0.09

1172 Words
“Kring Kring” Bunyi bel sekolah berbunyi sangat keras, sebagai tanda pelajaran hari ini selesai. “Akhirnya kita pulang ya Tyls” seru Sari senang Aku mengangguk menyetujui perkataan Sari Hampir 4 jam lamanya aku menunggu momen momen ini, sudah aku bayangkan empuknya kasur yang menungguku Hari ini aku dijemput oleh pak Dedi, tidak ada janji untuk pulang bersama dengan Shiden, untunglah. Jadi aku tidak perlu bertemu dengannya, sejak kejadian tadi aku masih merasa marah padanua, aku tahu dia manusia yang suka bercanda tapi seharusnya dia tahu situasi dan kondisi saat bercanda apalagi dengan mengacuhkanku segala lagi. Ting! Bunyi notifikasi ponsel terdengar olehku, aku tidak ada niatan untuk melihatnya mungkin saja itu notifikasi twitter atau i********:. Tapi beberapa menit kemudian ponselku berbunyi kembali tapi kali ini bukan sebuahdering notifikasi tapi sebuah panggilan masuk Drrt Drrt…. Aku melihat caller id yang terpampang di layar "Shiden" Ejaku Ah ngapain dia menelfonku, aku menekan tombol merah, agar panggilan tersebut berhenti dan segera aku memasukkan kembali ponselku ke saku bajuku. Persetan dengan Shiden, mau marah mau kesal aku tidak peduli. Dari jarak 100 meter aku sudah bisa melihat pak Dedi dan mobilnya menungguku, ah akhirnya bisa pulang dan terbebas dari Shiden, tentu saja ponselku sudah beberapa kali berbunyi tapi tak kuhiraukan. Pak dedi membukakan pintu mobil untukku "Silahkan Non" "Terimakasih Pak" Tapi sebelum aku masuk kedalam mobil "Yaya" Akh ini suara yang dari orang yang sangat kukenal. Aku menoleh kebelakang, dan benar Shiden sudah berdiri beberapa meter dariku, lalu dia mengangkat ponselnya seperti memberi tanda kepadaku untuk segera melihat ponselnya. Dan bodohnya aku, aku malah menurutinya lupa bahwa aku sedang marah kepadanya. Aku bisa melihat 4 missed call dan 2 pesan darinya, aku membuka pesan dan aku bisa melihat dengan jelas bahwa dia mengirimkan sebuah foto s**u pisang kesukaanku. Dia pikir aku bisa dibujuk dengan sebuah foto ini, kemudian aku membaca pesan berikutnya. "Tadi aku mau ngasih ini ke kamu, eh kamunya malah lari." jadi Shiden tak memberikan botol air mineral yang dipegangnya karena ia ingin memberikanku susu favoritku, ah sial aku sudah berburuk sangka padanya. Malu rasanya. Drrt….. Shiden kembali menelfonku "Halo" ucapku aku akhirnya mengangkat telfonnya "Halo, kamu masih mau susunya atau aku buang aja. " Sebenarnya aku ingin mengambil s**u itu, tapi aku tidak ingin menjatuhkan harga diriku didepan Shiden, pasti jika aku kesana mengambil s**u itu dia akan mentertawaiku, segera ku menjawab "Buang saja! " dengan penuh penekanan. "Yakin?" tanyanya memastikan "Bodo" ucapku dan segera mematikan panggilan darinya. Aku langsung masuk ke dalam mobil tanpa melihatnya lagi. Ah tuhan aku malu. *** Tanpa Tylisia sadari Shiden sedang menertawakan tingkah laku seorang Tylisia “Lucu, pantas gue suka” bisiknya kepada dirinya sendiri. *** “Er… pulang bareng gue yuk!” ajak Choki kepada Eranda selepas bunyi bel sekolah. “Nggak Chok, gue naik bis aja.” Tolak Erlanda halus, Erlanda tidak ingin merepotkan Choki karena arah rumah mereka berlawanan arah. Erlanda membereskan buku buku yang ia gunakan saat pelajaran bahasa inggris tadi. Tiba-tiba Choki mencubit bahu Erlanda, tentu saja Erlanda mengaduh kesakitan “Apaan sih Chok” kesal Erlanda “Itu tu” tunjuk Choki sambil memajukan bibirnya. “Apaan” “Cakep banget” Choki menghiraukan pertanyaan Erlanda dan tetap menatap lurus ke depan tak berpaling sedikitpun ke Erlanda. Mau tidak mau Erlanda ikut memalingkan wajahnya ke mana arah pandang Choki. Gadis itu, batin Erlanda dalam hati. “Divandra kesini bro” Choki berteriak senang tertahan Erlanda bisa melihat bahwa gadis yang bernama Divandra itu sedang berjalan ke arah Erlanda dan Choki. Tidak peduli adalah sebuah kata yang tepat untuk menggambarkan Erlanda saat ini, saat seumua mata tertuju pada gadis yang bernama Divandra itu, Erlanda malah sibuk menyelesaikan acara beres-beresnya yang tertunda, segera setelah selesai Erlanda beranjak dari tempat duduknya untuk melangkah keluar kelas. Baru satu langkah Erlanda berjalan tapi sebuah panggilan menginstruksinya “Kak Erlanda, tunggu” Divandra segera mencegat Erlanda yang akan segera beranjak pergi meninggalkan kelas, kali ini Divandra tidak akan membuang-buang kesempatan emas. Erlanda menoleh pada gadis itu, tak ada ekspresi yang Erlanda tunjukkan jika bisa digambarkan Erlanda sekarang seperti sosok manusia dingin yang mungkin lupa caranya mengeluarkan ekspresinya. “Yes” teriak Divandra dalam hati, Divandra berhasil menghentikan Erlanda segera Divandra mendekat kepada Erlanda dan menyodorkan sebuah kotak yang dibungkus oleh kertas kado bewarna biru yang dilengkapi dengan pita yang terikat rapi “Ini buat kakak.” Erlanda menatap datar kotak pemberian Divandra, kemudian Erlanda melanjutkan langkah kakinya yang sempat terhenti. Melihat hal itu Divandra berusaha mencegat Erlanda lagi, dengan menahan tangan Erlanda. “Kak” “Lepas” perintah Erlanda dingin Bukannya melepaskan tangan Erlanda, Divandra malah semakin mendekat dan beranjak ke depan Erlanda sambil merentangkan tangannya, sebagai tanda bahwa Erlanda tak boleh lewat. “Minggir” Erlanda masih bertahan dengan nada dinginnya. “Tidak, sebelum kakak nerima hadiah dari aku.” “Minggir” “Tidak” “Udah Er, ambil aja” celetuk salah satu temannya yang menyaksikan kejadian itu. Hampir seluruh teman dikelasnya melihat kejadian ini, tentu saja teman-temannya terkejut melihat ada seorang gadis yang dengan beraninya masuk ke ruang kelas kakak seniornya hanya demi memberikan kado kepada seorang Erlanda. Gila, satu kata yang ada di benak Erlanda. “Minggir” kali ini nada suara Erlanda sangat berbeda dari sebelumnya yang memang terkesan dingin tapi tidak seperti sekarang suara Erlanda menegas bahkan terkesan siapapun yang tidak menuruti perkataannya maka siap-siap menanggung resiko yang akan dihadapi. Divandra sebenarnya sedikit takut dengan nada suara Erlanda, tapi Divandra tak gentar. “Lu bisa Div” semangat Divandra dalam hati Choki yang tahu bahwa suasana hati Erlanda sudah dalam keadaan tidak baik-baik saja, maka ia dengan cepat menarik Divandra dari hadapan Erlanda. “KAK CHOKI APAAN SIH” teriak Divandra tak terima. Erlanda segera melangkah menjauh, akhirnya Erlanda terbebas dari gadis gila itu. “Buat gue aja Div” ujar Choki yang masih terus menahan Divandra agar tidak mengejar Erlanda “Kak Choki lepas, gue udah nunggu lama kesempatan ini” Divandra tak terima “Jangan sekarang Div gue mohon” Divandra makin kesal dibuat Choki, jika bukan sekarang kapan lagi ia bisa berdekatan dengan Erlanda batinnya dalam hati. “Emang kenapa jangan sekarang terserah gue dong kak” “Erlanda lagi nggak dalam mood yang baik” balas Choki lalu Divandra berhenti memberontak meminta Choki melepaskan pegangannya, Choki yang juga heran kenapa tiba tiba Divandra berhenti memberontak menaikkan alisnya tanda sedang berfikir. Divandra mulai mengeluarkan suaranya kembali mengajukan sebuah pertanyaan yang tidak mampu Choki jawab “Lalu kapan saat yang tepat kak?” Choki menggaruk tengkuknya yang tak gatal karena bingung harus berkata apa kepada Divandra, sejujurnya Erlanda adalah anak yang baik tapi jika sudah berurusan dengan perempuan ia seolah memiliki dunianya sendiri, dunia yang tak bisa di sentuh dunia yang tak tau kapan jadwal buka dan tutupnya. Setelah memikirkan berbagai jawaban yang pas akhirnya Choki mengeluarkan sebuah kalimat yang mampu membuat Divandra begitu emosi “Sepertinya tidak ada waktu yang tepat Div, tapi jika kamu mau sama kakak aja” Choki berkata dengan senyum menggoda “CHOKI CHOKIIII” Teriak Divandra kesal. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD