Fathia tahu pujian dan ajakan kencan dokter Dewa terhadap Sonya telah membuat Abrar resah. Karena itulah dia telah menghabiskan satu gelas air putih hanya sekali minum. Dari situ sudah terbaca kalau Abrar sedang dilanda cemburu berat atau gugup. Mungkin dia tidak rela bila Sonya benar-benar menerima ajakan dokter Dewa. Atau lebih dari itu, dia takut Sonya menyukai dokter Dewa. Dan sepertinya ketakutan itu akan berlanjut, karena ternyata di luar dugaan Sonya menerima ajakan kencan dokter Dewa entah kapan waktu masih belum ditentukan.
Mengetahui itu. Tentu saja di dalam hatinya Fathia merasa sakit. Ternyata selama ini bukan dirinya wanita yang Abrar gilai. Ternyata selama ini bukan dirinya yang membuat Abrar gelisah kalau wanita yang cintai disukai pria lain. Tapi dia adalah Sonya. Wanita cantik berbodi seksi dengan pakaian terkesan menantang yang mampu meluluhkan hati para pria sahabat karib Fathia sejak mereka duduk di bangku SMA. Sahabat tempat Fathia berbagi keluh kesah dan cerita tentang pria yang dia cinta selama ini termasuk Abrar. Fathia tidak menyangka bila Sonya ternyata justru yang mencuri pujaan hatinya sejak lama.
Memang Fathia tidak terkejut lagi sejak dia tahu video panas itu. Tapi sebagai calon istri Abrar tentu saja dia merasa seperti ditampar-ditampar. Bagaimana tidak. Calon suaminya sendiri justru meresahkan wanita simpanannya yang sedang digoda pria lain.
“Sejak kapan kamu tahu mereka ada hubungan gelap?” tanya dokter Dewa, membuka pembicaraan setelah lama keduanya saling diam sejak mereka kembali berada di dalam mobil menuju ke rumah Fathia.
Fathia terkejut. Walau tidak bisa melihat dia langsung menoleh pada dokter Dewa yang ada di sampingnya. Pertanyaan itu seolah-olah ada kaitannya dengan hubungan Abrar dan Sonya.
“Apa maksud dokter? Saya tidak mengerti. Tolong katakan dengan jelas,” ucapnya pada dokter rupawan yang tidak pernah Fathia tahu seperti apa wajahnya.
“Fathia, kalau kamu mau dan percaya padaku. Berbagilah padaku. Ceritakan cerita pahitmu itu. Aku siap mendengarnya, Fathia,” ucap dokter Dewa lagi.
Fathia masih diam saja. Dia tidak lagi menoleh pada dokter Dewa. Namun dia sedikit memutar kepalanya ke arah lain. Fathia kini tahu apa yang dimaksud oleh dokter Dewa. Tapi bagaimana dokter itu bisa tahu. Apa tadi sewaktu direstoran, dia bisa melihat tanda-tanda itu kedekatan mereka. Atau dia melihat tanda-tanda yang lain. Misalnya tanda ciuman yang masih membekas di leher Sonya.
“Kamu masih belum mengerti yang aku katakan, Fathia? Aku bertanya soal hubungan gelap Abrar dan Sonya. Sejak kapan kamu tahu itu?” tanya dokter Dewa, memperjelas pertanyaannya.
“Sejak lima menit sebelum kecelakaan, Dok,” sahut Fathia terlihat sedikit menahan emosi di raut wajahnya dengan kedua matanya yang kosong namun berkaca-kaca.
“Tunggu!.” Dokter Dewa menoleh sebentar pada Fathia. “Apakah karena itu kamu mengalami kecelakaan?” tanyanya kemudian.
“Iya, Dok. Saat itu aku sedang menyetir setelah pulang dari kantor. Tiba-tiba saja handphone berbunyi. Ada satu pesan masuk. Ternyata sebuah kiriman video dari orang yang tidak dikenal dengan caption perselingkuhan Abrar dan Sonya. Karena penasaran saya segera melihatnya,” ungkap Fathia dengan suara sedih mencoba menahan tangis.
Fathia terkejut. Tangan kiri dokter Dewa tiba-tiba menyentuh kedua telapak tangannya yang sedang meremas gelisah menahan sakit hati dan emosi.
“Sudah. Jangan lanjutkan. Kalau kamu tidak sanggup bercerita lagi. Tidak apa-apa, Fathia. Aku hanya ingin tahu lebih jelas tentang kebenarannya saja,” ucap dokter Dewa.
“Lebih jelas? Jadi dokter telah curiga dengan mereka berdua? Sejak kapan?” Kedua bola mata Fathia bergerak-gerak liar karena penasaran.
“Bukan mereka berdua saja, Fathia. Tapi aku curiga padamu juga. Semua kejadian hari ini yang menyangkut dirimu seperti rangkaian cerita yang berkaitan satu dengan lainnya. Dan akhirnya aku tahu. Mengapa kamu ingin mengakhiri hidupmu tadi,” ucap dokter Dewa dengan nada suara lebih rendah pada dua kalimat terakhirnya seraya menatap Fathia sebentar. Pria itu bisa merasakan kepedihan hati wanita yang berada di sampingnya itu.
Lalu Fathia menceritakan semuanya. Dia bisa merasakan ketulusan dokter Dewa. Karena itulah Fathia tidak menutupi apa pun masalahnya seputar hubungannya dengan Abrar dan juga Sonya. Fathia juga bercerita bila sebenarnya dia sudah berusaha ingin mengakhiri hubungannya dengan Abrar. Tapi kedua orang tuanya justru tidak mendukungnya. Fathia mengatakan bila mereka, meminta Fathia bersyukur Abrar dan keluarganya masih mau menerima dirinya yang tidak sempurna lagi. Mereka tidak peduli dengan perasaannya dan tidak mempermasalahkan meskipun Abrar telah berselingkuh dengan teman Fathia sendiri. Yang dirinya bisa menikah dengan pria yang berasal dari keluarga terpandang itu sudah lebih dari cukup. Fathia bercerita bila papa dan mamanya sama-sama menganggap bila perselingkuhan yang dilakukan oleh Abrar itu hal yang wajar.
“Mana bisa begitu, Fathia? Itu konyol namanya! Masak orang tua kamu justru berpikiran begitu. Seharusnya melindungi kamu dari manusia seperti Abrar yang mungkin hanya akan mempermainkan kamu. Seharusnya justru dengan keadaanmu sekarang mereka lebih berhati-hati lagi bila mau menyerahkan dirimu pada pria. Mereka harusnya mempertimbangkan pria itu baik atau tidak. Setia atau hanya ingin hartamu saja. Sudah tahu Abrar selingkuh dengan Sonya tapi mereka tetap meminta kamu menikahinya. Hehh, benar-benar aku tidak habis pikir dengan jalan pikiran orang tuamu itu Fathia,” ucap dokter Dewa sangat emosi. Andai Fathia tahu, muka pria di sampingnya itu sangat terlihat merah padam dengan tulang rahang menonjol keluar karena menahan geram.
“Sama, Dok. Aku juga bingung dengan jalan pikiran mereka. Karena itulah aku jadi putus asa dan tadi ingin mengambil jalan pintas. Aku benar-benar sangat muak dengan sikap Abrar yang seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa. Dia pikir saya wanita tidak berdaya yang tidak pintar bisa dikelabuhi dengan rencana pernikahan kami. Aku yakin hanya akan dijadikan pajangan yang membuatnya dipuji-puji orang sementara dia mencari kepuasan dengan Sonya atau wanita lainnya. Membayangkan itu saja, rasanya aku tidak sanggup, Dok. Itulah sebabnya saya memilih lebih baik mati saja. Dari pada akan hidup dengan siksaan batin seperti ini,” ucap Fathia dengan menepuk-nepuk dadanya lagi. Sementara air matanya berderai membasahi kedua pipinya yang pucat.
Kembali dokter Dewa meraih salah satu tangan Fathia. Gadis itu terkejut dan menghentikan aktivitasnya. Sentuhan itu seperti air dingin dan segar menyirami hati dan tubuhnya yang panas karena amarah. Sikap dokter Dewa itu seketika membuat Fathia merasa lebih tenang. Meskipun ada perasaan gugup. Tapi Fathia merasa senang masih ada orang peduli dan bisa memahami perasaannya. Selama ini dunianya benar-benar terasa gelap. Hati dan kedua matanya sama. Yang terlihat hanya kegelapan dan tidak tahu arah tujuan. Fathia benar-benar telah kehilangan cahaya hidupnya.
“Jangan menyerah. Jangan putus asa Fathia. Aku yakin pasti ada jalan indah untukmu. Bertahanlah dan tetap jalani hidupmu,” tutur dokter Dewa.
“Jalan seperti apa, Dok? Sebulan lagi kami akan menikah. Lalu jalan seperti apa yang bisa saya temukan dan lalui di dalam biduk rumah tangga yang penuh dengan kepalsuan itu. Tidak ada lagi cinta. Tidak ada kesetiaan. Untuk apa aku masuk ke sana? Mengapa Papa dan Mama tidak bisa mengerti itu?” tanya Fathia putus asa.
Dokter Dewa masih menggenggam tangan Fathia. Sudah cukup lama pria itu menyetir dengan sebelah tangan saja.
“Saat ini aku tidak tahu jalan apa itu. Kalau kamu yakin benar-benar ingin mengakhiri hubunganmu dengan Abrar. Terus saja mencoba. Cobalah terus membujuk Mama atau Papamu. Jangan letih untuk meminta dan memohon pengertian mereka. Siapa tahu lama-lama mereka akan luluh juga,” tutur dokter Dewa.
“Sudah aku setiap hari, Dok. Yang ada mereka malah berusaha menghindar bertemu denganku. Mereka takut aku membahas itu lagi,” sahut Fathia datar tanpa semangat.
Dokter dewa diam sejenak. Dia juga tidak tahu harus memberikan ide atau saran apa lagi. Tapi, baru kali ini dia mendengar cerita yang dialami Fathia. Ada orang tua yang tega memaksa putrinya menikahi pria yang telah mengkhianati hubungan mereka. Dewa benar-benar tidak habis pikir, mengapa mereka bersikap seperti itu. Bagaimana bisa kebahagiaan putrinya sendiri dikorbankan demi kebanggaan dan nama orang tuanya.
Sampai di rumah Fathia, dokter Dewa menyempatkan diri mampir dan meminta waktu untuk bicara dengan orang tua Fathia. Sementara dia minta Fathia masuk ke dalam kamar dan beristirahat. Sebenarnya dia telah berjanji dengan Fathia untuk merahasiakan niatnya tadi, yang telah mencoba mengakhir hidup. Namun, dokter Dewa tidak bisa memenuhi janji itu. Sebab, dokter Dewa juga belum bisa percaya sepenuh dengan Fathia. Dia takut, saat ini sebenarnya Fathia masih punya niat untuk mengakhiri hidupnya. Jadi lebih baik, dia ceritakan soal tadi pada orang tuanya supaya turut mengawasi dan mewaspadai setiap gerak-gerik putri mereka.
Setelah dokter Dewa pamit. Kedua orang Fathia langsung menemuinya di kamar. Papa Fathia marah besar. Mereka kembali menyalahkan Fathia yang tidak bersyukur dan masih ada yang mau menikahinya. Kata mereka, masalah Abrar sudah selesai. Mereka sudah meminta Abrar untuk mengakhiri hubungannya dengan Sonya. Namun, saat Fathia mengatakan itu hanya omong kosong dan menunjukkan bukti mereka masih bersama, kedua orang tuanya justru mengurungnya di dalam kamar. Fathia dikunci dan tidak boleh keluar tanpa seizin mereka. Fathia hanya boleh keluar bila bersama Abrar atau mereka sendiri sampai hari pernikahan tiba.
Segala hal yang membahayakan sudah dikeluarkan dari kamarnya. Termasuk aliran listrik yang menuju kamarnya juga diputus. Malam ini Fathia hanya menangis berjongkok di sudut kamar kecewa menyesali sikap dan keputusan orang tuanya yang masih tidak mengerti perasaannya. Namun justru berusaha membuatnya semakin tidak berdaya dan putus asa.