Chapter 12 - MEMORIAL PARK

995 Words
"...bahwa kasih sayang mengungguli segalanya menembus apa pun yang tidak bisa dipahami oleh pengertian pinggir jalan tidak akan bisa dicapai tidak bisa dibincangkan dengan teori metode dan pendekatan apa pun..." Sapardi Djoko Damono ••••• "Ngapain kesini? Aku baik-baik saja. Aku sehat," protes Diana. Setelah pamit pulang, Darren membelokkan mobilnya ke salah satu rumah sakit cukup besar di Jakarta. "Nggak mau turun," kata Diana saat mobil telah terparkir sempurna di parkiran rumah sakit. Diana mengaitkan kedua tangannya dan dibawa ke dadanya. Dia menentang perlakuan Darren untuk memeriksakannya. "Darren turunin aku!" teriak Diana. Darren turun dari mobil. Tanpa banyak komentar, dia dengan gesit menggendong Diana. Diana meronta meminta diturunkan. "Periksa dulu baru ke San Diego." Darren akhirnya buka suara. Dia merasa agak malu diperhatikan oleh orang sekelilingnya. Mungkin dia dikira penculik. "Tapi aku udah sembuh." "Aku akan percaya kalau dokter yang mengatakannya." Darren menaiki lift yang akan membawanya ke ruang periksa dokter kandungan. Saat tiba di lobi, dia mengambil sebuah kusi roda dan mendudukkan Diana di sana. Sementara Darren sibuk mendaftarkan pemeriksaan Diana di bagian loket. Tidak perlu menunggu lama, mereka pun dipersilahkan masuk ke ruangan dokter. Di ruangan itu lebih banyak Darren yang menceritakan kejadian yang dialami Diana. Diana hanya membuka suara ketika ditanya oleh dokter. "Kondisi janin sehat ibunya juga sehat. Selagi ibu tidak mengalami sesak nafas dan kesulitan bernafas juga pusing dan lemas, bapak tidak perlu cemas. Lain kali jangan tidur terlalu larut malam. Juga minum air putihnya yang teratur, jangan sampai kekurangan," jelas dokter setelah memeriksa kesehatan Diana dan si jabang bayi. Dokternya begitu sabar menjelaskan berbagai pertanyaan yang ditanyakan Darren. Seperti biasanya, Darren lebih antusias dibandingkan Diana. "Apa ini?" tanya Diana. Darren memberikan sekantong obat kepada Diana. Selepas pemeriksaan Dokter tadi, Darren langsung menebus obat, sedangkan Diana menunggunya di Lobi rumah sakit. "Suplemen sama vitamin," kata Darren. Dia mendorong kursi roda Diana. Masih tidak tega jika Diana kelelahan berjalan. "Tiap hari minum obat terus kayak orang penyakitan aja," gerutu Diana sarkas. "Huss, jangan ngomong sembarangan. Minum obat supaya adek bayi dan juga ibunya sehat." Darren merasa tidak suka dengan pendapat Diana barusan. *** Check out dari hotel tidak memerlukan waktu lama. Diana sungguh sangat tidak sabar untuk mengunjungi makam orangtuanya, meskipun itu belum pasti. Seperti yang dikatakan Darren sebelumnya, dia tidak yakin orangtua Diana dimakamkan San Diego Hills, tapi kemungkinan besar di sana. "Kamu udah pernah ke San Diego Hills di?" tanya Darren saat mereka akan masuk pintu tol. Perjalanan Jakarta Karawang membutuhkan waktu sekitar satu jam dan tiga puluh menit dengan melewati tol, bila kondisi kendaraan sedang tidak padat. "Udah, yangti sama yangkung kan dimakamkan di sana," jawab Diana. Tidak terlalu sulit mencari lokasi San Diego Hills. Darren hanya perlu keluar dari Exit tol Karawang Barat 2, KM 46, dan lokasi tidak jauh dari pintu tol itu. Ada papan reklame besar yang akan mempermudah pengunjung untuk sampai di lokasi. Mereka memasuki gerbang tinggi, akses masuk ke area memorial park San Diego Hills. Begitu memasuki gerbang, mereka akan disambut oleh satpam seperti halnya di perumahan kompleks. Dari gerbang ini perjalanan masih lumayan jauh. Masih ada beberapa menit untuk sampai di lokasi pemakaman. Namun semua tidak terasa karena pemandangan yang disuguhkan sungguh indah. Ditambah lagi dengan udara yang sejuk, mereka jadi merasa sedang piknik. Kontur tanah di sana berbukit seperti berada di Puncak. "Ke mana lagi ini jalannya," gumam Darren. Dia memberhentikan mobil pada persimpangan jalan. Dia menengok kanan dan kiri, bingung mau ambil jalan yang mana. "Ke kiri, kita ke pemakaman area universal," seru Diana. "Kamu yakin banget?" cibir Darren meragukan Diana. "Di sini ada tiga area pemakaman, universal, islam, dan chinese. Keluargaku penganut Kristen Katolik, jadi otomatis dimakamkan di area Universal," jelas Diana. Darren yang mendengar penjelasan itu hanya mengangguk-angguk, tidak menanggapi. Pasalnya dia baru kali ini menginjakkan kaki di San Diego Hills. Sejauh mata memandang berisi pemakaman yang mirip dengan taman. Orang awam pasti banyak yang mengira bahwa ini area taman. Tidak ada nisan yang menonjol, semua makam rata dengan tanah. Beberapa saat kemudian mereka telah sampai di area pemakaman universal. Darren sudah memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Darren melihat hamparan makam di depannya, "apa kita mau cek satu satu nisannya?" tanya Darren yang lebih mirip pernyataan. Ada ratusan makam di area universal, sungguh menyulitkan mereka jika harus mengecek satu per satu nama pada nisan. "Kamu aja, aku tunggu di sini," goda Diana. "Tadi kamu yang minta diantar ke sini, kok sekarang malah nyuruh aku ngecek sendiri." Darren tidak habis pikir dengan wanita di sampingnya itu. "Nanti aku capek, makamnya banyak, jalannya juga naik turun gitu." "Yaudah kita pulang aja, tidur di kasur biar nggak capek," putus Darren. "Jahat, aku kan cuma becanda." Mata Diana memerah. Dia nampak akan menangis. "Jangan nangis dong, yaudah kamu di sini, aku akan cari makamnya sendiri," putus Darren. Dia melihat tanda tanda Diana akan menangis, jadi lebih baik mengalah. Nggak baik melawan, power of ibu hamil. "Jangan nanti kamu capek," cegah Diana tidak tega dengan Darren. Darren yang sudah mengayunkan tangannya untuk membuka pintu mobil itupun terhenti. Tadi nyuruh nyari, dijakin pulang malah nangis, sekarang malah bilang capek, terus maunya gimana ?! - batin Derren "Terus gimana?" "Kita ke kantornya aja, tanya lokasi makam," tukas Diana. Ahh, kenapa nggak dari tadi. "Harusnya bilang dari tadi," gerutu Darren. "Kamu nggak tanya," jawab Diana. "Udah, ini terus ke mana jalannya?" tanya Darren. "Balik arah, pertigaan ke kiri, deket dari sini. Nanti ada bangunan tinggi, warna dominan putih, di situ kantornya." Darren mengikuti instruksi Diana. Tepat di depan bangunan bergaya amerika itu dia terhenti. Mereka turun dari mobil dengan Darren memapah Diana. Dia takut Diana jatuh. "Ada yang bisa kami bantu?" tanya seorang karyawan bernama anggi. "Kami ingin menanyakan alamat makam atas nama Charles Soerjoningrat dan Liana," Kata Darren. "Sebentar kami carikan, mohon ditunggu sebentar." "Nama yang bapak sebutkan tadi ada di area Universal Cluster Serenity type lahan Privat Estate," ujar anggi. ••••• Sorry Typo ? WARNING !!! Jangan lupa tekan ? True Love ©2020 laelanhyt All rights reserved
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD