasilkan daya hancur yang lumayan. Kellion berdiri di tengah cekungan kawah sedalam empat meter dengan luas hampir sepuluh meter. Area sekelilingnya mengalami kebakaran hebat, di luar area cekungan itu, banyak potongan monster yang terbakar. “Menamai serangan kupikir akan keren, tapi entah kenapa aku merasa cupu dan kampungan.” Kellion malah mengomentari teriakannya tadi, teriakan yang menamai serangannya. Ia tampak sangat tak puas bahkan seperti menyesal sudah memberi dan meneriakkan nama pada serangannya. Kellion mengangkat pedang besarnya, menaruh di pundak kanannya. “Ya sudahlah, itu yang terakhir kalinya. Untuk berikut dan seterusnya, tak akan kunamai seranganku, sekeren apa pun itu serangannya.” Perhatian Kellion kemudian tertuju ke sekeliling, api ada di mana-mana membakar area dalam radius luas. Monster-monster meraung kesakitan saat tubuh mereka terbakar. Sebagian melarikan diri menjauh. Meski berada di tengah kobaran api yang membakar, Kellion tampak tak merasakan kepanasan. Sepertinya, mode pedang elemen api memengaruhinya sehingga dia kebal dari suhu tinggi, dia juga tak terbakar sedikit pun. “Kurasa, pertarungan kita sudah selesai di sini. Tak kusangka serangan finalku membunuh cukup banyak monster, padahal targetku hanya yang satu itu.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD