***
Hari ini jadwal olahraga di kelasku, dari semua mata pelajaran aku sangat membenci olahraga. Bukan karena aku malas menggerakkan tubuhku, tetapi lebih kepada dampak setelahnya, badan menjadi lengket, bau keringat, dan rasa lelah yang mendera.
Andai
saja setelah olahraga bisa membaringkan tubuh dan mengistirahatkannya, tapi ini
tidak kita dipaksa untuk menerima pelajaran selanjutnya yang cukup membuat sel
sel otakku berdenyut-denyut.
“Tylisia,
ayo ganti baju.” Ajak Sari kepadaku
Hah,
ganti baju hampir saja aku lupa.
“Iya
Sar, tunggu ya.” Aku segera mengambil baju olahraga yang ada di dalam loker
yang disediakan sekolah untuk setiap siswa. baju olahraga berwarna navy yang di
ini tampak sangat keren untuk disebut sebagai baju olahraga. Biasanya baju
olahraga di sekolah umum yang ada di Jakarta pasti hanya baju biasa dan celana Training. Tapi di sekolah ini berbeda,
bajunya dibuat seperti potongan baju kaos yang nantinya di pasangkan dengan
jaket tipis yang menyerap keringat dan dingin, kemudian dengan celana panjang
yang juga tak kalah lucu menurutku. Seperti baju olahraga di sekolah luar
negeri, tidak salah aku memilih sekolah ini.
Aku
dan Sari melangkahkan kaki ke ruang ganti yang telah disediakan, inilah yang
aku suka dari sekolah ini, mereka tahu apa yang dibutuhkan para siswanya,
seperti ruang ganti ini. Aku sering melihat di sekolah-sekolah lain, para siswa
berganti pakaian di kamar mandi, padahal kan kamar mandi bukan tempat yang
bersih, kadang lantainya basah karena habis digunakan, bahkan bau tak sedap
yang ada dikamar mandi, menambah ketidakpantasan kamar mandi menjadi tempat
siswa berganti pakaian.
Seharusnya
sekolah lain meniru sekolahku ini, ruang ganti yang luas dilengkapi dengan
bilik-bilik yang ditutupi pintu yang di dalamnya ada sebuah kaca besar, untuk
melihat penampilan diri apakah sudah rapi atau belum.
Akhirnya
kami sampai di ruangan yang bertuliskan Ruang
Ganti.
Ruang
ganti terbilang cukup sepi hari ini
“Sepertinya
pada jam ini hanya kita yang olahraga Tylis” ujar Siti yang ternyata memiliki
pemikiran yang sama denganku.
“Sepertinya
begitu Sar.” Aku mengiyakan perkataan Sari, biasanya ruang ganti cukup
ramai karena ada dari kelas lain yang juga berolahraga, tapi hari ini ruang
ganti hanya di isi oleh siswa perempuan yang ada di kelasku.
Aku
masuk ke dalam bilik yang kosong, tak lupa mengunci pintunya agar tidak ada
yang tiba-tiba masuk saat aku sedang mengganti baju, kan lucu jika ada yang
masuk saat aku dalam keadaan seperti itu.
***
“Mana
ketua kelasnya?” tanya guru olahragaku karena tidak melihat batang hidung ketua
kelasku itu
“Lagi
ganti baju Pak” jawab salah satu siswa yang melihatnya di ruang ganti.
“Oh
ya sudah, siapa yang mau memimpin pemanasan kali ini?” tidak ingin membuang
waktu, guruku ini segera bertanya kepada teman-temanku yang lain.
Andai
saja ini pelajaran matematika atau bahas inggris, maka aku adalah orang yang
pertama mengajukan diri, tapi ini pelajaran olahraga pelajaran yang tidak
kumengerti sama sekali.
“Saya
Pak.” Siswa laki-laki yang bernama Binar mengajukan dirinya.
Semua
siswa laki-laki tiba-tiba tertawa serempak, ada apa pikirku kenapa mereka
tertawa.
“Pak,
jangan Binar deh nanti bukannya pemanasan nanti malah pendinginan.” Sela siswa
lain sebelum guru mempersilahkan Binar untuk memimpin. Aku benar-benar tak
mengerti apa yang mereka katakan.
Aku
melihat Sari untuk meminta penjelasan mengenai apa yang sedang terjadi. Tapi
jawaban yang kudapat hanyalah ketidaktahuan Sari yang hampir sama denganku.
“Maaf
Pak, saya terlambat.” Akhirnya ketua kelasku ini muncul, syukurlah ia cepat
datang sehingga bisa cepat memulai pelajaran olahraga dan cepat pula untuk
menyelesaikannya.
Hari
ini aku dan teman temanku berolahraga di lapangan basket indoor sekolahku,
karena materi hari ini adalah permainan basket.
Setelah
melakukan pemanasan, guruku menyuruh beberapa siswa yang sebelumnya
memang sudah mengikuti klub basket untuk membantunya mengajarkan teknik-teknik
dasar dalam permainan basket.
Sial,
rutukku dalam hati. Dari sekian banyak olahraga kenapa harus belajar tentang
basket kan masih banyak olahraga yang lain yang lebih mudah dipelajari.
“Coba
kalian perhatikan teman-temannya ya, ayo mulai dari Rifqi.”
***
Lelah,
satu kata yang saat ini menggambarkan kondisiku setelah pelajaran olahraga
selesai. Bagaimana bisa guruku itu memerintahkan kami untuk mempraktekkan 3
teknik dasar basket. Jika ada yang tidak bisa harus diulang sampai bisa. Dan
kalian tahu berapa kali aku harus mengulanginya 4 kali, sebegitu tidak mampunya
diriku dalam pelajaran olahraga, andai saja pelajaran ini di hapus saja maka
aku dengan senang hati bersujud syukur atas keajaiban yang terjadi, tapi itu
mustahil.
Aku
dan sari duduk di salah satu barisan tribun yang ada di dekat lapangan basket.
“Gila
ya Sar, gue lemah banget.” Keluhku kepada Sari
“Emang
lu aja Tylis, gue juga. Nggak liat gue berapa kali ulang tadi, tiga kali Tylis,
tiga” Sari pun mengeluh sama sepertiku, memang benar aku dan Sari sangat
lemah dalam pelajaran olahraga, hal ini tidak lain disebabkan dengan perasaan
tidak suka kami kepada pelajaran ini, dan membuat ketidakinginan kami untuk
mempelajarinya dengan benar.
Aku
dan Sari pun tertawa, lebih tepatnya sedang menertawakan nasib kami.
“Aku
haus Sar”
“Iya
aku juga Tylis”
TARAAA
Tiba
tiba muncul makhluk entah dari mana asalnya membawa 2 botol air mineral,
siapa lagi kalau bukan Shiden.
“Shiden
tau aja yaya lagi haus” ucapku gemas kepadanya
“ETT”
saat aku ingin mengambil air mineral ditangan kanannya tiba-tiba ia menjauhkan
botolnya dariku,
"Shiden
kok dijauhi" Shiden tak menghiraukan perkataanku, malah kelakuannya
sekarang yang membuat mataku terbelalak kaget.
Shiden
memberikan air mineral yang ingin ku ambil tadi ke Sari "Ini buat Sari
yang cantik" godanya
Hah??
Ada
apa ini, kenapa jadi seperti ini. Apakah Shiden lupa bahwa dirinya sudah
dipermalukan oleh Sari tempo hari.
Ini
tidak bisa dibiarkan, aku segera berdiri dari tempat dudukku dan mengambil
ancang ancang untuk pergi dari tempat ini, entah kenapa aku sangat marah kepada
Shiden, bukannya aku yang sebagai sahabatnya sejak lama diberikan minuman
terlebih dahulu, ini malah orang lain. Sebelum melangkah aku
menghentakkan kakiku kesal, agar Shiden mengerti bahwa aku sedang sangat
marah kepadanya.
"Ini
buat..." ucapan Shiden terputus saat melihatku pergi menjauhinya
"Lo
kamu mau kemana?" teriaknya yang masih kudengar tapi tak sedikitpun aku
meresponnya, dasar Shiden kurang peka.
Aku
melihat kebelakang, ternyata Shiden tak mengikutiku
Aku
menghela nafas lemah, aku bahkan sekarang merasa bahwa tidak ada lagi teman
yang benar benar peduli padaku.
Aku
terus berjalan hingga sampai di vanding
maccine, aku benar benar haus walaupun kekesalanku kepada Shiden
lebih besar dari rasa hausku tapi aku juga tetap butuh asupan minuman.
Aku
menggesekkan kartu siswa milikku, mesin ini tidak seperti mesin pada
umumnya yang menggunakan uang atau koin untuk membeli minuman yang ada
didalamnya, tapi hanya dengan mengscan kartu siswa milik sendiri maka kita
bebas memilih minuman apa saja yang tersedia di mesin ini.
Aku
memilih minuman yang mengandung sakatonik ion, agar bisa mengembalikan energi yang
hilang tak bersisa. Aku menekan tombol yang menunjukkan minuman yang ku mau.
Dan hanya menunggu beberapa detik minuman itu sudah keluar.
Aku mengambilnya dan segera mengambil tempat duduk yang telah disediakan disamping mesin ini agar siswa