Setelah kejadian itu akhirnya Erlanda bisa terbebas dari gadis bernama Divandra. Erlanda sangat bersyukur dengan adanya Choki jika tidak pasti Erlanda masih akan terjebak disana.
“Kiri Bang” Erlanda kini sudah hampir sampai di halte terdekat dari daerah rumahnya.
Hari ini ia akan menemani ibunya untuk kontrol rutin di rumah sakit, semalam ibunya mengeluh kesakitan, jarang sekali ibunya mengeluh seperti itu.
Ibunya adalah sosok orang yang bisa menahan sakitnya sendiri, tapi tadi malam berbeda ibu mengeluh kesakitan kepada Erlanda yang menandakan bahwa rasa sakitnya ini berbeda dari rasa sakit sebelumnya.
Melihat keadaan ibunya itu yang tidak tidur sejak semalam, membuat Erlanda mengurungkan niatnya untuk bersekolah hari ini, tapi atas paksaan ibunya dan ibunya yang tak henti meyakini Erlanda bahwa sudah lebih baik akhirnya Erlanda menuruti perkataan ibunya, tapi tentu saja Erlanda tetap tidak rela meninggalkan ibunya sendiri.
Maka dari itu, dengan kedatangan Divandra ke kelasnya dan membuat keributan menyebabkan waktu Erlanda terbuang percuma padahal ibunya sudah menunggu Erlanda di rumah.
Erlanda turun di halte pemberhentiannya setelah membayar ongkos sejumlah Rp. 5000.
“Ini bang” Erlanda memberikan uang kertas bernilai lima ribu.
Erlanda turun kemudian melanjutkan perjalanan ke rumahnya yang berjarak sekitar 500 meter dari halte.
“Ibu pasti di toko roti” batin Erlanda dalam hati
Dengan cepat Erlanda melangkahkan kakinya ke arah toko rotinya.
“Eh Erlanda” sapa seorang ibu-ibu yang berpapasan dengannya
“Iya Bu” langkahnya terhenti untuk membalas sapaan ibu yang dikenal dengan nama ibu Rita itu.
“Kamu belum dapat kabar?” tanya ibu Rita kepada Erlanda
Erlanda mengernyit tidak mengerti maksud dari pertanyaan Ibu Rita yang diajukan kepadanya.
“Memangnya ada apa Bu?”
Ibu Rita terkejut mendapati Erlanda malah bertanya balik padanya.
Benar dugaan Bu Rita, Erlanda belum mengetahui keadaan ibu Erlanda.
“Tadi ibu kamu tiba-tiba pingsan di Toko Roti, jadi kami langsung membawa ibu kamu ke rumah sakit.”
Bukan main Erlanda seperti tersambar petir mendengar bahwa ibunya sedang di rumah sakit, dan tidak ada satupun yang menghubungi mereka.
Erlanda memerika ponselnya, apakah benar tidak ada satupun yang menghubunginya, dan ternyata benar tidak ada satupun yang memberitahu keadaan ibunya.
“Ini pasti permintaan Ibu, oh s**t” batin Erlanda gusar
Ibu Rita yang melihat raut muka Erlanda yang berubah menjadi khawatir membuat ibu Rita tak tega melihatnya.
“Kalau kamu mau nyusul ibu kamu, kamu bisa pake motor ibu aja.”
“Nggak usah Bu, saya naik ojek saja” Erlanda berusaha untuk menerima bantuan orang lain, sampai kapan Erlanda akan bergantung dengan orang lain.
“Udah pake aja, kalau nanti ada yang mau dibawa kan lebih mudah, ini” Bu Rita menyerahkan kunci motornya kepada Erlanda.
“Itu motornya” tunjuk Ibu Rita
Terlihat motor beat bewarna hitam tengah terparkir di halaman rumah Bu Rita, karena merasa tidak enak terus-terusan menolak tawaran Bu Rita akhirnya Erlanda menurutinya dan segera berlari mendekati motor itu, dan menghidupkannya.
“Jalan dulu Bu, Terimakasih Bu”
“Iya Er, hati hati ya, titip salam sama Ibu”
Erlanda mengangguk dan segera mengencangkan gas motornya agar segera sampai ke Rumah Sakit.
***
“Non Yaya, ini lucu” celetuk pak Dedi
“Saya nggak lagi ngelucu pak”
“Bukan lo Non, itu marahan sama Mas Shiden tapi cuman bohongan”
Aku tertawa dalam hati, bahkan pak Dedi tahu kalau aku cuman pura-pura marah kepada Shiden
“Emang sebegitu kelihatannya ya Pak?” tanyaku polos
“Iya Non, marah tapi mukanya kek nahan senyum”
HAH
HAH
Jantungku mencelos mendengar perkataan Pak Dedi, mana mungkin kan sejelas itu aku menahan untuk tidak tersenyum, tidak-tidak Pak Dedi salah.
“Ah nahan senyum apaan pak, emang marah beneran kok Pak.” Ujarku membela diri
“Mangkanya saya bilang Non lucu” gelak tawa pak Dedi pecah ia tak kuasa menahan tawanya.
“Pak Dedi, ih”
Aku memanyunkan bibirku sedikit malu dengan perkataan Pak Dedi, akhirnya aku menyerah dan hanya duduk diam sambil menikmati perjalanan yang ramai pada sore ini.
Pak Dedi berhenti saat lampu lalu lintas bewarna merah
Huh, menunggu lagi
Aku melirik jam tangan yang melingkar di jariku pukul 16.20 sudah 20 menit berlalu.
“BRAKK”
Aku terkejut bukan main mendengar suara itu, suara itu berasal dari arah belakang mobilku
Mobilku barusan di tabrak orang kan.
Aku dengan cepat menoleh ke belakang dan aku bisa melihat sebuah motor yang dikendarai oleh seorang laki-laki berbaju seragam SMA.
Pasti dia yang menabrak mobilku.
Pak Dedi dengan cepat keluar dari mobil untuk mengecek keadaan mobil yang ditabrak pengendara itu.
“Biar saya cek dulu ya Non” seraya keluar dari mobil untuk menghampiri orang itu.
“Iya Pak” aku mengangguk sambil duduk tenang di atas mobil. Setelah aku tahu bahwa yang menabrakku seorang anak SMA juga aku malah bersikap santai, membiarkan pak Dedi yang mengurus semuanya.
Aku membuka ponselku tak menghiraukan apa yang dilakukan Pak Dedi, karena hal ini sudah sangat biasa terjadi di jalanan ibukota.
TOK TOK TOK
Saat aku sedang men-scroll ig ku, tiba-tiba terdengar suara ketukan di kaca jendela sampingku.
“Pak Dedi” aku menautkan alisku
Aku segera membuka jendelaku dan bertanya ”Ada Apa Pak ?”
“Bisa Non turun sebentar?” tanya Pak Dedi sopan
Aku segera turun dari mobil sesuai arahan pak Dedi sekilas aku melihat motor dan si pengendara yang tidak dapat ku lihat wajahnya.
“Gini Non, anak itu minta maaf karena sudah menabrak mobil kita, dia janji bakal ganti kerusakan tapi sekarang dia lagi buru-buru Non ibunya sedang di rawat di rumah sakit.”
Mendengar penuturan Pak Dedi, aku merasa kasihan dengan pengendara itu, ia menabrak mobilku karena terlalu terburu-buru untuk melihat ibunya yang sedang di rawat bukan karena sedang kebut kebutan tak karuan, anak yang sungguh sangat sulit di cari di zaman sekarang. Aku jadi kagum.
“Bapak bilang ke si pengendaranya, biarin aja nggak usah diganti. Titip salam aja buat ibunya semoga lekas sembuh” ujarku tulus, masalah kerusakan itu bukanlah hal yang sulit bawa kebengkel saja sudah beres. Untuk apa menyulitkan orang lain selagi kita bisa mempermudah urusannya, karena suatu hari nanti semua yang kita lakukan akan berbalik kepada kita.
“Yakin Non?” Pak Dedi menanyaiku sekali lagi
“Yakin Pak, nanti kalau mama nanya biar aku yang tanggung jawab” aku mengangguk mantap
Pak Dedi beranjak ke arah pengendara yang wajahnya masih belum bisa ku lihat karena ia sedang membelakangiku memeriksa motornya apakah juga ada yang rusak, saat melihat pak Dedi ia segera membalikkan badannya, tapi sayang badan pak Dedi menutupi wajahnya.
“Kata majikan saya, nggak apa apa mas nggak usah di ganti tapi ada syaratnya.” Ucapan pak Dedi terputus, membuat pemuda itu bingung “Apa syaratnya Pak?”
“Majikan saya minta disampaikan salamnya ke ibunya mas semoga lekas sembuh” lanjut pak Dedi sambil tersenyum
“Terimakasih Pak, akan saya sampaikan.” Ujarnya berterima kasih.
Aku bisa melihat itu semua, hatiku rasanya menghangat hanya karena sebuah kata maaf semua bisa berjalan dengan baik tanpa ada yang tersakiti.
Aku lihat pengendara itu naik ke motornya, sekali lagi aku tak bisa melihat wajahnya karena sekarang tertutup dengan helm yang berkaca hitam gelap. Aku memandanginya sejenak kemudian ia beranjak pergi sambil menyalakan klakson motornya untuk menyapaku dan Pak Dedi yang entah sejak kapan sudah ada di sebelahku.
“Yuk Non” ajak Pak Dedi
Aku segera membuka pintu dan masuk ke dalam mobil untuk melanjutkan perjalanan ke rumah hari ini.
***
Hampir 30 menit setelah kejadian tadi akhirnya mobilku memasuki gerbang komplek rumahku, gerbang dengan konsep modern classic dengan patung kuda yang begitu besar dan mewah tidak lupa nama komplek tersebut yang dipahat begitu indah Komplek Elit The Golden House namanya Komplek ini termasuk komplek elit dan mewah di ibukota, dengan luas tanah sekitar 10 hektar dan didalamnya hanya terdapat 11 rumah.
Komplek ini dilengkapi dengan fasilitas golf, kolam renang, taman, taman bermain, lapangan, perpustakaan, dan ballroom pertemuan. Selain fasilitas yang lengkap di sini juga ada berbagai kegiatan yang diadakan oleh penghuni komplek.
Bahkan ada kegiatan yang wajib didatangi oleh seluruh keluarga yang tinggal disini, yaitu kegiatan UTBW singkatan dari Understand the Book and the World, sedikit ku jelaskan tentang kegiatan ini sebenarnya kegiatan ini tidak berbeda dengan membaca buku bersama-sama tapi yang membedakannya adalah buku yang dibaca bukanlah buku sesuai dengan umurnya, misalnya saja seorang anak SD biasanya membaca buku komik bergambar atau buku dongeng tapi pada kegiatan ini anak seusia SD sudah membaca buku berbau sains dan penemun. Dan untuk seusiaku membaca buku sekelas professor, membuat otakku makin pecah apalagi bukan hanya membaca saja saat kegiatan di mulai kami sudah harus menyimpulkan seluruh bacaan yang telah kami baca sebelumnya. Jika tidak mampu maka pasti ada saja yang mengejeknya.
Sebenarnya aku sangat membenci kegiatan itu mengapa? karena di kegiatan itu para orang tua seperti menbanding bandingkan anaknya dengan anak yang lain, jadi kami sebagai anak merasa harus bersaing dan tidak boleh melakukan kesalahan. Jika sempat melakukan kesalahan sedikit saja pasti sudah habis menjadi bahan perbandingan. Hal ini sebenarnya memupuk rasa persaingan antara kami akibatnya aku dan anak anak yang lain terkadang tidak begitu akrab, tapi untunglah ada Shiden yang menemaniku di saat tidak ada satupun diantara anak anak itu yang bersahabat
Drrttttt…Drtttt
Ponselku bordering, aku segera menekan tombol hijau.
“Halo”
“Halo” ucap mama di seberang, ya mamaku menelfonku pasti untuk menanyai aku dimana karena sekarang sudah menunjukkan pukul 17.10.
“Dimana Ya?” kan benar
“Ini udah masuk gerbang”
“Suruh pak Dedi cepat, kamu lupa nanti malam ada kegiatan apa”
Aku tak mengerti dengan ucapan Mama, memangnya nanti malam ada kegiatan apa pikirku
“Kegiatan apa Ma?”
“Ya ampun yaya, nggak lihat grup w******p pasti, kan kegiatan UTBW dimajuin jadi hari ini”
Oh ya tuhan, cobaan apa lagi ini baru saja aku ingin mengistirahatkan badanku setelah otot-otot ini bekerja keras tapi lihat apa yang terjadi, SHITTT.
“Mama” Rengekku, jika seperti ini mama pasti tahu maksudku.
Tapi bukannya peka seperti biasanya mama malah mematikan sambungan telfonnya.
Aku ternganga melihatnya, oh tidak mama kali ini tak berpihak padaku.
Aku bisa melihat gerbang rumahku beberapa meter lagi, akhirnya aku sampai juga.
Tak lama mobilku masuk setelah gerbang terbuka, gerbang di rumah ini adalah gerbang otomatis yang tidak membutuhkan tenaga manusia untuk mendorong-dorongnya.
Aku segera turun, dan berlari masuk ke dalam rumah.
“MAMAAAA” teriakku
Karena tak melihat dimanapun keberadaan mama. “MAMAAA” teriakku sekali lagi
“Apa Yaya teriak-teriak”
“Eh Mama” sambil menyalami tangannya mama
Aku bergelayut manja di lengannya
“Bau ih, mandi dulu sana” usir mama, mama sangat tidak suka dengan bau menyengat apalagi hari ini aku berolahraga double menyengat ujarnya.
“Kalau aku mandi, aku boleh nggak izin untuk nggak datang kegiatan nanti malam.” Aku memohon kepada mama
“Tidak” tegas dan tak terbantahkan
“Mama, boleh ya kalau nggak aku nggak mandi mandi sampai besok”
“Tidak, kalaupun nggak mandi ya terserah kamu”
Mama tak mempan dengan ancamanku, ah mama memang tak pernah bisa dikalahkan
“Tapi kan aku belum pernah izin ma, sekali ini aja kan peraturannya boleh izin dua kali Ma, ya Ma”
“Sekali tidak tetap tidak”
Jawaban mama akhirnya membuatku harus mengelus d**a sabar Tylisia. Aku melangkah gontai menaiki tangga sudah tidak ada lagi tenaga untuk melangkah.
Tiba-tiba terlintas ide di otakku aku tersenyum penuh kemenangan
Kalau ini pasti berhasil
***
Aku sampai di kamarku, tempat ternyaman di seluruh dunia setelah pelukan mama papa.
Aku meletakkan tasku di atas meja belajarku, dan mengecek ponselku untuk melihat apakah ada chat masuk. Ternyata ada satu chat masuk dari Shiden.
”Nanti malam UTBW jangan coba kabur lagi”
Aku tersenyum membaca pesannya, Shiden selalu mengerti apa yang akan aku rasakan. Maka dari itu aku tak pernah bisa bohong padanya.
Aku menutup ruang obrolannya tanpa sedikitpun niat untuk membalasnya.
Aku segera mengambil handuk dan melangkah ke kamar mandi, tapi kembali ku hentikan langkah kakiku melihat sebuah buku gambar yang terletak di meja belajarku.
Aku membuka setiap halaman dan berhenti dihalaman terakhir sebuah gambar yang baru kugambar dua hari yang lalu.
Semoga takdirku sejalan dengan takdirmu.
***
Aku keluar dari kamar mandi, akhirnya setelah menyelesaikan ritual bersih-bersih aku bisa merasakan kembali seperti manusia kembali.
Aku mengeringkan rambutku, dan berniat menjalankan ideku, ide yang akan membuatku tidak hadir di kegiatan itu. Membayangkannya saja mampu membuat hatiku bersorak senang.
Pasti berhasil, pasti.
Aku kemudian naik ke tempat tidur, dan mengambil selimut bersiap-siap untuk tidur.
Ideku kali ini aku harus lebih cepat tidur dari biasanya, agar saat mama memanggilku untuk pergi ke kegiatan itu, aku sedang tertidur dan mama tidak akan tega membangunkan anak satu-satunya ini. Kebetulan mata dan badanku sangat mendukung dalam pelaksanaan misiku ini.
Nyaman sekali.
Aku memejamkan mataku, aku harap kali ini misiku berhasil, semoga tuhan mendengarkan doaku.
***