0.08

1146 Words
*** Hari ini jadwal olahraga di kelasku, dari semua mata pelajaran aku sangat membenci olahraga. Bukan karena aku malas menggerakkan tubuhku, tetapi lebih kepada dampak setelahnya, badan menjadi lengket, bau keringat, dan rasa lelah yang mendera. Andai saja setelah olahraga bisa membaringkan tubuh dan mengistirahatkannya, tapi ini tidak kita dipaksa untuk menerima pelajaran selanjutnya yang cukup membuat sel sel otakku berdenyut-denyut. “Tylisia, ayo ganti baju.” Ajak Sari kepadaku Hah, ganti baju hampir saja aku lupa. “Iya Sar, tunggu ya.” Aku segera mengambil baju olahraga yang ada di dalam loker yang disediakan sekolah untuk setiap siswa. baju olahraga berwarna navy yang di ini tampak sangat keren untuk disebut sebagai baju olahraga. Biasanya baju olahraga di sekolah umum yang ada di Jakarta pasti hanya baju biasa dan celana Training. Tapi di sekolah ini berbeda, bajunya dibuat seperti potongan baju kaos yang nantinya di pasangkan dengan jaket tipis yang menyerap keringat dan dingin, kemudian dengan celana panjang yang juga tak kalah lucu menurutku. Seperti baju olahraga di sekolah luar negeri, tidak salah aku memilih sekolah ini. Aku dan Sari melangkahkan kaki ke ruang ganti yang telah disediakan, inilah yang aku suka dari sekolah ini, mereka tahu apa yang dibutuhkan para siswanya, seperti ruang ganti ini. Aku sering melihat di sekolah-sekolah lain, para siswa berganti pakaian di kamar mandi, padahal kan kamar mandi bukan tempat yang bersih, kadang lantainya basah karena habis digunakan, bahkan bau tak sedap yang ada dikamar mandi, menambah ketidakpantasan kamar mandi menjadi tempat siswa berganti pakaian. Seharusnya sekolah lain meniru sekolahku ini, ruang ganti yang luas dilengkapi dengan bilik-bilik yang ditutupi pintu yang di dalamnya ada sebuah kaca besar, untuk melihat penampilan diri apakah sudah rapi atau belum. Akhirnya kami sampai di ruangan yang bertuliskan Ruang Ganti. Ruang ganti terbilang cukup sepi hari ini “Sepertinya pada jam ini hanya kita yang olahraga Tylis” ujar Siti yang ternyata memiliki pemikiran yang sama denganku. “Sepertinya begitu Sar.” Aku mengiyakan perkataan Sari, biasanya ruang ganti cukup ramai karena ada dari kelas lain yang juga berolahraga, tapi hari ini ruang ganti hanya di isi oleh siswa perempuan yang ada di kelasku. Aku masuk ke dalam bilik yang kosong, tak lupa mengunci pintunya agar tidak ada yang tiba-tiba masuk saat aku sedang mengganti baju, kan lucu jika ada yang masuk saat aku dalam keadaan seperti itu. *** “Mana ketua kelasnya?” tanya guru olahragaku karena tidak melihat batang hidung ketua kelasku itu “Lagi ganti baju Pak” jawab salah satu siswa yang melihatnya di ruang ganti. “Oh ya sudah, siapa yang mau memimpin pemanasan kali ini?” tidak ingin membuang waktu, guruku ini segera bertanya kepada teman-temanku yang lain. Andai saja ini pelajaran matematika atau bahas inggris, maka aku adalah orang yang pertama mengajukan diri, tapi ini pelajaran olahraga pelajaran yang tidak kumengerti sama sekali. “Saya Pak.” Siswa laki-laki yang bernama Binar mengajukan dirinya. Semua siswa laki-laki tiba-tiba tertawa serempak, ada apa pikirku kenapa mereka tertawa. “Pak, jangan Binar deh nanti bukannya pemanasan nanti malah pendinginan.” Sela siswa lain sebelum guru mempersilahkan Binar untuk memimpin. Aku benar-benar tak mengerti apa yang mereka katakan. Aku melihat Sari untuk meminta penjelasan mengenai apa yang sedang terjadi. Tapi jawaban yang kudapat hanyalah ketidaktahuan Sari yang hampir sama denganku. “Maaf Pak, saya terlambat.” Akhirnya ketua kelasku ini muncul, syukurlah ia cepat datang sehingga bisa cepat memulai pelajaran olahraga dan cepat pula untuk menyelesaikannya. Hari ini aku dan teman temanku berolahraga di lapangan basket indoor sekolahku, karena materi hari ini adalah permainan basket. Setelah melakukan pemanasan, guruku menyuruh beberapa siswa yang sebelumnya memang sudah mengikuti klub basket untuk membantunya mengajarkan teknik-teknik dasar dalam permainan basket. Sial, rutukku dalam hati. Dari sekian banyak olahraga kenapa harus belajar tentang basket kan masih banyak olahraga yang lain yang lebih mudah dipelajari. “Coba kalian perhatikan teman-temannya ya, ayo mulai dari Rifqi.” *** Lelah, satu kata yang saat ini menggambarkan kondisiku setelah pelajaran olahraga selesai. Bagaimana bisa guruku itu memerintahkan kami untuk mempraktekkan 3 teknik dasar basket. Jika ada yang tidak bisa harus diulang sampai bisa. Dan kalian tahu berapa kali aku harus mengulanginya 4 kali, sebegitu tidak mampunya diriku dalam pelajaran olahraga, andai saja pelajaran ini di hapus saja maka aku dengan senang hati bersujud syukur atas keajaiban yang terjadi, tapi itu mustahil. Aku dan sari duduk di salah satu barisan tribun yang ada di dekat lapangan basket. “Gila ya Sar, gue lemah banget.” Keluhku kepada Sari “Emang lu aja Tylis, gue juga. Nggak liat gue berapa kali ulang tadi, tiga kali Tylis, tiga” Sari pun mengeluh sama sepertiku, memang benar aku dan Sari sangat lemah dalam pelajaran olahraga, hal ini tidak lain disebabkan dengan perasaan tidak suka kami kepada pelajaran ini, dan membuat ketidakinginan kami untuk mempelajarinya dengan benar. Aku dan Sari pun tertawa, lebih tepatnya sedang menertawakan nasib kami. “Aku haus Sar” “Iya aku juga Tylis” TARAAA Tiba tiba muncul makhluk entah dari mana asalnya membawa 2 botol air mineral, siapa lagi kalau bukan Shiden. “Shiden tau aja yaya lagi haus” ucapku gemas kepadanya “ETT” saat aku ingin mengambil air mineral ditangan kanannya tiba-tiba ia menjauhkan botolnya dariku, "Shiden kok dijauhi" Shiden tak menghiraukan perkataanku, malah kelakuannya sekarang yang membuat mataku terbelalak kaget. Shiden memberikan air mineral yang ingin ku ambil tadi ke Sari "Ini buat Sari yang cantik" godanya Hah?? Ada apa ini, kenapa jadi seperti ini. Apakah Shiden lupa bahwa dirinya sudah dipermalukan oleh Sari tempo hari. Ini tidak bisa dibiarkan, aku segera berdiri dari tempat dudukku dan mengambil ancang ancang untuk pergi dari tempat ini, entah kenapa aku sangat marah kepada Shiden, bukannya aku yang sebagai sahabatnya sejak lama diberikan minuman terlebih dahulu, ini malah orang lain. Sebelum melangkah aku menghentakkan kakiku kesal, agar Shiden mengerti bahwa aku sedang sangat marah kepadanya. "Ini buat..." ucapan Shiden terputus saat melihatku pergi menjauhinya "Lo kamu mau kemana?" teriaknya yang masih kudengar tapi tak sedikitpun aku meresponnya, dasar Shiden kurang peka. Aku melihat kebelakang, ternyata Shiden tak mengikutiku Aku menghela nafas lemah, aku bahkan sekarang merasa bahwa tidak ada lagi teman yang benar benar peduli padaku. Aku terus berjalan hingga sampai di vanding maccine, aku benar benar haus walaupun kekesalanku kepada Shiden lebih besar dari rasa hausku tapi aku juga tetap butuh asupan minuman. Aku menggesekkan kartu siswa milikku, mesin ini tidak seperti mesin pada umumnya yang menggunakan uang atau koin untuk membeli minuman yang ada didalamnya, tapi hanya dengan mengscan kartu siswa milik sendiri maka kita bebas memilih minuman apa saja yang tersedia di mesin ini. Aku memilih minuman yang mengandung sakatonik ion, agar bisa mengembalikan energi yang hilang tak bersisa. Aku menekan tombol yang menunjukkan minuman yang ku mau. Dan hanya menunggu beberapa detik minuman itu sudah keluar. Aku mengambilnya dan segera mengambil tempat duduk yang telah disediakan disamping mesin ini agar siswa
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD