bc

Sean Anderson, Waria Sang Pewaris Kaya Raya

book_age16+
198
FOLLOW
1K
READ
HE
opposites attract
heir/heiress
drama
bxg
brilliant
campus
like
intro-logo
Blurb

Sean Anderson, pria tampan, kaya raya, hidup dengan kemewahan tapi merasa hampa. Dia dikelilingi oleh orang-orang yang tidak tulus membantunya. Ada Sekar dan Santi, dua wanita cantik yang hadir di kehidupan Sean dan memiliki rahasia yang di sembunyikan dari Sean Anderson.

Perjuangan Sean untuk bisa bersama dengan wanita pujaan hatinya yang berstatus istri orang, Anyelir, spek bidadari namun manipulatif, tidaklah mudah. Berkali kali Sean terjebak dalam permainan Anyelir, dan harus berhadapan dengan musuh keluarganya karena dendam masa lalu. Drama dan perselingkuhan mewarnai perjalanan cinta Sean Anderson.

Hingga ia memilih untuk meninggalkan semua kesemuan itu dan merasakan kerasnya hidup jalanan dengan menjadi waria. Tanpa Sean sadari justru ia telah mengabaikan ketulusan dari wanita yang selama ini selalu membantunya.

Sampai kapankah drama kehidupan Sean Anderson, si pewaris kaya raya, ini akan berakhir? Apakah menjadi waria akan menjadi pilihan hidupnya yang sejati? Atau, mampukah dia mendapatkan kebahagiaan sejati?

"San, kebetulan sekali. Gue mau ngelamar Anyelir, tapi gue butuh duit yang ga sedikit," ucap Sean tersenyum lebar pada Santi.

Dada Santi serasa di palu godam, dadanya sesak dan hampir saja bulir air matanya jatuh membasahi pipi.

"Gue yang selalu ada buat lo, gue yang selalu bantuin lo, hanya sebatas sahabat dan lo memilih Anyelir, wanita yang sudah bersuami?" tanya Santi suaranya terdengar parau.

Sean menganggukkan kepalanya.

"Lo sahabat gue, Anyelir masa depan gue, San.."

chap-preview
Free preview
Awal mula
Malam minggu, tepat pukul 21:30. Tepatnya di pinggiran kota Jakarta, di perapatan lampu merah. Tiga wanita cantik berpakaian seksi, berdiri di pinggir jalan. Mereka tertawa, sesekali melambaikan tangan kearah kendaraan yang lewat. Terkadang menghentikan pengendara motor sekedar untuk menggodanya. Malam semakin larut, kendaraan di jalan raya masih terlihat sangat ramai. Orang lalu lalang masih terlihat dua atau tiga orang. Ada juga sekelompok anak muda tengah menikmati malam minggu setelah seharian berkutat dengan pekerjaan. Di seberang jalan, diskotik masih ramai oleh pengunjung. "ELa, gue laper!" seru salah satu wanita menggunakan gaun merah yang bernama Inge. Wanita yang di panggil Ela menoleh ke arah Inge, "bentar lagi, gue belum dapet duit!" Inge melengos mendengar jawaban Ela, lalu berjalan menghampirinya. "Lo kagak usah khawatir, biar gue yang traktir." "Oke!" sahut Ela. Kemudian mereka berjalan melenggok menuju rumah makan yang tak jauh dari tempat mereka mangkal. "San, gue makan dulu!" seru Ela menoleh ke arah Santi di sela sela langkahnya. Santi hanya menjawab dengan acungan jempol saja. Ela dan Inge duduk di kursi berhadapan, kemudian mereka memesan makanan sederhana sesuai isi dompet. Beberapa pengunjung rumah makan tersebut, memperhatikan Inge dan Ela dengan tatapan cemooh. "Napa lu?" tanya Ela menatap Inge. "Lo kagak liat? mereka ngeliatin kita?" Inge yang baru saja bergabung dengan Ela dalam satu minggu ini, belum terbiasa dengan tatapan mereka. "Lu malu?" tanya Ela. "Kagak." Sahut Inge menundukkan kepala sesaat. "Sudah biasa mereka melihat gue kaya gitu. Karena mereka melihat pakai mata, buka pake hati. Mereka tidak tahu apa apa." Jelas Ela panjang lebar. "Manusia terlalu banyak bicara, sedikit yang mereka tahu. Lu gak bakalan hidup tenang, kalau lu masih mikirin apa kata orang lain." Ela rersenyum ke arah wanita yang meletakkan dua piring nasi di atas meja, beserta lauk dan sayur. "Minumnya mas?" tanya wanita itu. "Teh, teh hangat." Jawab Ela. "Baik, tunggu sebentar mas." Wanita itu kembali ke dapur. "Cepetan lu makan, keburu malam kita gak bakal dapet duit." Kata Ela, lalu menarik piring, menuangkan sayur dan lauknya di atas nasi. Inge mengedikkan bahu, lalu mulai menyantap makan malam, lebih tepatnya baru makan sejak tadi siang. Tak lama wanita tadi membawa dua gelas teh hangat, lalu di letakkan di atas meja. Ela hanya melirik sesaat ke arah wanita itu lalu menundukkan kepalanya lagi. Inge dan Ela, bukanlah sahabat atau saudara. Mereka saling kenal di perapatan lampu merah, saat Inge putus asa mencari pekerjaan yang sulit di Jakarta. Ela datang menghampiri, menawarkan pekerjaan sebagai perempuan malam hanya untuk sementara waktu. Menurut Ela, itu satu satu jalan untuk mendapatkan uang, saat semua perusahaan menolak untuk mempekerjakannya. "Lo serius? kagak mau cari kerja lain?" tanya Inge menatap Ela sesaat. "Lu pikir gue main main?" sahut Ela. "Gue serius ngelakoni pekerjaan ini. Uang yang gue dapat bukan uang monopoli. Tapi uang betulan." Inge menarik napas dalam dalam, kemudian mengambil tisu. "Gue kagak yakin bisa bertahan." Kata Inge. "Terserah lu, gue gak maksa. Cuma, dari pada lu gak ada kerjaan. Apa salahnya mencoba." Ucap Ela tegas. Inge menganggukkan kepalanya, "gue kenyang. Lo mau nambah?" tawar Inge. "Cukup." Jawab Ela singkat. Inge memanggil pelayan rumah makan tersebut, lalu membayar makanan yang sudah di pesan. Setelah itu, mereka berdua kembali ke perapatan lampu merah menemui Santi. Santi yang sedari tadi hanya duduk di halte sambil memainkan ponselnya, menoleh ke arah Ela dan Inge lalu mereka duduk bertiga. Ela mengambil rokok yang terselip di tangan Santi lalu menghisapnya perlahan, seperti sedang menikmati kehidupan yang sedang ia jalani sekarang. "La, lu capek ga sih? kerja kaya gini?" tanya Inge. Santi dan Inge menoleh ke arah Ela dan memperhatikannya menunggu jawaban , dan Ela hanya tersenyum penuh arti. "Gue menikmatinya.." jawab Ela singkat. "Cabut yuk!" ajak Ela pada Inge dan Santi. "Kalian duluan, gue masih ada urusan," sahut Santi. "Ya udah, kita duluan ya.." Inge berdiri bersamaan dengan Ela. Santi hanyab mengacungkan jempolnya, lalu kembali asik dengan ponselnya. Pukul 3 dini hari. Ela dan Inge berjalan menyusuri tepi jalan raya menuju kos-an tempat Ela tinggal. Angin berhembus, sangat dingin menusuk sampai ke tulang. Ela mengeluarkan kotak rokok, lalu menyalakan satu batang. "Rokok?" tawar Ela, menyodorkan kotak rokok. "gue nggak ngerokok, sejak pernapasan gue sering terganggu." Tolak Inge. "Good boy." Ucap Ela, seraya menghisap rokoknya dalam dalam. Lalu di hembuskan perlahan. "Besok, gue nggak ikut mangkal." Kata Inge, melirik sesaat ke arah asap rokok yang membumbung tinggi. "Kenapa?" tanya Ela. "Gue mau melamar kerja, gue gak bisa begini terus." Jawab Inge. "Gue kagak maksa lu, jika itu dah keputusan lu. Nge" Ela tersenyum sinis, memalingkan wajahnya ke arah pengendara motor yang tiba tiba berhenti di tepi jalan. "Hay Cin!" sapa Ela. Pria yang ada di atas motor begidik ngeri, lalu melajukan motornya dengan kecepatan tinggi "Sialan lu!" umpat Ela, memalingkan wajahnya ke arah Inge yang mentertawakannya. "Lo memang terlihat sangat cantik. Bahkan lo kagak bisa di bedain dari muka lo yang blasteran. Tapi, dia juga punya mata. Hahahaha!" "Bisa aja lu!" rutuk Ela lalu ikut mentertawakan dirinya sendiri. Tak terasa, terdengar suara adzan di kejauhan. Hari sudah mulai beranjak pagi, tak terasa mereka telah sampai di kos-an. Ela mengambil kunci dari dalam tas, lalu membuka pintu lebar lebar. "Hhh, kaki gue pegel!" Inge menghempaskan tubuhnya di ranjang yang berukuran sedang, meletakkan tas kecilnya sembarangan di atas ranjang. Sementara Ela duduk di depan cermin. Melepas rambut palsunya, lalu menyeka wajahnya dengan tisu basah untuk menghilangkan make up tebal di wajahnya. "Hidup di Jakarta, tidak semudah yang gue bayangkan. Tapi gue gak boleh menyerah, bukankah hidup seperti ini yang gue inginkan?" gumamnya menatap pantulan wajahnya di cermin. Ela tersenyum miris, lalu menoleh ke arah Ruri yang sudah tertidur lelap dan terdengar dengkuran halus. Ela berdiri dan mengambil sebatang rokok dan jmenyalakannya, rokok ia hisap dalam dalam sambil melangkahkan kakinya keluar dari dalam kamr dan duduk di teras. Nampak dua pria penghuni kosan tersebut baru sajua masuk ke rumahnya masing masing setelah semalaman mereka lembur bekerja. Ela menggelengkan kepalanya dan tersenyum lebar. "Mereka mencari uang sampai larut malam, sementara gue memilih hidup seperti ini." Gumam Ela, tatkala teringat keluarganya yang sudah lama ia tinggalkan.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
191.8K
bc

My Secret Little Wife

read
100.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
14.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
207.9K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.8K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook