bc

I Can't Stop Loving You

book_age16+
924
FOLLOW
5.9K
READ
age gap
student
drama
comedy
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

Hanya karena sebuah ciuman tidak sengaja yang mendarat di bibir seorang gadis aneh bernama Alana, hidup seorang Abi berubah seratus delapan puluh derajat. Hidupnya tak lagi setenang dulu karena gadis aneh itu tak pernah berhenti merecoki dirinya.

chap-preview
Free preview
Bab 1
"Alana! Mau kemana kamu?!" teriak ayah Alana, Albert, saat ia melihat anak gadisnya yang bersiap untuk pergi dari rumah di saat hampir larut malam seperti ini. Alana menghentikan langkahnya sejenak lantas menolehkan kepalanya untuk menatap ayahnya. Ia hanya menaikkan sebelah alisnya seraya mengedikkan bahunya dengan cuek sebelum kembali melanjutkan langkahnya untuk pergi dari rumahnya yang sebenarnya tidak pantas untuk disebut sebagai rumah. Wajah Albert tampak mengeras saat melihat respons Alana yang tak memedulikan perkataannya sedikit pun. Ia lalu melangkah untuk mengejar gadis itu lantas langsung mencekal tangannya yang membuat Alana langsung menghentikan langkahnya. Alana meringis pelan saat Albert mengubah cekalannya menjadi sebuah cengkeraman yang menyakitkan di pergelangan tangannya yang mungil. Ia meronta kecil untuk melepaskan cengkeraman tersebut. Rasanya benar-benar sakit sekali. "Kamu memang anak nggak tahu diri! Mau ngapain kamu keluyuran malam-malam begini? Mau jadi p*****r seperti Ibumu?!" teriak Albert yang terlihat begitu emosi. Alana membungkam mulutnya, tidak berniat menyahuti perkataan ayahnya sedikit pun. Ia sibuk dengan tangannya yang kini terasa panas. Ia kembali meronta, kali ini lebih kuat. Ia benar-benar benci ketika sudah melakukan kontak fisik dengan ayahnya. Tak ada kelembutan layaknya seorang ayah pada anaknya. "Jawab! Kamu tuli?!" Albert kembali berteriak. Putrinya itu sepertinya telah berhasil membuatnya menjadi semarah itu. Alana menghentikan segala rontaannya. Ia lalu menatap tepat ke manik mata ayahnya, menyampaikan seberapa tersakiti dirinya saat ini. Ia marah ketika ayahnya berlaku kasar kepadanya, tetapi ia jauh lebih kecewa ketika ayahnya sudah bersikap seperti ini. "Kau ... b******n," desis Alana dengan matanya yang menyipit tajam. Albert semakin murka saat mendengar Alana berkata kurang ajar kepadanya. Matanya tampak melotot tajam dengan wajah yang sudah merah padam. Ia lalu melepas cengkeramannya di tangan Alana dengan kuat yang membuat gadis itu langsung tersungkur di lantai. Alana meringis pelan seraya memegangi pergelangan tangannya yang sempat menjadi korban keganasan ayahnya. Ia yang tak mau kalah dengan ayah-nya pun langsung menatapnya dengan tajam, tak merasa takut sedikit pun dengan kemarahan sang ayah. "b******n," ia kembali mengatakan kalimat yang sama. "Kurang ajar!" teriak Albert seraya melangkah mendekati Alana dengan langkah lebar yang penuh dengan amarah. Tanpa pikir panjang, ia langsung menampar wajah Alana sampai meninggalkan bekas merah di pipi gadis itu. Setelahnya, pria yang menyandang gelar sebagai ayah Alana itu pun berbalik dan meninggalkan putrinya yang baru saja mendapatkan perlakuan kasar darinya itu. Alana mengembuskan napas panjang saat melihat ayahnya yang sudah menghilang dari pandangannya. Ia lalu tersenyum miris seraya berusaha untuk menahan air matanya yang sudah ingin keluar dari tempatnya. "Sabar, Alana," ucapnya kepada dirinya sendiri seraya mengelus dadanya lantas menghela napas berulang kali untuk menenangakan dirinya sendiri. Ia lalu bangkit dari duduknya lantas menatap pergelangan tangannya yang kini sudah berubah warna menjadi kebiruan. Ia kemudian menyetuh bekas tamparan ayahnya yang ada di pipinya dan merasakan perih di sana. Untuk yang kesekian kalinya, ia kembali menghela napas panjang. "Nggak apa-apa. Aku baik-baik aja," gumamnya dengan senyum perihnya seraya beranjak pergi dari rumahnya. Alana berjalan dengan langkah santai di sekitar komplek perumahannya yang sekarang sudah sepi. Ia tak takut sama sekali. Ia malah menyukai keadaan yang sepi seperti ini karena kondisi yang seperti ini bisa membuatnya merasa tenang. Sejujurnya ia ingin keluar saat larut malam seperti ini bukan karena ia tak tahu aturan. Ia hanya ingin membeli makanan saja. Tetapi sepertinya ayahnya salah paham dengannya. Ayahnya selalu menganggapnya sebagai gadis yang tidak tahu aturan. Alana menghentikan langkahnya di depan komplek perumahannya untuk mencari kendaraan umum apa saja yang bersedia untuk mengantarnya ke rumah sahabatnya. Ya, ia memutuskan untuk pergi ke rumah sahabatnya saja daripada harus kembali ke rumahnya. Lagi pula, besok adalah hari minggu. Jadi, tak masalah baginya jika harus menginap di sana. "Malem-malem gini mau ke mana, Neng Alana?" Alana menoleh ke sumber suara dan langsung mendapati satpam komplek perumahannya yang sudah kenal baik dengannya. "Mau naik haji," jawabnya asal. Sang satpam yang mendengar hal itu pun hanya mengeluarkan tawanya. Setelahnya, ia pamit kepada Alana untuk kembali berjaga di pos satpam. Alana menghentikan taksi yang melintas di depannya lantas langsung masuk ke dalam sesaat setelah taksi tersebut menghentikan lajunya. Ia lalu menyebutkan alamat yang menjadi tujuannya. Ia melihat jam tangannya yang masih menunjukkan pukul sebelas malam. Ia yakin jika sahabatnya itu belum tidur. Apalagi besok adalah hari libur. Alana hanya menghabiskan waktu selama lima belas menit perjalanan saat menuju ke rumah sahabatnya. Ia tampak memerhatikan keadaan rumah sahabatnya yang masih terang dari luar gerbang. Ia lalu memutuskan untuk melompati gerbang yang tingginya hanya sepinggangnya saja saat melihat gerbang tersebut sudah digembok. Alana langsung mengetuk pintu utama rumah tersebut setelah ia berhasil masuk ke dalam. Hanya berselang beberapa detik saja, pintu tersebut akhirnya terbuka dan memunculkan sesosok laki-laki remaja yang seumuran dengannya yang tak lain tak bukan adalah sahabatnya, Ando. "Ngapain lo?" tanya Ando yang saat itu menatap Alana dengan heran. "Numpang tidur," jawab Alana sambil lalu seraya berjalan masuk tanpa menunggu izin dari sang empunya rumah. "Bisa kali mencet bel yang ada di luar gerbang. Lo udah kayak maling aja," kata Ando setelah ia mengunci pintu rumahnya lantas menyusul Alana. Alana menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. Sementara Ando, pemuda yang satu itu memilih untuk duduk di atas karpet lantas kembali memainkan game-nya. "An, Tante suruh tinggiin gerbangnya, deh. Pendek banget. Gue aja bisa manjatnya. Nggak seru nanti kalo ada yang mau maling di rumah lo. Adrenalinnya kurang terpacu," celetuk Alana sambil memerhatikan layar televisi yang berisi beberapa animasi para pemain bola yang sedang berlarian di tengah lapangan. "Berisik. Udah sana, mendingan lo tidur aja." "Oke," Alana segera bangkit dari duduknya lantas berjalan ke kamar tamu yang ada di rumah Ando yang sudah sering ditempatinya. Ia memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya saja. Menenangkan segala pikirannya yang terus berputar-putar di dalam kepalanya.   ••••   Alana membalikkan tubuhnya saat merasakan sinar matahari yang menyilaukan matanya. Ia lalu memeluk guling sebelum kembali larut dalam tidurnya. Ibu Ando, Karina, yang melihat itu pun hanya geleng-geleng kepala saja. Walaupun ia tak tahu kapan Alana datang, tetapi ia tak kaget saat menemukan gadis itu sedang tidur di kamar tamu rumahnya. Alana sudah sering datang tiba-tiba seperti ini. Ia sudah tak heran lagi. "Bangun, Lana. Kamu anak cewek bangunnya lama banget. Nanti jodoh kamu dipatok ayam lho," ucap Karina seraya menggoyang-goyangkan tubuh Alana. "Sebelum dipatok ayam, ayamnya bakal Lana makan duluan, Tante," sahut Alana yang terdengar seperti sebuah gumaman seraya menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya. Karina terkekeh pelan. Ia lalu kembali berusaha untuk membangunkan Alana yang akhirnya membuahkan hasil. Alana mengambil duduk di atas ranjang seraya menggaruk kepalanya selagi ia masih berusaha untuk mengumpulkan nyawanya yang masih berkeliaran di alam mimpi. "Lana, kamu bangunin Ando dulu, ya. Abis itu mandi terus sarapan. Nanti kalo udah selesai semua, tangan kamu biar Tante kompres dulu," ucap Karina sebelum ia keluar dari dalam kamar. Alana hanya mengacungkan ibu jarinya saja. Ia tak kaget saat Karina tahu tentang memar di tangannya. Sama seperti Ando, ibu dari sahabatnya itu juga sudah tahu mengenai kisah hidupnya yang miris itu. Dan ia tak keberatan membagi semuanya kepada Karina karena ia sudah menganggap wanita itu sebagai ibunya sendiri. Alana beranjak dari atas ranjang saat kesadarannya sudah sepenuhnya memenuhi dirinya. Ia lalu bergegas pergi ke kamar Ando untuk membangunkan pemuda itu seperti yang Karina minta sebelumnya. "Ish! Kebo banget sih," sungut Alana saat melihat Ando yang masih bergelung nyaman di atas ranjangnya. Padahal, jendela kamarnya sudah terbuka dan menunjukkan sinar matahari yang begitu menyilaukan. Sepertinya Alana tak sadar diri saat mengatai Ando. Padahal, ia juga baru bangun jam segini. Dan tidurnya akan tetap berlanjut kalau saja Karina tak memaksanya untuk bangun. Alana mengguncang-guncang badan Ando dengan kuat, tetapi pemuda itu hanya membalasnya dengan gumaman tak jelas yang keluar dari mulut baunya yang membuat Alana harus menutup hidungnya. Jujur saja, ia paling malas kalau disuruh membangunkan Ando. Sahabatnya ini benar-benar sulit untuk bangun pagi. Itulah yang membuat Karina menyuruhnya untuk membangunkan pemuda itu. Benar-benar merepotkan. Alana berkacak pinggang sambil menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihat Ando yang tak bergerak sedikit pun walaupun ia sudah mengeluarkan tenaga ekstranya. Tak ada pilihan lain. Ia akan mengeluarkan tenaga super ekstranya yang ia yakini mampu membuat sahabatnya itu bangun seketika. Buk!! "Aww!!" Ando meringis pelan saat tubuhnya jatuh dari atas ranjangnya akibat tendangan super milik Alana. Alana menaikkan sudut bibirnya saat melihat Ando yang langsung membuka matanya. Ya, mau tidak mau ia harus menendang pemuda itu sampai dia terjatuh dari tempat tidur. Dan lihatlah hasil karyanya itu. Ando sekarang sudah membuka matanya dan sudah kembali ke bumi. Ando menggeram kesal sambil mengambil duduk di samping Alana. "Bar-bar banget sih kelakuan lo," sungutnya seraya memegangi pundaknya yang terasa sakit karena berbenturan dengan lantai. "Makanya jangan kebo," balas Alana sambil menjulurkan lidahnya ke arah Ando. Ando hanya berdecak sebal seraya sibuk dengan bagian tubuhnya yang lain yang juga terasa sakit. Sementara Alana, gadis itu hanya senyum-senyum tidak jelas sebelum kembali ke kamar tamu untuk membersihkan dirinya.   ••••   "Ando, beliin es krim, dong," pinta Alana dengan nada suaranya yang terdengar manja. Ando berjengit geli saat melihat gaya bicara Alana yang seperti itu. "Duit lo mana? Sini, biar gue beliin." "Ih, Ando mah gitu, gue bawa sendal aja udah syukur banget." Ando menatap Alana dengan pandangan jijiknya. Lebih baik ia melihat kelakuan Alana yang bar-bar daripada melihat gadis itu yang berbicara dengan nada manja menggelikannya itu. Ia lalu beranjak dari kursinya untuk menuruti keinginan Alana. Biarlah ia menjadi babu gadis itu hari ini. Ia tahu kalau sahabatnya itu sedang ribut dengan ayahnya. Setelah Ando pergi ke kedai es yang tak jauh dari tempat yang sedang menjadi tempat berpijaknya saat ini, Alana sibuk mengamati danau yang saat ini ada di hadapannya. Ya, tadi Ando berinisiatif untuk mengajaknya ke sini. Ia tahu kalau Ando hanya ingin menghibur dirinya. Sahabatnya itu memang selalu mengerti akan dirinya karena danau inilah yang menjadi satu-satunya tempat ternyaman yang paling disukainya di saat kesedihan tengah melanda dirinya. Alana menatap ke sekelilingnya. Danau ini tampak sepi karena kebanyakan orang lebih memilih untuk duduk-duduk di sekitar taman. Dan keadaan seperti inilah yang membuatnya selalu bisa merasakan yang namanya ketenangan. Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama ketika tubuhnya tiba-tiba saja tertarik ke belakang. Sejenak, ia hanya diam karena merasa begitu kaget. Namun, ketika ia merasakan benda kenyal yang menempel di bibirnya, matanya langsung membelalak lebar. Tubuhnya secara otomatis merespons dengan cara bergerak mendorong pria yang baru saja mencium bibirnya. Pria yang tanpa sengaja menempelkan bibirnya di bibir Alana itu pun langsung menatap gadis itu dengan raut menyesal yang tampak jelas di wajahnya ketika ia tahu bahwa ia sudah melakukan kesalahan yang cukup fatal. "Maaf, aku nggak sengaja." "Dasar nggak sopan," gerutu Alana dengan suaranya yang terdengar pelan yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. Ia lalu bangkit berdiri lantas membersihkan rumput-rumput yang menempel di sekitar tubuhnya. Pria itu juga ikut bangkit berdiri seraya menunggu reaksi Alana berikutnya. "Aww!" pria itu meringis pelan ketika sebuah tendangan yang cukup kuat mendarat di kakinya. Dan tendangan itu berasal dari gadis yang baru saja diciumnya tanpa sengaja itu. "Om m***m kurang ajar! Pokoknya Om harus tanggung jawab. Nikahin gue!" teriak Alana menggebu-gebu. Pria itu membuka lebar mulutnya ketika mendengar perkataan gila itu keluar dari mulut Alana. Ia lalu menatap gadis itu dengan aneh sambil menahan sakit di kakinya. "Kamu gila? Lagian, aku nggak sengaja nyium kamu kayak gitu." "Itu ciuman pertama gue! Dan gara-gara Om gue bakalan hamil!" "Kamu nggak bakalan hamil cuma karena ciuman. Dasar aneh!" "Tapi sahabat gue bilang kalo ciuman itu bisa buat cewek jadi hamil. Pokoknya gue nggak mau tahu, Om harus tanggung jawab! Titik!" Ya, itulah yang selama ini dikatakan Ando kepada Alana. Pemuda itu memang sengaja membodoh-bodohi Alana agar gadis itu bisa menjaga dirinya dari para lelaki yang hanya ingin menikmati tubuhnya saja. Pria itu menatap tak percaya pada Alana yang tengah berdiri di hadapannya dengan wajah kesalnya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya sejenak sebelum memilih untuk meninggalkannya saja. Sepertinya ia baru saja berurusan dengan orang yang baru keluar dari rumah sakit jiwa. Benar-benar tidak waras. Ia tidak akan mau lagi bertemu dengan gadis aneh itu. Alana mengumpat pria itu yang tiba-tiba saja pergi meninggalkannya dengan seenaknya. Dan tanpa sengaja, ia menemukan kartu nama yang sepertinya milik pria itu. Ia segera mengambilnya lantas membacanya dengan saksama. Abimanyu Aharon Hanggara. Nama yang bagus, pikirnya seperti itu. Alana menaikkan sudut-sudut bibirnya, membentuk sebuah senyuman yang memiliki maksud tertentu. Ia lalu mengelus perutnya sembari bergumam pelan, "Sabar ya, Nak, Ibumu yang cantik ini akan segera menemui Ayahmu dan meminta dia untuk segera menikahi Ibu. Lalu kita akan hidup bahagia."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

PLAYDATE

read
118.8K
bc

Perfect Marriage Partner

read
810.4K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
76.1K
bc

MANTAN TERINDAH

read
7.0K
bc

T E A R S

read
312.9K
bc

Love You My Secretary

read
242.9K
bc

CEO Pengganti

read
71.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook