BAB 3 - KISSES IN THE RAIN

1438 Words
KIR.03 TERLIHAT BEGITU SEMPURNA DI LUAR STEVEN XANDER “Aku permisi ke ruanganku sebentar untuk mengambilkan laporan yang CEO minta.” Sekretaris baru itu berlalu pergi setelah memperkenalkan diri padaku Saat ia telah berada di ambang pintu hendak keluar dari ruanganku, aku pun kembali bersuara, “Nona Duscha, tolong buatkan aku secangkir kopi americano.” “Baik, CEO.” Setelah sekretaris itu pergi, aku pun kembali melanjutkan pekerjaanku. Hari ini adalah hari pertamaku bekerja di perusahaan Crown Corp dengan jabatan sebagai CEO menggantikan Daddy Abraham Xander. Aku adalah anak kedua dari pasangan Tuan Abraham Xander dan juga Nyonya Freya Adrien Saralee. Dan aku memiliki seorang kakak yang bernama Ariella Adrien Saralee yang dewasa ini telah mengganti nama menjadi Ariella Xander. Kami adalah kakak beradik dari seorang ibu dengan ayah yang berbeda. Meski begitu, aku sangat menyayanginya seperti kakak kandungku sendiri. Aku tidak pernah menganggap bahwa kami berbeda, karena perlakuan kedua orang tua kami juga tidak berbeda. Terutama Daddy Abraham Xander yang sangat menyayanginya layaknya putri kandungnya sendiri. Dan aku sangat bersyukur memiliki keluarga yang harmonis dan saling mengasihi. Meski Ariella Xander adalah anak pertama di keluarga Xander, tapi cita-citanya yang ingin keliling dunia membuat ia memilih menjadi sebagai pramugari. Sedangkan aku, anak kedua dan anak laki-laki satu-satunya harus mengemban tanggung jawab yang begitu besar. Karena semua perusahaan milik keluarga Xander di serahkan sepenuhnya kepadaku. Dan aku pun harus bisa menghandle semuanya dengan baik sesuai keingin kedua orang tuaku. Ditambah lagi dengan posisi perusahaan ini yang sudah sangat terkenal membuatku harus bisa menghandle nya dengan baik agar bisa bertahan dan maju lebih pesat lagi. Dan itu telah menjadi cita-citaku dari dulu, ingin menjadi pengusaha sukses seperti Daddy Abraham Xander. Dengan menduduki posisi sebagai CEO dari perusahan commerce terkenal,orang-orang pasti berpikir bahwa aku adalah pria yang sempurna. Dengan umur yang masih muda, wajah yang tampan, jabatan yang tidak bisa di goyahkan dan dengan segala yang aku punya, sudah bisa di kategorikan sebagai pria idaman. Bahkan orang-orang pasti akan berpikir bahwa aku memiliki kehidupan yang begitu sempurna. Memang terlihat begitu sempurna di luar, meski sebenarnya tidak ada manusia yang sempurna. Termasuk diriku yang berbeda dengan pria lain pada umumnya. Saat aku tengah sibuk menghadapi tumpukan berkas di hadapanku, nada ponsel pertanda sebuah pesan masuk terdengar di telingaku. Tanpa menoleh mencari dari mana suara itu berasal, aku pun meraba meja kerjaku mencari keberadaan ponsel tersebut. Hingga akhirnya tanganku pun mendapatkannya. Aku melirik layar ponselku melihat siapa pengirim pesan tersebut. Pesan itu dikirim oleh kekasihku yang sudah lama tidak bertemu denganku. Dengan segera aku menyentuh layar ponsel dengan ikon amplop tersebut dan membacanya. “Selamat atas jabatan baru dan hari pertama bekerjanya, Steve. Semoga hari ini berjalan dengan baik. Semoga Tuhan selalu melindungimu dan memberkatimu. Do’a ku selalu menyertaimu. I Miss You. I Love You.” -Oliver Bastian- Aku tersenyum membaca pesan singkat itu dan membalasnya. “Terima kasih, Oliver. Semoga harimu juga menyenangkan. Selamat atas fashion show nya yang berjalan dengan lancar. Maaf aku tidak bisa menghadirinya.” -Steven Xander- “Never mind, Baby. Aku tahu saat ini kamu pasti sangat sibuk. Jadi aku bisa memahaminya.” -Oliver Bastian- “Terima kasih, Oliver.” -Steven Xander- Baru saja selesai membalas pesan yang dikirimkan kepada Oliver Bastian, ponselku kembali berbunyi. Kali ini berbunyi bukan karena pesan masuk yang di kirimkan oleh Oliver Bastian. Tapi ponselku berbunyi karena ada panggilan masuk dari wanita yang sangat berarti dalam hidupku, Mommy Freya Xander. “Hallo, Mom.” “Hallo, Sayang… Steve, apa kamu ada waktu sore ini?” “Sepertinya tidak, Mom. Hari ini aku lumayan sibuk.” “Bagaimana nanti malam? Apa kamu ada waktu luang untuk makan malam bersama?” Mommy Freya yang ada di seberang telepon kembali bertanya. Aku terdiam sejenak, memikirkan jadwalku hari ini. Hingga akhirnya aku kembali bersuara, “Hmmm… Sepertinya aku ada waktu Mom.” “Baiklah. Kalau begitu mala mini temani Mommy makan malam di luar.” “Kenapa harus aku, Mom? Biasanya Mommy pergi bersama Daddy.” “Malam ini Mommy hanya ingin di temanimu saja makan di luar. Mommy ingin mengenalkanmu pada anak teman Mommy.” “Anak teman Mommy? Siapa?” “Nanti kamu juga akan tahu. Yang pastinya ia adalah wanita yang cantik. Jadi kamu harus ikut dengan Mommy nanti malam. Sudah dulu ya Sayang. Mommy harus menyiapkan makan siang untuk Daddy. Sampai jumpa nanti. Bye-bye.” “Bye-bye Mom.” Setelah panggilan masuk dari Mommy Freya terputus, aku kembali terdiam mendengar ucapan Mommy Freya. Aku tidak tahu harus berbuat apa saat ini. Hatiku sangat berat untuk ikut pergi menemani Mommy Freya dan bertemu dengan anak temannya malam ini. Sudah di pastikan malam ini Mommy berniat untuk menjodohkanku dengan anak temannya itu. Ingin rasanya aku menolak, tapi aku tidak ingin mengecewakan Mommy. Tapi jika aku menuruti keinginan Mommy Freya, itu akan bertentangan dengan batinku. Karena sudah aku pastikan usaha Mommy Freya ini akan sia-sia. Semenjak keluargaku mengetahui ada yang beda pada diriku, mereka selalu berusaha untuk menjodohkan aku wanita mereka kenal dan mereka rasa cocok. Semua mereka lakukan hanya karena ingin aku kembali kepada kodratku yang sebenarnya. Setiap manusia pasti ingin hidup dengan baik dan normal. Begitu juga denganku yang menginginkan kehidupan sempurna layaknya orang lain. Menjalani kehidupan dengan baik, memiliki kekasih dan keluarga saat telah dewasa layaknya pria normal. Tapi bagaimana denganku yang dari awal sudah salah arah? Dari awal aku sudah menempuh jalan yang salah dengan pergaulan yang salah. Semua berawal dari kehidupan di asrama saat aku di perguruan tinggi. Setelah dewasa ini, aku malah ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang pria seutuhnya. Melihat kehidupan normal orang-orang yang ada di sekitarku terkadang mampu menggerakkan hatiku. Tapi selama ini tak ada satu pun wanita yang mampu menggerakkan hatiku. Yang ada di benakku hanyalah wajah pria tampan dengan tubuh atletis dan selalu bersikap lembut padaku. Pria yang membuat jantungku berdesir saat melihatnya, sekaligus kekasihku semenjak aku mengecap pendidikan di perguruan tinggi. Aku ingin merasakan apa saja yang di rasakan oleh pria yang berada pada kodratnya. Bagaimana rasanya menjadi seorang pria yang terpana akan kecantikan wajah dan keindahan tubuh seorang wanita? Yang akan membuat tubuh bereaksi ketika melihat wanita berbusana minim. Bagaimana rasanya menjadi pria yang tidak terpengaruh oleh ketampanan dan tidak tergoda oleh tubuh atletis seorang pria? Bagaimana rasanya merasakan jatuh cinta pada seorang wanita yang menjadi suatu hal yang membahagiakan hati tanpa ada rasa takut di cap sebagai pria tak bermoral yang mencintai sesama jenis? Bagaimana rasanya menjadi pria seutuhnya saat sedang bersama wanitamu tanpa memikirkan pria lain? Aku Steven Xander, seorang pria yang mampu membuat wanita bertekuk lutut di hadapanku, hanya dengan sekali menjentikan jari. Aku memiliki segala yang di inginkan oleh para wanita, tapi aku tidak memiliki cinta untuk mereka. Karena cintaku telah dimiliki oleh seorang teman priaku, Oliver Bastian. “CEO Steve, apa CEO baik-baik saja?” terdengar suara Duscha Dushenka yang lembut membuyarkan lamunanku. Aku menoleh padanya yang tengah melangkah ke arah meja kerjaku dengan secangkir minuman kopi Americano di tangannya. Ia meletakkan cangkir itu di atas mejaku sembari berkata, “Silahkan diminum, CEO. Semoga suka.” Aku mengangguk dan berkata, “Terima kasih.” “Aku permisi dulu, CEO.” “Jangan lupa bawa laporan yang aku minta padamu tadi.” “Baik, CEO. Aku akan segera kembali membawakan laporan tersebut.” Setelah Dushca Dushenka keluar dari ruanganku, aku mencium aroma kopi Americano yang begitu wangi. Aku mengulurkan tangan mengambil cangkir itu dan mencium aromanya yang begitu khas. Kemudian aku menikmatinya beberapa kali teguk sebelum memulai kembali pekerjaanku. Kopi Americano yang dibuatkan oleh Duscha Dushenka terasa begitu berbeda dan nikmat, seperti di buat oleh seorang barista yang handal. Tidak lama kemudian Duscha Dusenka kembali muncul ke ruanganku dengan tumpukan map di tangannya. Ia melangkah dengan sedikit sulit menghampiri meja kerjaku sembari berkata, “CEO Steve, ini semua laporan yang CEO minta.” Aku mengangguk dan diam menatapnya yang berdiri di hadapanku setelah meletakkan setumpuk dokumen itu. Dan beberapa saat kemudian aku berkata, “Duscha, apa sore hingga mala mini kamu ada waktu luang?” “Ada, CEO.” “Kalau begitu tetaplah di kantor hingga malam hari. Aku akan memberikan beberapa tugas untukmu.” Mata Duscha Dusenka membola menatapku yang baru saja selesai bicara. Ia terlihat kaget dan tidak menyangka bahwa aku akan memintanya lembur di hari pertama ia menjadi sekretarisku. Aku tersenyum ringan padanya dan berkata, “Kenapa? Apa kamu keberatan untuk lembur malam ini?” “Ti-tidak CEO. Aku bersedia lembur malam ini.” ia menjawab dengan gugup. “Baiklah. Nanti aku akan menuliskan apa saja yang harus kamu kerjakan. Sore ini aku akan segera pulang. Malamnya aku akan kembali memeriksa pekerjaanmu, apa dikerjakan dengan baik atau tidak.” “Baik CEO.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD