"Cinta itu mempunyai kesanggupan yang hebat. Dia bisa membuat binatang menjadi manusia, dan manusia menjadi binatang."
[William Shakespeare]
•••••
Ini adalah hari terakhir Diana di rumah Darren. Sedari semalam dia sudah sibuk mempersiapkan diri dan perlengkapan untuk dibawa pulang ke Jakarta.
"Tolong susui Aaron sekali aja di, biarkan dia merasakan air s**u dari ibunya," mohon Darren kepada Diana.
Diana menggeleng, "nanti Aaron ketergantungan sama aku."
"Nggak akan."
"Sekali aja ya," tawar Diana. Darren sudah mengabulkan beberapa permintaannya, jadi tidak ada salahnya dia mengabulkan keinginan Darren.
"Ya, sekali saja."
Air s**u Diana sangat lancar keluar. Aaron pun dengan lahapnya meminum. Mungkin ini juga efek dari suplemen yang secara rutin Darren campurkan dalam makanan Diana.
***
"Aku anter ke Jakarta aja di," tawar Darren. Dia tidak tega melihat Diana sendirian pergi ke Jakarta. Diana sedang sibuk mengemas pakaiannya. Hanya beberapa potong yang dia bawa, tasnya tidak muat.
"Nggak perlu, cukup anter ke terminal," ujar Diana. Dia tidak mau merepotkan Darren. Baginya Darren sudah mau melepasnya saja sudah sangat melegakan. Dia amat berterimakasih kepada Darren karena itu.
"Aku punya sesuatu buat kamu," ucap Darren.
"Nggak perlu Darren. Kamu melepaskan aku saja sudah lebih dari cukup."
"Kalau kamu nggak terima ini, kamu nggak boleh pergi," ancam Darren.
Diana menarik nafas gusar. Dia mengalihkan pandangan ke arah Darren yang duduk di kasurnya.
"Pakailah ini, jangan pernah dilepas!" perintah Darren dengan tegas. Dia memakaikan kalung dengan bandul permata berjumlah enam buah. Sederhana namun terlihat elegan. Terlihat cocok untuk leher jenjang Diana.
"Terus ini untuk pegangan kamu," lanjut Darren. Amplop coklat berisi lima juta rupiah itu Darren masukkan ke dalam tas Diana diantara tumpukan baju. Diana ingin menolak, tapi dia juga butuh uang itu. Tidak mungkin ke Jakarta tanpa membawa uang sepeser pun. Katakanlah tiket sudah dibayar oleh Darren, tapi dia juga butuh uang untuk makan atau untuk ke toilet misalnya.
"Makasih. Aku mau merepotkan kamu sekali lagi," pinta Diana. Selembar kertas yang sudah terlipat dia sisipkan di tangan Darren.
Darren lantas membukanya, "alamat siapa?"
"Itu alamat rumah papa Charlos. Nanti kalau surat cerainya sudah keluar, tolong kirimkan ke alamat itu."
Darren menghembuskan nafas gusar. Berkali-kali Diana ngomong tentang perceraian dengan mudahnya. Apakah memang seingin itu dia pergi dari kehidupan Darren?
"Emangnya kamu mau tinggal di sana lagi?" tanya Darren.
"Kemungkinan besar iya, sebelum kak Kevin menikahiku."
"Apakah mereka akan menerima kamu kembali?" tanya Darren meragukan pandangan Diana. Jangan salah! Darren sudah menyelidiki keluarga Diana itu, dan hasilnya cukup mengejutkan. Jauh dari kata orang yang baik.
"Mereka mengusirku karena aku hamil, dan sekarang kan aku sudah tidak hamil."
"Kamu lupa kalau mereka membohongi kamu tentang kematian orangtuamu?" terang Darren.
"Aku yakin pasti mereka memiliki alasan Darren. Mereka keluargaku, tidak mungkin mencelakaiku. Apalagi selama ini aku dirawat oleh mereka."
"Baiklah. Tapi kamu harus hati-hati, gunakan logika dan intuisimu, jangan libatkan hati," pesan Darren.
"Siap," ucap Diana antusias. Darren mengacak rambut Diana gemas. Dia berharap ini bukan terakhir kalinya melihat dan bercengkrama begitu dekat dengan Diana.
"Keberangkatan bis nya jam berapa?"
"Satu setengah jam lagi."
"Aku siap-siap kamu tungguin aku!"
Beberapa saat kemudian Darren sudah bersiap dengan kemeja rapinya. Tidak boleh ada yang tahu kegundahan hatinya. Cukuplah dia dan tuhan yang tahu. Raut wajah bahagia harus ditampilkan. Diana bahagia, maka dia juga harus berusaha bahagia. Meskipun dia tidak yakin bahwa Diana akan benar-benar bahagia Disana.
"Aaron dibawa?" tanya Diana yang sudah menunggu di depan rumah. Darren keluar sambil membawa Aaron dalam gendongan dan tas berisi perlengkapan Aaron.
"Kita mampir ke mbok sum dulu, nitip Aaron sementara." Mbok Sum adalah istri Pak Tono, satpam kompleks.
"Sini aku gendong Aaron-nya," tawar Diana sambil mengambil gendongan Aaron pada Diana. Andaikan ini bukan saat kepergian Diana, pasti akan sangat membahagiakan bisa melihat Diana menggendong Aaron. Biasanya Diana mau menggendong Aaron bila diomeli dulu oleh Darren.
***
"Nitip Aaron sebentar ya mbok, nanti saya ambil lagi. Di dalam sini ada semua keperluan untuk Aaron. Kalau misalnya ada apa-apa mbok langsung kabari saya."
Begitulah kira-kira pesan Darren sewaktu menitipkan Aaron beberapa saat yang lalu. Diana tidak ikut turun, dia memilih duduk di dalam mobil. Mbok Sum istri pak Tono ini sangat telaten untuk mengurus bayi. Oleh karena itu, Darren tidak terlalu khawatir jika Aaron bersamanya. Sebagai kompensasi, Darren akan memberikan uang yang jumlahnya tidak bisa dikatakan kecil. Hampir setara dengan upah minimum kota Bandung hanya untuk beberapa jam mengasuh Aaron.
"Bisnya belum dateng, makan dulu yok" ajak Darren.
"Aku masih kenyang, kalau kamu lapar makan aja sendiri, itu banyak warung makan." Diana melihat ke kiri dan kanan untuk mencari keberadaan bis. Darren dengan gesit membaca situasi, Diana takut ketinggalan bis.
"Aku pergi sebentar," pamit Darren.
Tidak lebih dari lima belas menit Darren datang dengan membawa bungkusan makanan. Isinya box makanan bertulis KFC. Yup, Darren membeli makanan lalu membungkusnya untuk Diana. Saat Darren kembali, Diana masih duduk di kursi yang sama seperti saat dia tinggalkan.
"Ini buat kamu," kata Darren. Dia menaruh plastik berisi makanan itu di atas pangkuan Diana.
"Aku nggak laper," tolak Diana. Dia mengembalikan plastik itu kepada Darren.
"Makanlah nanti saat berada di dalam bis." Diana pun menerima makanan itu.
"Minum dulu." Darren menyodorkan segelas pepsi dan menaruh selangnya tepat di bibir Diana. Diana mau tidak mau meminumnya."Rileks aja, bisa jadi bisnya kena macet," lanjut Darren.
Bis yang ditunggu Diana datang. Petugas announcer memberikan pengumuman kepada seluruh penumpang untuk segera menaiki bis.
"Aku berangkat," pamit Diana.
Darren memeluk Diana erat. Tidak rela sebenarnya melepaskan Diana.
"Please, don't forget me," bisik Darren. Diana mengangguk dalam pelukan Darren.
Detik berikutnya Diana melepaskan diri. Dia mengambil tasnya dan berlalu menaiki bis. Saat sampai di pintu masuk bis, Diana melambaikan tangannya kepada Darren. Dia tersenyum sangat manis sebagai salam perpisahan.
Ingatlah di, sejauh apapun kamu pergi, aku adalah rumahmu. Tempatmu pulang, - batin Darren.
•••••
Sorry Typo ?
WARNING !!!
Jangan lupa tekan ?
True Love
©2020 laelanhyt
All rights reserved