1

1856 Words
☆ Kak Darris pergi, Sashi galau ☆ Sashi galau setengah mati. Hari ini, cowok pujaannya bakalan pergi ke California.  Tanpa diminta pun, ia dengan senang hati mengantar cowok itu ke bandara ditemani Kavin. Tapi, menit-menit kepergian Darris, nggak ada satu patah kata pun yang mampu Sashi ucapkan. “Hati-hati ya, Kak, di sana! Ntar pulang bawa oleh-oleh, awas aja kalo nggak!” “Lo juga ya, dengerin kata Opa, Mama, Papa. Jangan nakal lo, awas aja kalo lo bikin masalah di sekolah!” gantian Darris yang memberi nasehat. Kavin mengedikkan bahu cuek. “Nggak janji, ya.” “Nggak janji juga bawa oleh-olehnya.” Gampang banget bikin Kavin cemberut. Darris tergelak ngeliat bibir adik kesayangannya itu mencebik. “Kalo lo pergi, nggak ada lagi deh temen gue berantem di rumah, ck!” Kavin mengacak ringan rambutnya. Darris lagi-lagi tergelak lalu menyilangkan tangannya di d**a. “Tuh ada Sashi. Hei, Sashi, ngapain sih dari tadi diem mulu di situ?” tegur Darris sambil memiringkan kepalanya untuk melihat Sashi yang dari tadi diam di balik punggung Kavin. “Ha-hati-hati ya, Kak,” ucap Sashi dengan suara bergetar. Kavin menaikkan satu alisnya, ia juga bisa merasakan tangan Sashi meremas lengan kanannya. “Hem, iya deh. Kamu juga baik-baik ya, sama Kavin. Jangan sering berantem. Kakak pergi dulu. Bye!” Hening. Sashi bisa mendengar suara langkah Darris menjauh. Takut-takut, ia mengintip punggung Darris hilang di antara kerumunan orang yang lalu lalang. “Harusnya lo bilang kalo lo suka sama Kak Darris,” kata-kata itu keluar saat pesawat yang akan membawa Darris ke California lepas landas. Sashi melingkarkan tangannya di pinggang Kavin. “Hueeeee, Kaviiin!” isaknya sedih. “Udah deh cengeng lo, elah! Malu ini rame orang,” kata Kavin lembut sambil mengusap jari-jari Sashi yang ada di perutnya. “Hueeee Kak DARRIS! TEGANYA, KAK, TEGANYAAAAAAAAA!” “Ya udah teriak aja sampe bengek.” “TEGANYA KAK DARRIS AMA GUE, VIN! HUEEEEE, HIKS, HIKS, CROOT!” “Tega apaan, orang dia nggak ngapa-ngapain lo,” kata Kavin cuek sambil berjalan menuju pintu keluar bandara meskipun di belakangnya Sashi masih memeluk pinggangnya sambil nangis. “Harusnya sebelum pergi tadi Kak Darris nyium gue, atau peluk gue gitu, huhuhueee.” “Ih, najis!” “KAVIN!” “Hem, udah deh cebol lo mau pulang apa nggak? Kalo mau udahan nangisnya!” “Kak Darris, Sashi bakalan nunggu Kakak sampe pulang. Bawa kembali hatiku yang ikut terbang bersamamu.” “Hoams.” Kavin menguap penuh maksud lalu dengan paksa melepaskan tangan Sashi yang tadi memeluknya. “Kak Darris pulang tiga tahun lagi katanya. Pas kita tamat SMA nanti,” tambah Kavin lagi. Sashi mangap lebar, ia menahan gerakan Kavin yang mau menghidupkan mesin motor. “Tiga tahun lagi? Kok lama banget, sih?” “Tauuu,” kata Kavin cuek. “Kira-kira kalo gue udah SMA, Kak Darris mau nggak ya sama gue?” “Ngaca dulu deh.” “Ish! Emang sih gue sekarang cebol, gosong, gendut, tapi liat aja besok kalo udah gede, gue pasti kece mampus!” “Maksudnya badan lo makin gede gitu?” Kavin cekikikan sementara Sashi langsung menjambak rambutnya “Adoh! Huhahaha, makanya jangan makan mulu lo cebol! Terus jangan suka ke luar rumah kalo siang-siang. Kayak gorilla cokelat lo jadinya, huahaha!” “Diem lu kucing garong!” “WKkwkwk!” “KAVIN!” “Iyaaa iyaaa! Diem nih!” Setengah perjalanan menuju rumah, Kavin ngerasa motornya makin berat. Ia berhenti di pinggir jalan lalu menekan-nekan ban motornya bagian belakang. “KEMPES LAGI ASTAGA!” pekiknya histeris. Sashi segera turun lalu menendang ban motor itu dengan keki. “Motor butut emang nyari masalah aja kerjanya! Udahlah kita timbang kilo aja!” kata Sashi tanpa memedulikan Kavin yang cemberut sambil memegang pipi sedih. “Bukan motornya yang salah. Lo berat banget makanya ban motor gue kempes!” “O,” Sashi menjawab dengan gaya menyebalkan. Kavin menggeleng-geleng lalu berdiri di tepi trotoar dan menyetop tukang ojek yang lewat. “Sas, lo pulangnya naik ojek aja, ya?” kata Kavin sambil menunjuk si babang ojek yang baru berhenti di depan Kavin. “Terus, lo?” “Gue nyari bengkel dulu. Ntar lo makin gosong kena panas terus.” “Nggak mau. Gue temenin lo aja. Lagian nggak tau juga mau ngapain di rumah,” kata Sashi sambil mengipas-ngipas wajahnya yang berkeringat dengan tangan. “Ya udah. Nggak jadi, Bang!” Kavin beralih pada Babang ojek  yang nggak berhenti ngeliatin Sashi. “Baguslah! Ngeri pulak aku liat orang yang mau kubonceng! Besar kali pantatnya!” kata si Babang dengan logat batak. Belum sempat Sashi mengeluarkan jurusnya si Babang ojek udah tancap gas. “Ish! Gue pantatin lo nih, gue pantatin!!!” kata Sashi sambil menungging-nungging ke babang ojek yang masih keliatan. Kavin cekikikan lalu melepaskan jaketnya. “Pake tuh! Panas!” kata Kavin setelah melempar jaketnya pada Sashi yang langsung cemberut. Kavin naik ke atas motor lalu menoleh pada Sashi dengan senyum manis. “Seperti biasa, lo yang dorong, ya? Kan badan lo gede, tenaga lo pasti gede juga, hehehe.” “Ish!” Sashi lagi males ngebacot jadinya dengan sangat terpaksa ia mendorong motor itu sampe ke bengkel yang entah ada dimana. Kavin melihat Sashi yang keringatan dari spion motornya. “Sas, kalo tiap hari kayak gini juga lama-lama lo bisa kurus tuh huahahah!” “Diem lu!” “Wkwkwkw!” Langit mulai mendung. Sashi merana karena ditinggal pergi sang pujaan hati, sementara Kavin ketawa ngakak di atas penderitaannya. Mereka berhenti di tempat bengkel waktu hujan turun deras. “Wah, hujan! Asek asek asek hujan! Kavin mandi hujan, yuk?!” ajak Sashi sambil menarik-narik celana Kavin sampai melorot. Kavin ngedumel lalu duduk bersila di kursi kayu yang ada di samping bengkel. “Nggak ah, apaan sih orang rame gini mandi-mandi hujan.” “Serah yang pasti gue mau mandi hujan! Gerah tadi kan panas banget!” kata Sashi sambil mencopot sandal jepitnya. Ia berputar-putar di bawah hujan dengan wajah menengadah. Kavin tersenyum tipis ngeliat Sashi sibuk sendiri, nggak peduli dengan orang-orang yang berteduh di ruko kecil samping bengkel yang cekikikan ngeliat tarian aneh Sashi di tengah hujan. “Cup, cup! Adek jangan nangis. Tuh liat ada kudanil mandi hujan,” suara dari ibuk-ibuk yang duduk di depan Kavin sambil memangku anaknya membuat Kavin agak keki. Enak aja bilangin Sashi kuda nil. “Ibuk nggak ikutan? Biar kudanilnya nambah satu.” Kemudian Hening. ☆ Ketika Sashi dan Kavin SMA ☆ Kavin alferino. Bertubuh tinggi dengan bentuk tubuh yang kece mampus ngebuat cewek-cewek di Sekolah ngiler setiap ngeliat Kavin keluar dari ruang ganti. Apalagi pas Kavin keringatan, buset deh cewek-cewek berderet nyodorin tisu. Kavin membasahi bibirnya yang merah, kulitnya yang kecoklatan berkilau karena sinar matahari yang ikut ngintip dari celah-celah jendela gedung indoor futsal. “Kaaaviiiin!” “Kaaaviiiin!” Seperti biasa, cewek-cewek teriak heboh sambil ngelebarin spanduk bertuliskan “WE LOVE KAVIN” yang norak abis. Apalagi ada foto karikatur Kavin dengan jubah superman dan celana dalam warna pink. Tapi, Kavin bukan cowok cool yang dingin kayak yang ada di novel-novel atau film, ia cowok paling murah senyum dan ramah pada penggemar. “Haaaaaaaaaaai?” sapa Kavin pada cewek-cewek itu yang langsung jerit-jerit sambil jambakin rambut. “KAVIN, AWAAAAS!” Kavin Lovers menunjuk-nunjuk ke belakang Kavin. Kavin menoleh dan DUUUAAK! Bola futsal melayang dan menyambar wajahnya yang terlalu manis. “SASHIIIII!” penggemar Kavin meneriaki cewek berambut panjang ikal sebahu yang sedang berdiri di depan gawang sambil goyang-goyang bebek ke arah Kavin Lovers. Dia siapa? Sashi’s POV Nama gue Sashi Fadisha. Cewek paling tangguh yang ada di SMA Panas Dingin. Manis cantik dan berkepribadian  menarik. Mampu berbicara dalam bahasa kucing dan ahli dalam bidang pijat memijat. Cowok yang gue lempar pake bola tadi adalah cowok yang paling gue benci sejak tanggal berapa gue lupa yang pasti dia pengen gue musnahkan dari MUKA GUE. Kavin Alferino. Biar  jelas, kita mundur sebentar. ☆ Perjodohan ☆ “Pagi cebol?” sapa Kavin sedetik setelah gue buka jendela kamar yang dari tadi dia gedor-gedor. Gue nguap lalu cemberut. “Lo tadi malam ke mana sih gue tungguin gak datang-datang?” omel gue. Kavin senyum lalu mengacak rambutnya yang hitam lebat. “Sori. Kan, kak Darris baru pulang jadi kita main-main dulu, jam satuan baru sampe rumah,” kata Kavin sambil ngucek-ngucek mata. Tunggu! Kak Darris pulang? “KAK DARRIS PULANG?” “Hem.” “DEMI APA?” “Hoams, serah deh kalo nggak percaya. Tuh dia lagi di bawah cerita-cerita ama Opa.” Kak Darris pulang? Seriusan? Cowok yang gue taksir dari SMP itu udah pulang? Setelah tiga tahun akhirnya kak Darris pulang? Cepat-cepat gue turun dari kamar lalu ngacir ke rumah Kavin yang cuma lima langkah dari rumah gue. “Iiiih, gimana ya sekarang kak Darris? Pasti makin caaakeep!” gumam gue sambil mengendap-endap masuk ke rumah Kavin. Sepi. Mana sih? Katanya lagi ngobrol sama Opa? Di ruang tamu nggak ada, ruang keluarga juga. Ah! Di taman belakang nih pasti nih! “Jadi, kamu setuju sama perjodohan itu?” samar-samar gue dengar suara Opanya Kavin. “Ya setuju lah, Opa, kan udah direncanain dari dulu.” Itu suara kak Darris!!! Ih, dari suaranya aja udah keren mampus! Ngomong-ngomong, mereka ngomongin perjodohan siapa, ya? Kak Darris mau dijodohin? Sama siapaaaaa? “Tapi, emangnya Sashi setuju Opa?” …… Nama gue. ITU NAMA GUE! “Pasti setuju!” sambung Opa gue yang duduk di seberang Opanya Kavin. “Seperti perjanjian awal juga, pertunangan ini kita adakan kalo kamu udah pulang.” “Iya Opa, Darris ingat.” Grudak gruduk, gue langsung ngacir ke kamar Kavin yang terbuka lebar. Dia lagi tiduran sambil baca manga. Tanpa babibu gue langsung melompat ke tempat tidurnya. “Kavin lo tau nggak kalo gue mau dijodohin sama Kak Darris! Yaolo, Kavin, gue seneng banget seneeeeeng tau gak looooo!” kata gue sambil mengguncang-guncang pundaknya. Kavin menaikkan sebelah alis, melempar manganya lalu jalan ke jendela. “Masa sih? Siapa yang bilang?” “Ituuuuuuu tadi gue denger kak Darris ngomong sama Opa kita! Yeyeyeye!” gue melompat-lompat di spring bednya sambil berusaha meraih payung kertas yang tergantung di langit-langit. Hap! Dapat! “Kok lo copot, sih? Pulang sana, ganggu aja,” kata Kavin sambil merebut payung merah yang ada tulisan kecilnya. Apa deh Kavin gitu doang. “Eh, terus nih ya, ternyata perjodohan ini udah direncanain dari dulu sama Opa-Opa kita! Seneeeeeng banget gue tau nggak?!” Kavin manggut-manggut lalu kembali tiduran. Gue cemberut karna Kavin nyuekin gue. Ish, nih anak! “Halo, Manda?” Ya ampun, gue ngomong dia malah nelpon. Ish! “Vin, ngap- eh?” kak Darris nongol lalu nunjuk gue bingung. Gue buru-buru turun dari spring bed sambil nyengir manis. “Kak Darris, apa kabar?” Kak Darris mengedip lima kali lalu tersenyum. “Sashi?” “Hem, iya, Kak.” Kak Darris ngeliatin gue dari ujung jempol sampe ujung rambut. “Kamu… kurus sekarang. Manis .” Aaa ya aampuuuun! Seneng banget gueeeeh! “Tapi tetep cebol!” ejek Kavin. Ah, dasar Kavin, sirik aja lo. Awas aja kalo ntar gue udah jadi kakak ipar lo ye! Awas aja! Gue jadiin babu lu huahhaha! ☆☆☆☆
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD