“Julie, sebenarnya ada apa denganmu?” tanya Tony. Julie menoleh sedikit. “Bisa aku memperoleh makanan tambahan nanti, Tony? Untuk papaku?” “Tunggu,” sergah Tony. “Apa maksudmu? Jadi... kau dan ayahmu belum makan sama sekali?” Julie menggeleng. “Sejak kapan? Apa... sejak kemarin? Ketika kau pamit pulang dari rumahku?” “Ya.” Tony jelas terpana mendengar penjelasan ini. “Kenapa? Papamu tidak membelikan sesuatu? Atau memasakkan makanan?” Tanpa Tony sangka- sangka, air mata sudah jatuh di pipi Tony. Ia tak pernah melihat Julie menangis, selain saat ia terluka menolong ibunya dan pada saat kematian beliau. Julie yang ia lihat selama ini adalah gadis yang pemberani, usil, nakal, dan –jorok, tentunya. Dan melihat Julie menangis begini, ia benar- benar bingung. Ia hanya memandangi Julie leka

