Part 1 - A Man Who Can't Smile

1363 Words
"Sometimes you just need to open your eyes and see that you're not alone." ©©© Sebuah mobil berwarna putih mengkilat memasuki halaman rumah megah yang luas. Sesampainya di anak tangga teras, seorang pria berjas hitam lengkap dengan atribut dasinya keluar dari dalam mobil. Satu pelayan pria sudah menunggunya di samping mobil memberikan senyum selamat datang. Pria itu memberikan kunci mobil pada pelayan tadi lalu menaiki undakan anak tangga sampai ke depan pintu utama. Yudhistira Sabhara, panggilan yang sekarang melekat pada pria berjas itu. Tidak banyak yang berubah dari dirinya. Mungkin yang paling terlihat perubahannya hanyalah tubuhnya yang lebih berisi dan berotot dibanding sebelumnya. Untuk kepribadiannya yang kalem, selalu tenang, dan pendiam, semua itu tidak lepas sama sekali walaupun sudah banyak tahun terlewati. Jas yang melekat pas ditubuh berototnya itu dia lepaskan dan disampirkan pada salah satu kursi bar yang dekat dengan dapur. Tangan kanannya bergerak melonggarkan ikatan dasi yang terasa mencekiknya. Dia berjalan menuju kulkas mengambil satu botol kaca air mineral lalu kembali ke meja bar mengambil gelas yang tersusun rapi disana dan mengenggaknya. Saat dia selesai, matanya menangkap sosok gadis remaja tengah memangku dagunya menggunakan tangan kiri sambil tersenyum menatapnya. Yudhistira yang terkejut hampir saja menjatuhkan gelas digenggamannya walaupun tidak benar-benar terjatuh. Dia mengerutkan keningnya samar melihat gadis berlesung pipi itu masih menatapnya sambil tersenyum. "Siapa kamu?" tanyanya dengan ketus. "Gue? Ah.. Kenalin, Radea Pitasari Gunawan. Biasa dipanggil Radea sih, tapi khusus buat om panggil aja Sayang deh..." jawab gadis itu sambil terkikik mengulurkan tangannya. Yudhistira mendengus setelah mendengarkan gadis kecil itu berbicara. Dia tidak percaya bahwa sekarang dirinya tengah digoda oleh seorang gadis belia. Kalau Yudhis bisa memperkirakan, mungkin umur gadis ini masih sekitar belasan tahun. Namun bukan itu masalahnya sekarang, masalahnya kenapa ada seorang gadis remaja di kediaman keluarga Sabhara? Di rumah ini hanya ada dua wanita yang tinggal disini, yaitu Riana yang tidak lain dan tidak bukan adalah Mamanya, lalu Adik Iparnya yang merupakan istri dari Antariksa Sabhara bernama Senjana Ratulangi Sabhara. Dan kalaupun ada bocah yang tinggal disini itu hanyalah keponakan lelaki teruculnya yaitu Ragarha Elang Sabhara. Bukan bocah remaja seperti di hadapannya. "Saya bukan Om kamu! Saya tidak bertanya nama kamu! Siapa kamu?!" "Ih Om gimana sih?! Gue kan udah bilang nama lengkap gue, pake tanya lagi. Ganteng-ganteng soplak nih, Om!" "Kamu kalau ngomong bisa sopan sedikit? Dan berhenti panggil saya Om!" ketus Yudhis. "Lah situ kan udah tua!" ujar Radea sambil menaik-turunkan alisnya. "Saya tau kamu masih anak SMA, tapi gak perlu panggil saya pake panggilan Om!" "Dih, enak aja anak SMA! Gue anak kuliah yang udah semester akhir kali, Om!" ujar Radea. "Kamu? Anak kuliahan?" "Menurut ngana? Emang muka gue baby face sih, Om. Gak kaya situ yah, muka udah tua!" "Kamu emang gak bisa ngomong sopan sama orang lain yah? Saya lebih tua dari kamu!" "Ya ma dari itu, biar keliatan muda ngomongnya begini aja. Siapa tau disangka seumuran sama gue." "Terserah kamu, saya capek!" "Duh, jangan ngambek, Om. Biar gitu Om tetap ganteng kok! Apalagi d**a bidangnya itu loh, Om. Beuh... Bikin pengen digerayangin deh sama nih tangan." lanjut gadis itu menggerakan jemari tangannya gemas. "Kamu makin kesini makin kurang ajar yah! Keluar kamu dari rumah saya!!" usir Yudhis. "Yaelah baru digituin aja udah emosi. Gak seru lo, Om!" "Radea? Kamu belum tidur?" Suara lembut bagaikan seorang malaikat terdengar. Sontak Yudhis dan Radea menoleh ke arah suara itu. Seorang wanita menggunakan pakaian tidurnya muncul dari arah tangga. Dia tersenyum pada keduanya sangat manis. "Belum Kak, tadinya mau ambil minum soalnya haus eh malah ketemu sama Om jutek ini." "Om jutek? Maksud kamu Kak Yudhis ini?" tunjuk wanita itu pada Yudhistira. "Iyalah Kak, emang siapa lagi yang mukanya lempeng gitu kayak jalan menuju surga?" Seketika Senjana tertawa kencang mendengar penuturan Radea. Dia memang sudah tahu kalau Yudhis selalu memasang wajah datar seperti itu, jadi dia tidak akan heran lagi jika diberikan tatapan wajah datar seorang Yudhistira. "Kamu mengata-ngatai saya lagi sekarang!" ujar Yudhis tajam. "Tuh kan Kak! Liat deh di ejek aja mukanya masih se-datar itu. Emang waktu dalam kandungan, ngidam apa sih Nyokap lo, Om? Triplek?" "Jangan bawa-bawa Ibu saya!! Kamu tidak punya hak berbicara seperti itu mengenai dia!!" bentak Yudhistira. Ini adalah bentakan Yudhis yang pertama kali setelah dua tahun terkahir. Dia orang yang pandai mengontrol emosinya, namun satu yang tidak bisa dia toleransi yaitu tentang Ibunya. Dia sangat menghargai Ibunya sampai jika ada seorang-pun berbicara buruk tentang almarhumah wanita yang melahirkan dirinya, maka dia bisa saja berubah menjadi sangat mengerikan. "Yudhis, jangan diambil hati ucapan Radea. Dia tidak tau perkataannya itu salah." Radea sendiri yang mendengar bentakan dari lelaki di depannya sedikit shock. Seumur hidupnya, dia tidak pernah mendapatkan bentakan sama sekali dari kedua orang tuanya maupun keluarganya yang lain. Sementara itu Yudhis tidak lagi menghiraukan kata-kata Senjana dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua. Senjana melihat Radea masih terdiam lalu mengusap punggung gadis muda itu. Radea menoleh saat merasakan usapan dari Senjana. "Kamu kaget yah dibentak kayak gitu?" "Sedikit, Kak." "Ya udah, kamu lebih baik tidur sekarang De. Besok kamu sekolah kan?" "Iya kak, Dea ke kamar dulu." Radea pergi menuju kamar tempatnya tidur setelah Senjana mengangguk. Gadis itu tampaknya masih linglung dengan bentakan yang belum bisa lepas dari bayangannya. ©©© Seperti pagi yang sebelumnya, kebiasaan jogging bagi Yudhistira sangatlah penting. Celana pendek selutut serta kaos tanpa lengan berwarna hitam polos sudah melekat di tubuh seorang Yudhistira Sabhara. Dia biasa berlari mengelilingi jalanan dekat rumahnya sehabis subuh. Sudah tiga kali putaran dia berlari dan ini waktunya kembali ke rumah. Satpam rumahnya membukakan gerbang dan memberi ucapan selamat pagi yang hanya diberi balasan anggukan oleh Yudhis. Belum sampai dia menaiki tangga teras rumah, gadis semalam yang dia bentak membuka pintu lalu berdiri di teras dekat pintu. Yudhis hampir saja melupakan keberadaan gadis belia itu. Selepas membentaknya, Yudhis masuk ke dalam kamar lalu membersihkan badannya dan tertidur. Dia tidak memikirkan bahwa kemungkinan besar akan bertemu iblis kecil penggoda itu lagi besoknya. "Hai Om!" "Jangan menyapa saya!" ujar Yudhis sambil menaiki satu persatu anak tangga. "Masa cuma kasih sapaan aja gak boleh. Pelit lo, Om." Yudhia berhenti melangkah, dan menoleh ke kiri yang kebetulan tepat sekali dia berdiri disampinh gadis itu. Sekali lagi, dia masih sangat penasaran pada gadis ini. Kenapa bisa bocah seperti dia bisa ada dirumahnya dan membuat dirinya selalu tidak bisa menahan emosi saat didekatnya. "Kamu ini sebenarnya siapa? Kenapa bisa ada di rumah ini?" "Gue kan udah bilang, gue Ra..." "Sekali lagi! Saya tidak bertanya nama kamu." Radea hanya terkekeh mendengar nada pria di hadapannya yang mulai berubah. Sepertinya hanya dengan memancing emosi dari pria satu ini agar dia bisa melihat salah satu ekspresi darinya. "Kepo banget sih lo, Om." "Saya tidak kepo! Kalau kamu bukan terdampar di rumah ini, saya tidak akan bertanya-tanya tentang keberadaan kamu. Dasar bocah!" "Eits! Enak aja dipanggil bocah. Gue udah 21 tahun, Om! Udah dewasa, malahan udah bisa bikin bocah." Radea berkata sambil tersenyum jahil. "Sepertinya kamu tidak kapok saya bentak tadi malam." "Mulai sekarang gue akan mencoba untuk terbiasa sama bentakan lo, Om. Kenapa? Karena kita akan sering ketemu kayak gini selama tiga bulan kedepan." "APA?!" "Aduuh Om, teriaknya jangan deket kuping gue juga dong. Pagi-pagi udah kayak orang kesetanan. Nanti Elang kebangun loh denger suara Om yang udah mirip klakson telolet. Om telolet Om! Haha..." "Gak lucu!" ujar Yudhis kembali melangkah hendak membuka pintu. "Are you never smile just one or two second?" Pertanyaan dari bocah itu kembali menghentikan gerakan Yudhistira. Mendengarnya dia jadi ikut berpikir, kapan terakhir kali dia tersenyum sebelumnya? Ah saat bertemu Elang, keponakannya seminggu yang lalu sebelum dia berangkat ke Kalimantan mengurus pekerjaan disana. Well, sebenarnya dia hanya akan tersenyum saat tengah menghadapi bocah kecil menggemaskan berumur 3 tahun lebih itu. Yudhis tidak bisa tidak tersenyum saat bersama dengan Sagarha Elang Sabhara. "Itu bukan urusanmu." "Om! You have a good face. Emang cewe Om gak pernah ngerasa kesel gitu sama muka datarnya?" "Kamu bisa berhenti bertanya?! Lihat ilermu yang masih menempel. Seperti itu yang namanya dewasa?" Radea membulatkan matanya, dia mengusap ujung bibirnya beberapa kali namun dia tidak merasakan adanya iler sama sekali. Gadis itu menggeram lalu menghentakkan kakinya kesal. Dia melihat pintu yang tertutup saat pria itu masuk. "Dasar om-om galak nyebelin!" gerutu Radea. ©©© Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD