Bab 3 - Istri Pura-pura Cinta Pertamaku

1473 Words
Aku tunggu like sebanyak-banyaknya yaaaa. Thank you all! Jelita Di Dalam Kamar Hotel Mas Andrian menarikku memasuki lift hotel ini. Kami menuju lantai 8 dan berhenti di depan kamar 806. Beberapa saat kemudian aku kembali ditarik dan sudah memasuki kamar hotel ini. Aku sudah menyetujui perjanjian dengan Mas Andrian dan saat ini akan mengesahkan perjanjiannya. Entah kenapa Mas Andrian membawaku ke sini, mungkin dia menyimpan perjanjiannya di sini. Jujur aku tidak sama sekali enggan menikah dengan Mas Andrian. Aku mencintainya, dia cinta pertamaku. Akan tetapi, aku tidak ingin tersakiti dalam hubungan ini nantinya. Itulah mengapa aku bertanya bagaimana kelanjutan hubungan kami setelah bercerai. Paling tidak saat Mas Andrian sudah berbahagia dengan kekasihnya nanti, aku masih bisa memiliki anak dengan Mas Andrian. Buah cintaku padanya. "Ehem ...." sebuah dehaman menghentikan lamunanku. Aku menengok ke arah Mas Andrian yang kini sudah duduk di sofa dan mengisyaratkan dengan tangannya agar aku duduk di sampingnya. Langkah raguku pada akhirnya membawaku juga duduk di sisinya. Mas Andrian kemudian mengalungkan lengannya di pundakku. Dia mengusap lenganku ringan. Aku mematung tidak tahu harus melakukan apa. Kenapa Mas Andrian tidak langsung saja membawa perjanjiannya? Lama kelamaan, tubuhku semakin tertarik mendekat. Saat ini posisi kami sudah tidak nyaman rasanya. Wajahku sudah mengarah tepat di sisi lehernya. Harum tubuh Mas Andrian memenuhi indera penciumanku dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. "Ta ...." Mas Andrian mulai berbicara dan aku mengarahkan wajahku ke atas, berusaha melihat wajahnya. "Kita sahkan perjanjian ini dengan sebuah tanda," ucapnya lagi sambil memberi jarak sedikit antara tubuh kami. Aku bernapas lega. "Tapi tandanya bukan di kertas ya." Kali ini Mas Andrian mendekatkan wajahnya hingga jarak wajah kami mendekat. Aku mencoba mendorongnya. "Mas ... ini ... terlalu dekat ...." tolakku tapi tak bermanfaat karena pelukan Mas Andrian malah semakin erat dan nafasnya kian memberat di depan wajahku. "Iya Ta. Aku harus mendekat. Karena aku mau kasih tanda perjanjiannya langsung," ucap Mas Andrian seraya langsung mengecup bibirku. Mataku membelalak, tanganku meremas kemeja Mas Andrian dan mencoba melepaskan diri. Tidak berhasil. Mas Andrian semakin mendesakku. Aku tercekat. Ini pengalaman yang tidak pernah kuketahui. Namun tidak sampai di situ saja. Kali ini aku merasakan tangan Mas Andrian telah terlalu jauh menyentuhku. Aku merasa ini bukan hal yang benar. Aku tidak ingin hal ini terjadi. Entah mengapa Mas Andrian mendadak berubah seperti ini. "Mas ... jangan mas ... Jelitaaa ... enggaaakkk mau mas," aku berusaha menolaknya sekuat tenagaku. Karena perasaan aneh yang mulai menghantuiku. Berbicara pun aku sudah kesulitan. Namun, tidak ada respon dari Mas Andrian. Dirinya melanjutkan apa yang dia inginkan begitu saja. Rasanya aneh, aku tidak suka Mas Andrian yang seperti ini. Beberapa kali dirinya terus melakukan hal yang terlalu intim menurutku. Aku bahkan meyakini bahwa kini semuanya sudah semakin lebih intim lagi. "Masss ... jangan mas ... tolong jangan!" aku kini sudah menangis tertahan. "Jelita, aku mau tanda perjanjiannya di sini," ucapnya sambil mengusap sekali lagi bagian tubuhku yang kucoba lepaskan sejak tadi. "Jangan mas! Aku mohon, kita akan nikah dulu 'kan mas?" aku sekali lagi mengiba padanya, kini air mata telah membasahi seluruh wajahku. "Nggak bisa, Ta. Harus sekarang tandanya. Aku udah lama sekali menunggu waktu ini," lagi Mas Andrian mengusapkan tangannya, di bagian tubuhku. Dia yang melakukannya saat ini dihadapanku, benar-benar Mas Andrian yang belum pernah kukenal. Aku begitu asing melihatnya. "Mashhhhh ...." kenapa malah suara aneh seperti ini yang keluar dari mulutku. Saat aku mengeluarkan suara asing itu, kulihat wajah Mas Andrian semakin tersenyum senang. "Kamu juga penasaran 'kan, Ta?" sambil mengucapkannya kini Mas Andrian semakin berani dengan perbuatannya. Kini aku terpaku di depan laki-laki yang kucintai, yang tidak kusangka akan memperlakukanku seperti ini. Aku menggelengkan kepalaku dengan isak tangis yang tidak bisa lagi dibendung. Mas Andrian hanya sempat berhenti sesaat. Namun kemudian melanjutkannya. Dia mengarahkan wajahnya ke sana dan aku pun berteriak "Masssss ...." Setelahnya hanya bunyi asing yang bercampur dengan keheningan ruangan yang terdengar di dalam kamar ini. Aku merasakan Mas Andrian masih terus melakukan entah apa pada tubuhku. Aku tentunya menangisi kondisi tidak berdaya ini, namun beberapa saat kemudian ada rasa asing yang tidak pernah kuketahui sebelumnya terasa dari tubuhku. Teriakanku menandakan aku telah mengalami sesuatu yang asing. Mas Andrian kemudian mengangkat wajahnya dengan senyum yang begitu menilai kepadaku yang tak berdaya. Bahkan dia juga semakin memperjelas apa yang sudah terjadi dengan ucapannya. Membuatku semakin sadar aku telah terlalu jauh terlibat dalam hal ini. "Perjanjiannya sudah sah, Ta. Aku sudah tandai kamu di tempat yang aku inginkan sejak dahulu kala menjadi milikku. Mulai saat ini kamu calon istriku," ucapnya sebelum aku kehilangan tenaga dan tertidur lemas. ***** Aku terbangun tanpa Mas Andrian di kamar hotel ini, melainkan ada Anita. Dirinya memandangku curiga. Kemudian saat menyadari aku sudah sadar sepenuhnya dia bertanya, "Lo diancem apa sama Mas Andrian?" "Hah? Maksudnya Nit?" "Mas Andrian bilang kalian mau menikah sebulan lagi. Gue tahu lo suka sama dia, dia juga ya gitudeh, tapi gue yakin lo gak segampang itu mau nikah sama dia seminggu lagi. Trus ini apa-apaan lagi, gue disuruh jemput lo di hotel. Apa lo diapa-apain sama si kunyuk itu?" Nita terus mengomel tentang dia akan melaporkan semua ini pada orang tuanya. Bahwa aku diancam atau bahkan aku mungkin sudah dilecehkan oleh Mas Andrian, sehingga dia memaksa untuk menikahiku. Tapi aku akhirnya menenangkannya. "Nit, aku ... maksudku, Mas Andrian ... gak ngapa-ngapain aku. Aku memang yang mau nikah sama dia, kamu 'kan tahu sendiri aku suka sama Mas Andrian dari dulu." "Tapi gue juga tahu Ta, lo gak begini. Ngaku suka sama dia aja lo gak pernah. Apa ini ada hubungannya sama hutang kakak lo yang dia bayarin?" tanya Nita lagi. Aku semakin tersudut dan akhirnya aku berbohong dengan mengatakan "Nggak Nit. Nggak ada hubungan sama itu kok. Tapi aku memang minta nikah sama Mas Andrian. Aku mau ibu gak susah lagi. Aku juga pengen kuliah lagi 'kan Nit. Aku coba bilang sama Mas Andrian dan ternyata Mas Andrian mau bantu aku. Aku cuma diminta jadi istrinya aja, dia cuma butuh statusku jadi istri." "Bullshit banget dia bilang cuma butuh status istri aja. Ta lo jangan mau nikah sama dia ya. Gue tahu abang gue cinta pertama lo, tapi lo masih muda banget. Biarin dia berjuang kalo emang mau dapetin cinta lo. Jangan ngambil masa muda lo gini. For god sake, lo masih 18 tahun." Anita tidak mengerti. Dia salah mengira bahwa Mas Andrian yang mencoba mengambil keuntungan karena menyukaiku. Padahal ini hanya pernikahan sementara. Bahkan sudah ada rencana perceraian. Namun aku tidak bisa mengatakannya. "Sudah nasibku 'kan, Nit. Daripada nikah sama boss debt collector 'kan? Mending nikah sama cinta pertamaku," ucapku mencoba bersikap tegar. "Tapi, Ta ... menikah itu urusannya suami dan anak. Lo gak akan bisa raih mimpi yang lain. Lo juga 'kan ngajar privat mau kumpulin uang, Ta. Biar bisa kuliah lagi, kalo nikah sama si kunyuk itu boro-boro lo bisa kuliah. Dia itu posesif banget sama lo nanti." Kenapa Anita masih juga belum bisa mengerti. Mas Andrian tidak menyukaiku sama sekali. Dia tidak akan posesif padaku. Aku hanya perlu melahirkan anaknya dan hubungan kami selesai. "Iya kalo memang begitu akhirnya, berarti sudah nasibku lagi Nit." ucapku pasrah. ***** Aku sampai ke depan rumah murid les dengan diantar oleh Nita. Dia terus mendesak aku untuk memberi tahu apa yang terjadi antara aku dan Mas Andrian. Aku tidak mungkin memberi tahunya. Kesepakatan ini bisa berantakan jika Nita tahu bahwa aku memanfaatkan abangnya. "Oke kalo lo masih gak mau cerita sama gue. Tapi gue akan selalu ada saat lo butuh cerita ya, Ta," Nita mengucapkannya sebelum pergi meninggalkanku. Saat aku sedang mengajar, mendadak handphoneku berbunyi. Mas Andrian calling. "Halo Mas," jawabku. "Kamu di mana Ta?" "Aku lagi ngajar di rumah murid les Mas." "Alamatnya di mana? Aku jemput." Deg ada apa lagi sekarang. "Ehhh belum selesai Mas. Aku gak bisa ninggalin gitu aja." "Yaudah kirim aja alamatnya. Aku tunggu di luar," ucap Mas Andrian kemudian menutup teleponnya. Selesai mengajar, benar saja sudah ada Mas Andrian di depan mobil yang terparkir di depan rumah murid lesku. Aku menghampirinya dan berdiri tepat di hadapannya. Sesaat aku tersentak, Mas Andrian mengecup bibirku kilat. "Kamu mau kuliah, 'kan? Ayo kita daftar kuliah kamu sekarang." "Serius Mas?" aku bertanya sambil menatapnya dengan air mata yang mengancam keluar. Mas Andrian kembali mengecup bibirku dan berkata, "Iya serius. Ini bonus karena kamu nurut banget semalem." "Maksudnya Mas?" Kenapa dihubungkan dengan kejadian semalam? "Setiap kali kamu nurut sama keinginanku, aku bakal turutin keinginanmu. Tapi kalaupun kamu kuliah nanti, tugas utama kamu tetep jadi istriku." Aku terpaku lama hingga akhirnya tarikan tangan Mas Andrian menyadarkanku. Kini aku sudah melaju di dalam mobilnya menuju kampus di mana Nita sudah mendaftar sebagai mahasiswa. Hanya butuh waktu singkat hingga kemudian aku resmi terdaftar menjadi mahasiswa baru di tempat ini. Aku bisa memulai kuliahku di tahun ajaran baru, kurang lebih 6 bulan lagi. Namun sebelum menjadi mahasiswa, aku terlebih dahulu harus menjadi istrinya. Istri pura-pura cinta pertamaku. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD