“Tylisia aku pulang duluan yah” ujar Sari tepat setelah Bu Guru meninggalkan kelas
Belum sempat aku menjawab perkataan Sari dia sudah meluncur keluar kelas, sejak dahulu tidak ada yang pernah bisa mengalahkan kecepatan seorang Sari keluar dari kelas, entah apa yang dicarinya diluar sehingga terburu-buru seperti itu, hanya dia dan tuhannya yang tahu.
Kami sebagai temannya hanya menggeleng-geleng saja melihat kelakuannya dan lama-lama sudah terbiasa, karena itulah ciri khas dari seorang Sari yang sangat diingat oleh kami teman-teman sekelasnya.
Aku menyampirkan asal tas sandangku, dan berjalan keluar kelas.
Saat sedang berjalan di koridor yang di penuhi oleh siswa-siswi yang hendak pulang, aku mencari keberadaan Shiden karena hari ini aku dan dia sudah memiliki rencana untuk pergi ke salah satu pusat perbelanjaan.
“Duh si Shiden mana sih?” gumamku sambil terus menjelajahi koridor ini untuk melihat adakah batang hidung sosok seorang Shiden yang telah ditolak mentah-mentah oleh Sari.
Mengingat hal itu membuatku kembali tersenyum, benar-benar kejadian lucu sekaligus kejadian memalukan untuk Shiden.
“Woi gila lu ya, lagi ngehayal jorok ya.” Tiba-tiba entah dari mana Shiden muncul mengejutkanku, dengan segera aku segera menoyor kepalanya
“Sembarangan, lo itu yang jorok.” Ucapku sambil berlalu pergi dari hadapannya dan tentunya ada Shiden yang mengekor dibelakangnya.
Aku dan Shiden selalu saja beradu mulut, jika sedang dalam keadaan baik atau di depan orang tua maka kami akan memanggil dengan panggilan “Aku-Kamu” atau “Yaya-Iden”, tapi jika sudah dalam keadaan rebut atau salah satu dari kami sedang ingin menjaili yang lain maka “Lu-Gue” keluar deh, seperti saat ini.
“Ya,,, motorku disana” ujar Shiden dari belakangku, ia masih mengekor mengikuti ku seperti anak yang tidak ingin kehilangan ibunya.
Kemudian aku berjalan ke arah motor Shiden terparkir, aku dan dia akan pergi membeli kado untuk mamanya yang akan berulang tahun besok, sebenarnya aku malas pergi tapi ia terus memaksaku karena ia tak tahu hadiah apa yang cocok untuk mamanya, padahal sudah ku yakinkan apapun hadiah yang diberikan oleh anak pasti akan disukai oleh ibunya.
Tapi begitulah Shiden, ia seperti tidak bisa melakukan apapun tanpa seorang Tylisia Harumi Darleen.
“Den, aku kan sudah menyuruhmu untuk pake mobil, kenapa kamu malah membawa motor” protesku.
Aku sebenarnya tidak suka naik motor, karena jika naik motor semua akan berantakan mulai dari rambut, baju dan segalanya. Apalagi sekarang aku memakai rok pendek selutut, pasti susah sekali jika harus duduk di atas motor.
“Yaya kalau aku bawa mobil, pasti kita terjebak macet dan tidak akan sampai di rumah kurang pukul 21.00, kamu tahukan jam 15.00 sore ini sedang jam-jam padatnya, mau yah naik motor aku.” Shiden memberi pengertian kepadaku seperti seorang kakak kepada adiknya, aku sangat suka jika Shiden sudah bersikap seperti itu, aku merasa kehangatan dan kenyaman dari perilakunya.
Akhirnya aku menangguk patuh kepadanya, tiba-tiba dia memberikan jaket hitam yang sering dipakainya ketika membawa motor.
“Ini pakai, tenang ini baru dicuci kok.” Shiden memberikan jaketnya kepadaku, kemudian aku mengikat jaket itu kepinggangku untuk menutupi rokku yang pendek agar nanti saat di motor nanti tidak terlihat hal-hal yang tidak diinginkan.
“Sudah” ujarku setelah mengikat jaket
Gerakan tiba-tiba seorang Shiden membuatku terkejut, ia memakaikan helm yang telah ia persiapkan untukku, aku menatap wajah Shiden ah dia memang seperti kakak bagiku.
“Kenapa?Gue ganteng yah?” tanyanya ketika aku ketahuan menatap dirinya.
Ah mulai deh sikap tengilnya keluar
“Mau gue temenin atau nggak?” tanyaku sarkas
“Eehehe Iya, yuk” Ujar Shiden mengalah ia tidak mau jika Tylisia marah kepadanya, padahal ia tahu bahwa Tylisia tidak akan pernah bisa marah kepadanya.
Shiden mengeluarkan motornya dari parkiran, aku sedikit bergeser untuk memberikan ruang agar motornya bisa keluar.
“Yuk Ya.” Aku menaiki motor Shiden
“Udah siap?” tanya Shiden sambil melihatku melalui kaca spion motor ninja hitamnya
Aku mengangguk memberi jawaban kepada Shiden.
Kemudian Shiden melajukan motornya perlahan dan melewati gerbang sekolah JIS.
Ternyata tanpa kami sadari sebenarnya dari tadi hampir semua siswa-siswi JIS yang ada di parkiran melihat kepada kami berdua, bagaimana tidak most wanted JIS sedang ada di parkiran dan menaiki motor yang sama.
Padahal dari awal mereka tahu bahwa aku dan Shiden adalah sahabat kecil tapi tetap saja mereka penasaran dengan hubungan kami sebenarnya.
***
*Brum Brum*
Erlanda menoleh ke arah sumber bunyi itu berasal, ia bisa melihat seorang Choki sedang menaiki motornya sambil melihat ke arahnya.
Walaupun di atas motor Choki tetap saja menjaili seorang Erlanda “Pulang bareng abang Choki yuk.” goda Choki, tapi seorang Erlanda tidak menghiraukannya ia terus berjalan meninggalkan Choki.
Choki tidak mau menyerah ia menyamakan laju motornya dengan jalan Erlanda, sehingga saat ini posisi mereka sejajar.
“Kan tadi abang udah bilang di chat pulang bareng yuk.” Yah benar pesan yang masuk di hp Erlanda pada saat jam pelajaran tadi adalah pesan dari seorang Choki yang mengajaknya pulang bersama. Maka dari itu Erlanda tidak berniat membalas pesannya.
Erlanda semakin mempercepat jalannya, meninggalkan Choki.
Akhirnya Choki menyerah dan memberhentikan motornya.
“Kalau lu nggak mau pulang sama gue, gue berhenti jadi teman lu.” Teriak Choki dari jauh yang masih di dengar oleh Erlanda.
Choki menghitung mundur sambil tersenyum jail
“Satu….”
Ia terus memperhatikan Erlanda
“Dua”
Choki masih terus memperhatikan Erlanda
Dan
“Tiga..”
Erlanda menghentikan langkahnya, dan berbalik menghadap Choki “Yuk dah buruan.” Teriak Erlanda kepada Choki.
Seperti dugaan Choki, Erlanda pasti berbalik. Ia tersenyum sumringah, dan menstarter motornya kembali.
Dan apa yang terjadi.
“Yaelah,,, Motor gue nggak mau di starter Er.” Teriak Choki kepada Erlanda.
Erlanda menghela nafas panjang, temannya satu ini selalu ada saja, ia pun heran bagaimana ia bisa nyaman berteman dengan seorang Choki.
“Lah malah diem, bantuin dong.”
Erlanda menghampiri Choki dan motornya.
***
Deru mesin kendaraan mewarnai perjalanan Choki dan Erlanda menuju ke pusat perbelanjaan, awalnya memang rute mereka adalah mengantar Erlanda ke rumah, tapi dengan segala bujuk rayu seorang Choki akhirnya Erlanda mengikuti kemauan temannya itu, yaitu ke pusat perbelanjaan.
“Er… gue capek bawa motor nih, lu aja yang bawa!” bohongnya kepada Erlanda padahal ia sedang malas membawa motor, ia ingin menikmati pemandangan apalagi jam segini banyak siswi-siswi dari sekolah lain yang bisa ia lihat, menurutnya itu adalah saat saat krusial untuk mencari angina segar untuk mata dan hatinya.
Choki melirik Erlanda melalui kaca spion karena Erlanda tak merespon perkataannya, ia kemudian mengencangkan suaranya dan mengulangi kalimatnya kalau-kalau Erlanda tidak mendengar perkataannya tadi.
“Er lu dengar nggak?”
“Apaan?” tanya Erlanda balik mendekati telinganya ke arah Choki agar bisa mendengar perkataan Choki, memang sedari awal ia hanya fokus ke jalanan yang terlihat sangat padat hari ini, Tak mendengar ocehan Choki sepanjang perjalanan.
“Er… gue capek bawa motor nih, lu aja yang bawa!” sambil menepikan motornya ke tepi tak lupa Choki menghidupkan lampu sen kiri.
Setelah sampai di tepi jalan, Choki segera memberhentikan motornya , dengan tiba-tiba Choki langsung turun dari motornya setelah mengecek kondisi motornya dalam keadaan standar motor yang pas agar tidak jatuh saat ia akan turun.
“Lu yang bawa Er” Perintah Choki, jika tidak seperti ini Erlanda tidak akan menuruti perintahnya jadi ia harus melakukan cara-cara licik agar Erlanda menuruti dirinya.
Erlanda mengangguk, lalu ia langsung memajukan posisinya yang awalnya duduk di kursi penumpang menjadi duduk di kursi bagian pengemudi.
Choki tersenyum puas “Nah, gitu dong baru sahabat gue.” Sambil menepuk pundak Erlanda.
“Yaudah cepetan naik.” Ujar Erlanda tidak sabaran.
“Gue naik ya!” Choki segera naik ke atas motor, akhirnya ia bisa menikmati pemandangan jalanan hari ini.
“Bang, jangan kencang-kencang ya, aku mau ngeliat cewek-cewek cantik.” Ujar Choki kepada Erlanda setelah ia berhasil mendaratkan bokongnya ke tempat duduk.
“Sakit lu.” Satu kata yang keluar dari mulut Erlanda sebelum menjalankan motor dengan kecepatan sedang sesuai intruksi Choki.
Perjalanan mereka masih cukup jauh menuju ke pusat perbelanjaan, kira kira butuh 30 menit menuju kesana. Choki sebenarnya ingin membeli kado ulang tahun untuk adik perempuannya yang sangat menginginkan boneka kelinci yang hanya dijual di pusat perbelanjaan itu.
Sudah sejak lama adiknya menginginkan boneka itu, sebagai abang yang baik ia pun ingin mengabulkan keinginan adiknya di hari spesial adiknya itu. Karena hal itulah, Erlanda ingin menemani Choki, apalagi ia juga mengenal adiknya Choki, mana mungkin ia bisa dengan mudah menolak permintaan Choki untuk menemaninya.
***
Tylisia POV
“Cepetan Den lampunya mau merah tu” perintah Tylisia melihat lampu lalu lintas itu sekarang sudah bewarna oranye dan sebentar lagi pasti bewarna merah.
“Nggak terkejar Ya.” ujar Shiden karena kenyataannya masih banyak mobil dan motor di depannya tidak mungkin ia mempercepat laju kendaraannya agar bisa melewati lampu lalu lintas sebelum bewarna merah.
Sebenanrnya Tylisia tidak suka menunggu lampu merah, karena menurutnya hal itu sangat membosankan apalagi jika ada banyak mobil di depannya bisa-bisa dalam satu lampu merah ia bisa terjebak lampu merah dua sampai tiga kali. Tapi mau bagaimana lagi, sebagai masyarakat yang baik ia harus menaati peraturan lalu lintas agar selamat dan aman sampai ke tujuan.
“Yah” aku menghela nafas kecewa ternyata benar kata Shiden, kami harus menunggu selama 120 detik agar lampu berubah menjadi hijau.
Untuk menghindari kebosananku aku melihat ke arah sampingku terlihat beberapa motor yang sedang menunggu sepertiku juga, satu yang menarik perhatianku sebuah motor berisi dua orang pemuda yang berpakaian seragam SMA yang sama denganku.
“Ah anak SMA Nusa Buana rupanya” saat melihat logo yang ada di bajunya.
SMA Nusa Buana sering menjadi saingan JIS dalam setiap olimpiade, tapi ssesengit apapun pertandingannya tetap JIS lah yang menang.
Aku segera mengalihkan pandanganku ketika salah satu pemuda yang sedang duduk dibangku penumpang melihat ke arahku, dan mengedipkan sebelah matanya kepadaku.
“Ada apa dengan pemuda itu?” pikirku aneh.
Aku tidak memperhatikannya lagi dan terus melihat ke arah yang berlawanan sampai lampu menyala hijau kembali, aku tidak ingin ia berfikiran yang macam-macam tentangku.
Kami melanjutkan perjalanan kembali setelah kejadian aneh yang menurutku sedikit lucu, bagaimana ada pemuda yang terang-terangan mengedipkan matanya kepada perempuan yang baru ia lihat.
Sepanjang perjalanan aku hanya diam, karena menurutku jikapun saling mengobrol di atas motor pasti tidak akan kedengaran jelas, ujung-ujungnya akan dibalas dengan kata
“Iyaa”
“Ehmm”
“Apa?”
Dan hal itu sangat membuang-buang tenaga.
***
“Lu bisa diam ga Chok” ujar Erlanda, sepanjang perjalanan Choki hanya grasak-grusuk tak jelas, membuat Erlanda tak bisa berkonsentrasi, apalagi ketika mereka sedang menunggu lampu merah.
Sambil menunggu lampu merah sebenarnya Erlanda memperhatikan Choki lewat kaca spion, ia penasaran apa yang dilakukan temannya itu sehingga membuat goncangan kecil pada motornya.
Ternyata! BINGO!
Sesuai dengan perkiraan Erlanda, ternyata Choki tak lain dan tak bukan sedang melihat para gadis-gadis berseragam SMA yang bisa ia goda.
Seperti yang ia lihat sekarang, Choki sedang mengedipkan matanya ke salah satu penumpang di motor sebelahnya, saat ia lihat siapa perempuan yang di ganggu Choki ternyata adalah salah satu siswa JIS, Sekolah yang ia tahu sebagai sekolah terelit se Jakarta, Erlanda bisa melihat bahwa perempuan itu sudah memalingkan wajahnya ke arah lain karena di ganggu oleh Choki.
“Bener ya Er kata orang, anak JIS emang bening-bening.” Bisik Choki kepada Erlanda, Erlanda tak merespon apapun karena ia pun tak tau akan merespon apa.
“Lihat motor tu cowok, seharga dengan tiga mobil bokap gue.” Choki menggeleng-geleng tak percaya melihat motor yang ada di sebelahnya. Yap, ternyata itu adalah motornya Shiden. Dan ternyata lelaki yang mengedipkan matanya kepada Tylisia tadi adalah Choki,
“Kapan motor gue bisa kek gitu” desah Choki pelan
“Syukur ada motor Chok.” Balas Erlanda
“Yuk bersyukur Chok, bisa yuk” Choki kembali menyemangati dirinya untuk selalu bersyukur seperti yang diajarkan oleh orang tuanya.
“Eh Er, lu liat nggak cewek yang di bonceng cowok itu? Cakep bener dah walaupun pakai helm, tapi tetep aja kelihatan cantik paripurna.”
Lampu lalu lintas sudah kembali hijau, Erlanda segera menancap gas, hal itu membuat Choki terkejut karena belum dalam posisi siap semenjak ia terpesona dengan kecantikan gadis itu.
“Lu kalau mau jalan bilang dulu bisa nggak Bro.” teriak Choki kepada Erlanda, untung dirinya tidak terjatuh.
“Punya temen kek gini banget ya Allah” batin Erlanda dalam hati.
Melihat kelakuan Choki, membuat senyum Erlanda terbit di wajahnya, sepanjang hari ini baru satu kali Erlanda tersenyum, dan itu karena seorang Choki. Itulah mengapa Erlanda masih bersahabat dengan Choki hingga saat ini, karena dengan Choki ia bisa melupakan masalah-masalah yang harus dan akan ia hadapi dalam kehidupannya.
***
Perjalanan menuju mall terasa sangat melelahkan bagi seorang Erlanda, bagaimana tidak ia sudah lelah mengendarai motor di tengah jalanan yang sangat ramai ini, ditambah lagi dengan kondisi yang sangat tidak menguntungkan bagi Erlanda, sekarang Choki memang sudah diam tidak seperti tadi terus mengoceh tidak jelas, tapi diam bukan berarti ia lelah atau memang sedang tidak ada yang dibicarakan, kali ini Choki diam karena ia sedang tertidur pulas dipunggung Erlanda sambil menyandarkan kepalanya di punggung Erlanda sambil memegang erat pinggang Erlanda agar tidak dirinya tidak terjatuh, tidur aja masih kepikiran takut jatuh fikir Erlanda dalam hati melihat lingkaran tangan Choki di pinggangnya, jika ada yang melihat pasti mereka mengira bahwa Erlanda dan Choki sedang dalam mode yang tidak normal, hal ini sudah Erlanda perhatikan sejak tadi, sudah ada dua lampu merah yang mereka lewati, dan semua mata tertuju pada Erlanda dan Choki.
Satu yang Erlanda herankan, mengapa sudah sejak tadi Erlanda mencoba membanunkan Choki tapi tetap saja Choki tak bergeming sedikitpun, apakah punggung Erlanda terasa seperti bantal empuk di rumahnya.
Memang kata pepatah dibalik kesusahan ada kebahagian, begitu juga dengan Erlanda walaupun Choki tertidur tetapi masih untung ada tasnya yang menghambat proses pentransferan air yang Choki hasilkan dari mulutnya ke baju Erlanda. Untung beribu kali untung kali ini tasnya menyelamatkannya.
***