Bee kembali melewati Raksa. Dia melangkah menuju ke arah pintu rumah. Namun saat dia akan keluar dari sana, Raksa kembali berkata, "Kamu yang sedingin es, kamu yang yang hatimu mati, aku tau kamu begitu lemah."
Bee menahan langkahnya, namun tidak berbalik menatap Raksa. Dia kembali terdiam, mendengarkan langkah Raksa yang sepertinya semakin mendekat ke arahnya.
"Aku tau kamu hanya menggunakan itu untuk menutupi semua lukamu. Bee," panggil Raksa dengan memegang pundak gadis itu. "Menangislah, tidak apa-apa. Itu wajar, karena kamu manusia. Jangan menahan semua rasa sakitmu."
"Bee, masih ada aku yang sayang denganmu."
Bee ingin mengis, dia ingin berteriak sekencang-kencangnya, namun dia tidak bisa melakukan itu. Air matanya seolah kering dan tak tersisa. Entah sudah sekeras apa hatinya sekarang. Dia menolehkan kepalanya menatap Raksa dengan wajah yang biasa-biasa saja. "Terima kasih, tapi aku harus pulang."
"Bee, Bee!"
Bee tidak pernah berbalik, dia terus melangkah dan semakin jauh dari rumah Raksa. Bagaimana cara meluapkan semuanya, terlalu banyak hingga mungkin jika bisa, dia akan menghabiskan waktu seharian untuk menangis.
Dia memanggil taxi, menyuruhnya untuk membawa dia menuju ke rumah yang lebih tepat disebut neraka baginya. Ah, lupakan soal neraka. Itu hanya dulu, dan sekarang dia sudah terbiasa dengan itu.
Sepanjang perjalanan, dia memandangi ke luar jendela. Memandangi pengendara lainya yang menggunakan sepeda motor membonceng seseorang. Mereka terlihat begitu senang, bercanda di atas motor itu dengan si wanita yang merangkul pasangannya begitu erat.
Dia bahkan tidak pernah tau bagaimana rasanya dicintai, mencintai, disayangi dan menyayangi. Baginya, itu semua hanya ilusi yang tidak pernah menjadi nyata. Suatu saat, semua orang akan pergi meninggalkan kita.
Susatu saat, orang yang begitu percaya akan membuatmu menjadi orang paling bodoh yang mempercainya. Suatu saat, semua orang yang baik akan berubah menjadi jahat karena keadaan.
"Nona, kita sudah sampai."
Bee terkesiap, saat sopir itu menegurnya dengan sedikit keras. Dia terlalu melamun, sampai tidak sadar taxi yang ditumpanginya sudah berhenti di depan sebuah rumah mewah.
Dia merogoh tasnya, mengmbil tiga lembar uang merah dan menyerahkannya kepada pria itu dengan berkata, "Ambil saja kembalianya, Pak."
"Tapi ini terlalu banyak, Nona."
"Tidak apa-apa."
Bee turun dengan langkah santai. Matahari begitu terik, dan angin pun seperti berhenti berhembus. Satpam rumah membuka gerbangnya saat melihat kedatangan Bee tanpa banyak bertanya.
Rumah dengan dua lantai, di mana ada pilar-pilar kokoh di sebagai penyangga yang menjulang tinggi di depan. Siang ini, rumah itu terlihat masih ramai. Beberapa gadis seusianya terlihat baru saja mandi dan berseliweran membawa handuk putih. Sebagian lagi terlihat baru saja bangun tidur dan masih menguap lebar.
"Idola kita baru pulang, nih." Salah satu dari mereka berjalan ke arah Bee dengan tatapan tidak suka. Matanya memicing, penuh keraguan. Sementara Bee sama sekali tidak berekspresi apa pun. Namanya Rosa, dia wanita penuh kebencian untuk Bee selama ini.
Setelah Rosa mendekat, salah satu dari temannya pun ikut menghampiri mereka. Dia adalah Sofia, yang merupakan teman dekat Rosa. "Sepertinya ada yang baru berpesta kemarin malam. Boleh dong, bagi-bagi sama kita."
Sofia menarik tas Bee, karena mereka tahu kalau Roy bukan hanya akan membayar tubuh Bee, tapi pria itu akan memberikan bonus bagi siapa pun yang bisa memuaskannya.
Bee tidak hanya diam, di mendorong tubuh Sofia dengan berkata, "Jangan pernah menyentuh milikku!"
Sekarang, buka hanya Bee yang mendorong Sofia. Tetapi, Rosa juga ikut mendorong tubuh Bee hingga gadis itu terhempas ke belakang. Tidak cukup rupanya siksaan yang dia terima dari Roy, dia kembali menjadi bulan-bulanan teman serumahnya.
Satu rumah itu bukan hanya berisikan satu dua orang saja, melainkan mungkin sudah belasan wanita malam di dalam sana. Namun, tidak ada satu orang pun yang mengulurkan tangan untuk dia. Bee sudah biasa dengan itu, karena dia sendiri yang terlalu cuek untuk mengurusi mereka.
Mereka terlibat pertengkaran dengan saling menjambak, mendorong, sampai saling mencakar. Sampai seorang wanita yang terlihat sangat modis berjalan dari arah lain. Dia tidak sendiri, melainkan diikuti dengan dua pengawal bertubuh kekar di belakangnya.
"Hei, berhenti kalian!" teriak wanita itu.
Teriakan dia menghentikan mereka yang masih saling menatap jengkel. Hanya mereka, Rosa dan Sofia. Sementara Bee hanya biasa-biasa saja.
Wanita itu mendekat, dia berdiri di depan mereka dengan menatap mereka bergantian. Kedua tangannya dia tekuk di d**a, seperti menghakimi. Sementara mereka yang masih berkeliaran, hanya melihatnya sekilas seolah tidak peduli dan itu biasa terjadi.
"Ada apa dengan kalian ini?"
"Maaf Madam," sahut Rosa dan Sofia bersamaan.
"Kalau kalian berdua membuat masalah lagi, aku akan pastikan kalian tidur di gudang nanti. Sekarang pergi kalian, dan Bee ikut denganku!"
Bee adalah anak kesayangan Madam Layla. Meskipun perlakuan wanita itu begitu kejam padanya dulu, tapi tidak sekarang. Karena Bee merupakan asset penghasil uang terbesar dengan penjualan tertinggi untuk dirinya.
Banyak sekali lelaki yang tidak akan keberatan menguras isi dompetnya hanya untuk mendapatkan Bee dan rela mengantri untuknya.
Itu sebabnya banyak sekali yang iri dengan Bee yang diperlakukan istimewa termasuk Rosa dan Sofia yang kalah bersaing dari gadis itu. Bahkan mereka sempat berencana akan menyayat wajah Bee beberapa bulan yang lalu.
"Bee, apa kamu sudah makan? Bagaimana malammu, hm? Kamu tau, Roy mengatakan sangat puas sekali denganmu."
Layla mencecar semua pertanyaan kepada Bee, padahal dia tidak menjawab satu pertanyaan pun. Tidak apa-apa, Layla tahu kalau Bee merupakan wanita yang tidak banyak bicara di antara teman-temannya.
"Kamu lapar, Bee?" tanya Layla sekali lagi dengan merangkul pinggang gadis itu.
"Hmmm."
"Aku akan menemanimu makan."
Bee hanya diam, membiarkan wanita itu melakukan sesukanya. Apa dia suka? Tidak. Apa dia benci dengan dia? Mungkin. Tapi rasa itu sudah membeku. Bee pernah mencoba melawan, tapi dia tidak pernah menang melawan takdir. Jadi dia memutuskan untuk menikmati pekerjaannya dan menerima dirinya saat ini.
Dia terlihat begitu lahap memasukkan suapan demi suapan ke dalam mulutnya. Meskipun luka-luka di tubuhnya sangat jelas terlihat oleh mata mereka, tapi percayalah. Tidak akan ada yang menanyakan, "Apa kamu baik-baik saja?"
Termasuk Layla yang hanya menyukai dia yang menghasilkan uang saja untuknya.
"Istirahatlah setelah ini, karena malam ini sudah ada tiga pria yang menunggumu."
Tiga? Bee disuruh melayani tiga orang semalam?
Itu bukan hal baru. Dia bahkan pernah dipaksa untuk melayani lima orang dalam sehari. Dia sampai tidak bisa menegakkan tubuhnya waktu itu. Layla benar-benar memeras tubuhnya.
"Oh ya, Roy pasti sudah meninggalkan uang untukmu."
"Bukan urusanmu. Dia sudah membayarmu bukan?"
***